This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 05 Agustus 2012

Birulwalidain

"Maulana, apa yang harus kulakukan dalam situasi seperti ini?", tanyaku. Ini pertanyaan muncul ketika saya merasa terlalu banyak hal yang harus diperbaiki dan semuanya terasa memanggil peranku. Saya menganggap 'Kalau tidak saya, pasti situasi tambah kacau!'
Maulana tersenyum, ia pasti menertawakan sikap sok pahlawanku. "Saya akan memberimu cerita saja, anakku! Ada seorang anak shaleh yang mendapat
kan warisan harta dan perilaku etika yang baik. Sebelum meninggal sang bapak berpesan, "kau boleh gunakan apapun, kecuali wajan kuning di dapur itu. Wajan itu hanya bisa kau gunakan pada waktu yang tepat, pada saat benar-benar dibutuhkan."
Setelah sang bapak meninggal, si anak menjalankan kehidupan dengan kebaikan-kebaikan. Semua orang diberinya pertolongan dengan cara penuh kesantunan. Sampai suatu malam, tengah malam, rumahnya diketuk seorang pengemis yang kelaparan. Si anak shaleh segera menyiapkan bubur untuk pengemis itu. Tanpa sadar ia menggunakan wajan kuning itu.
Pengemis itu senang dan kemudian pulang ke rumahnya. Setelah itu, si anak shaleh kembali tidur. Dalam tidurnya ia bermimpi dikunjungi bapaknya yang terlihat bersedih, "Anakku, kenapa kau gunakan wajan kuning itu?" tanya sang Bapak. Si anak menjelaskan bahwa ia menggunakan itu untuk kebaikan seperti ajaran etik sang bapak. "Perbuatanmu memang baik, anakku! Tapi tahukah engkau, wajan itu wajan emas. Bayangkan berapa harga bulir emas yang terbakar dari wajan emas itu dan berapa piring nasi yang dapat dibagikan dari bulir-bulir emas itu". Si anak terbangun dan belajar satu kebaikan". Maulana menghentikan ceritanya.
"Apa pelajarannya?" tanyaku penasarn.
"Bila kau bertindak tidak sesuai dengan misimu" ujar Maulana, "bahkan kebaikan yang kau lakukan bernilai kejahatan".
"Tidak semua kebaikan bermakna kebaikan?" aku tambah penasaran.
"Kau belum juga paham rupanya," tambah maulana, "Misalkan ada seorang santri yang menjadi dokter. Ia mendengar adzan di mesjidnya kacau balau makhrajnya. Maka ia meninggalkan praktek dokternya dan memutuskan untuk adzan dan mengajar ngaji. Tindakan menjadi muazin tentu merupakan kebaikan, namun bayangkan berapa banyak orang sakit yang terlantar oleh keputusan dokter ini".
Hmmm... jadi masalahnya adalah misi. Tanpa misi semua kebaikanku sama dengan kejahatan? Lalu, apa misiku?
Apa misimu?