OPTIMALISASI PENGELOLAAN BADAN AMIL ZAKAT DALAM
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
( Studi Deskriptif di
BAZNAS Kabupaten Garut )
Oleh:
Luki Lukmanul
Hakim
Jurusan
Manajemen Dakwah
Fakultas
Dakwah Dan Komuikasi
UIN
Sunan Gunung Djati
Bandung
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Islam
mempunyai potensi untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan guna meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Potensi yang dapat digali,
dikembangkan, dan didayagunakan dalam penyediaan dan pembangunan di bidang
sosial adalah dari
pengumpulan dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh.
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan
kewajiban Agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang. Perkataan zakat
disebut di dalam al-Qur’an sebanyak 82 kali banyaknya dan
selalu dirangkaikan dengan shalat (sembahyang) yang merupakan rukun Islam
kedua. Ini menunjukan pentingnya zakat itu, setelah shalat yang merupakan
sarana komunikasi utama antara manusia dengan Tuhan (Daud
Ali, 2006:38). Sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat
: 103
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkandan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.
Dalam
kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan
berkembang serta berkah, adapun tujuannya zakat dalam hubungan ini adalah
sasaran praktisnya antara lain sebagai berikut (1) mengangkat derajat fakir miskin
dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan, (2) Membantu
pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharimin, ibnussabil, dan
mustahik lainnya, (3) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat
Islam dan manusia pada umumnya, (4) menghilangkan sifat kikir dan atau loba
pemilik harta, (5) Membersihkan sifat kikir dan iri dari hati orang-orang
miskin, (6) menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dalam
suatu masyarakat, (7) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri
seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta, (8) Sarana pemerataan
pendapat (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial (Daud Ali, 2006 :40).
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan pasal 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengorganisasian dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat.
selain itu dalam pasal 25 dan 26 zakat wajib didistribusikan kepada mustahik
sesuai syariat Islam. Pendistribusian zakat
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan dan kewilayahan.
Dalam Undang-Undang
yang baru ini, BAZNAS diberikan wewenang sebagai pengelola zakat nasional,
sekaligus yang berhak memverifikasi
berdirinya LAZ. Dengan wewenang BAZNAS tersebut, pengumpulan dana zakat diharapkan
bisa terorganisir secara efektif, dan dapat terdistribusikan secara efisien.
Manajemen dalam sebuah
organisasi pengelola zakat
akan menyangkut tiga unsur yang meliputi: manajemen pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan.
Dari ketiga unsur tersebut manajemen
pendistribusian merupakan tolak ukur bagi terbentuknya ekonomi masyarakat. Sebab pendistribusian didalamnya mengandung pendayagunaan
dana zakat baik yang bersifat konsumtif maupun produktif. Dalam pendistribusian
perlu adanya manajemen khusus yang mengelola tentang penyaluran zakat. jika Badan
Amil Zakat memprioritaskan pendistribusian zakat dengan kegiatan yang bersifat
produktif, niscaya pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk merubah strata kaum
dhuafa akan terwujud. Dalam pemberian zakat yang bersifat produktif perlu ada kiat-kiat bagi pengelola
zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sehingga pengelola zakat dalam hal ini berperan juga sebagai pendamping mustahik
dalam melaksanakan pendayagunaan zakat yang bersifat produktif.
Oleh
karena itu manajemen pendistribusian zakat perlu diimplementasikan pada sebuah
Badan/Lembaga pengelola zakat. dalam hal ini Badan Amil Zakat
Nasional di Kabupaten Garut
merupakan BAZNAS
yang paling sentral dan diharapkan bisa mengoptimalkan pengelolaann dalam
pendistribusiannya. Namun sampai saat ini lemahnya pola
kordinasi dalam implementasi pengelolaan zakat baik intra maupun mitra BAZNAS,
begitupun dengan pendistribusiannya masih kurangnya pola dan manajemen
pendistribusian dalam mendayagunakan dana zakat.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Kabupaten Garut merupakan badan amil zakat yang dibentuk oleh Pemerintah
Kabupaten Garut terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas
mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, sesuai dengan
ketentuan Agama.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis tertarik mengkaji lebih jauh bagaimana Optimalisasi
Pengelolaan BAZ dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut kiranya dapat
diajukan pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1.
Bagaimana
manajemen zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut ?
2.
Bagaimna manajemen pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Garut ?
3.
Bagaimana praktek pendistribusian zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten
Garut dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui
tentang manajemen zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut.
2.
Untuk mengetahui tentang manajemen pendistribusian zakat yang dilakukan
oleh BAZNAS Kabupaten Garut.
3.
Untuk mengetahui praktek pendistribusian zakat di BAZNAS
Kabupaten Garut dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoretis hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat di
Kab. Garut.
1.
Secara praktis bermanfaat
bagi :
a.
Bagi peneliti sebagai
penambah pengetahuan, wawasan serta pengajaran terutama penelitian mengenai manajemen zakat di BAZNAS Kab. Garut.
b.
Bagi lembaga yang
diteliti sebagai sumbangan pemikiran tentang pengelolaan badan amil zakat nasional di kabupaten Garut.
c.
Bagi perguruan tinggi untuk
memberikan sumbangan pustaka pada perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati Bandung.
d.
Bagi peneliti lain, dapat
diperoleh informasi mengenai
pengelolaan Badan Amil Zakat, kemudian sebagai acuan untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan tentang pengelolaan zakat. Selain itu juga penelitian ini bertujuan secara
akademis yaitu sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Jurusan Manajemen Dakwah.
2. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengeksplorasi bidang
ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu Manajemen Dakwah mengenai pengelolaan
zakat sebagai bagian dari kajian ekonomi Islam dalam meningkatkan ekonomi
masyarakat.
E. Kerangka Pemikiran
Perkataan zakat
berasal dari kata zaka, artinya
tumbuh dengan subur. Makna lain kata zaka,
sebagaimana digunakan dalam al-Qur’an adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab
hukm Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang
serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut
ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena
suci dan berkah (Daud Ali, 2006:38). sedangkan infak menurut pengertian umum
adalah mengatur atau mengeluarkan harta untuk memenuhi keperluan (Wawan Shofwan,
2011:19). dan sedekah ialah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan, baik
berupa barang maupun jasa, termasuk pemberian non materi, seperti memberikan
jasa, mengajarkan ilmu pengetahuan dan mendoakan orang lain (Syafi’ie
El-Bantanie, 2009: 2).
Zakat adalah ibadah
yang berkaitan dengan harta benda yang telah disepakati, yang memiliki posisi
strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahtraan umat.
Badan Amil Zakat
saat ini masih kurang perannya terutama dalam meningkatkan ekonomi masyarakat
karena peran dan kegiatannya masih tertinggal dari lembaga-lembaga pengelola
zakat yang signifikan, hal ini menandakan kurangnya manajemen yang efektif
dalam mengelola secara professional di BAZ itu sendiri. Telah beberapa abad
lamanya, zakat, infaq, dan shadaqoh ini disyari’atkan Islam, tetapi pada dewasa
ini pranata ekonomi Islam itu tidak cukup efektif bagi pembangunan umat. Hal
ini memang berbeda dengan ketika pada masa Nabi SAW. dan Khulafa’ al-Rasyidin
atau mungkin pada masa Dinasti Umayah dan Dinasti Abasiyah. Pada masa itu pemberdayaan
ekonomi umat melalui ketiga pranata ekonomi Islam tersebut cukup efektif. Hal
ini disebabkan bayt al-mal saat itu
berjalan sesuai dengan tuntutan Nabi SAW (A. Djazuli, 2002:38).
Dewasa
ini ternyata bay tal-maal itu tidak
nampak dengan jelas, sehingga pranata ekonomi Islam yang potensial itu tidak
bisa diaplikasikan dalam memobilisasi dana umat khususnya zakat, infaq,
dan shadaqoh.
Profesionalitas pada sebuah Badan Amil Zakat menjadi titik
paling penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, manajemen yang baik dalam
pengelolannya dan amilin (sumber daya manusia) yang ada dalam sebuah Badan Amil Zakat harus menguasai
bidangnya masing dengan displin ilmu yang tepat.
Secara etimologis, kata manajemen
berasal dari bahasa Inggris, management,
yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan.
artinya manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau
kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Islam
memandang manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia itu
memiliki potensi positif yang di lukiskan dengan hanif potensi semacam
ini didasari atas penilaian terhadap manusia, sebagaimana diketahui bahwa ilmu manajemen itu berkembang
sepanjang perkembangan dan perjalanan manusia yang terus akan berubah.
Sedangkan dalam watak hanif ini akan mengiring manusia pada
sifat dasarnya, yaitu cenderung untuk memilih yang baik dan yang benar dalam
kehidupannya. Pada zaman rasulullah sangat banyak manajemen yang dapat diambil
dari kehidupan rasulullah SAW. karena pada dasarnya beliau diutus di muka bumi
ini untuk mengatur tatanan umat manusia supaya selaras dengan aturan-aturan
Allah SWT (Munir dan Wahyu Ilaih, 2009:9).
Manajemen mencakup kegiatan untuk merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan dan mengontrol untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh
individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui
tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan
tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya,
memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari
usaha-usaha mereka (G.Terry, 1993:9).
Sedangkan menurut Hasibuan
(2009:2)
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Manajemen dikatakan sebagai ilmu
karena merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang sitematis dan telah diterima
sebagai kebenaran-kebenaran yang universal. Dengan ilmu manajemen pengelola
organisasi mampu mengenali dan mempelajari masalah-masalah dengan baik, dan
dengan seni manajemen pengelola mampu menentukan sikap dan mengambil keputusan
serta pemecahan masalah secara cepat dan tepat.
Sekalipun definisi-definisi spesifik tentang manajemen
berbeda-beda, namum menurut Winardi (2000:6) ciri-ciri dasar manajemen mencakup hal-hal sebagai
berikut :
1.
Perencanaan (planning)
menyebabkan dipilihnya arah tindakan (rencana-rencana) yang akan mengarahkan
sumber-sumber daya manusia serta alam sesuatu organisasi untuk masa yang akan
datang.
2.
Pengorganisasian (organizing)
mengkombinasi berbagai macam sumber daya manusia dan alam menjadi suatu
keseluruhan yang berarti.
3.
Tindakan
menggerakkan (actuating)
mencakup motivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan dan bentuk-bentuk
pengaruh pribadi lainnya.
4.
Pengawasan (controlling)
meliputi tindakan mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan
standar-standar yang telah digariskan.
Dalam
mengelola suatu organisasi ataupun lembaga manajemen sangatlah penting karena
sebagai suatu kegiatan untuk mencapai tujuan. lembanga yang mengurusi zakat ini merupakan lembaga yang sentral di
kabupaten Garut yang mempunyai struktur dan kepengurusan yang jelas, maka untuk
menjalankan semua itu harus bisa menerapkan manajemen yang bagus dan
melaksanakan kegiatan agar tujuan organisasi bisa tercapai.
Berkaitan dengan manajemen zakat harus
berpedoman dengan prinsip-prinsip dasar manajemen secara professional sebagaimana penerapan ketentuan-ketentuan atau prinsip
dan fungsi manajemen secara umum. Secara operasional dan fungsional manajemen
zakat berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan yang berkaitan dengan zakat
(Ismail Nawawi, 2010:48).
Maka dalam pengelolaannya BAZNAS di Kab.
Garut diharapkan mampu menerapkan manajemen yang profesional dan menyesuaikan
apa yang diharapkan dalam memberdayaan ekonomi khususnya kepada para mustahik
yang potenisal sehinngga bisa menjadi sebuah sentralisasi dalam mendistribusikan zakat produktif yang
efektif dan efisien.
Dalam Undang
Undang
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan pasal 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengorganisasian dalam mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat. selain itu dalam pasal 25 dan 26
zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat Islam. Pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas
dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan.
Selain itu kelahiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat menjadi sejarah penting dalam sejarah pengelolaan
zakat di Indonesia sebagai revisi UU pengelolaan zakat sebelumnya. Undang-undang ini
menjadi tonggak kebangkitan pengelolaan zakat di Indonesia setelah sekian puluh
tahun termarjinalkan dan titik balik terpenting dunia zakat nasional.
Berdasarkan UU No 23 tahun 2011 bahwa pengelolaan zakat dilakukan Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) adalah pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah
dari tingkat nasional sampai kecamatan. Untuk tingkat nasional dibentuk BAZNAS,
tingkat provinsi dibentuk BAZNAS provinsi, tingkat kabupaten/kota dibentuk
BAZNAS Kabupaten/Kota dan tingkat kecamatan dibentuk BAZNAS kecamatan.
Organisasi BAZNAS di semua tingkatan bersifat koordinatif, konsultatif, dan
informatif. Guna tercapainya tujuan yang lebih optimal dalam pengelolaan zakat
untuk kesejahteraan umat, maka dalam UU disebutkan bahwa lembaga pengelola
zakat tidak hanya mengelola zakat, tetapi juga mengelola infaq, shadaqah,
hibah, wasiat, waris dan kafarat. (Kemenag RI, 2012:56).
Supaya
pengorganisasian yang mengurusi zakat dapat berkembang dengan baik,
prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan : (Daud Ali, 2006:65)
1.
Penanggung
jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat tertinggi dalam strata
pemerintahan setempat atau lingkungan tertentu.
2.
Pelaksanaannya
adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh secara
professional
3.
Kebijaksanaan
harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai dasar pengumpulan, dan
pendayagunaan zakat, sumber dan sasarannya pemanfaatannya untuk suatu waktu
tertentu
4.
Program
pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan produktif bagi
pengembangan masyarakat
5.
Usulan proyek
penggunaan dana untuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh lembaga.
Distribusi zakat
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara memberikan kepada orang yang
berhak menerima (mustahik) secara konsumtif dan dapat diberikan dengan
cara produktif atau dengan cara memberikan modal atau zakat dapat
dikembangbangkan dengan pola investasi (Ismail Nawawi, 2010:67).
Pengelolaan
zakat tidak boleh lepas dari sandarannya yang utama yaitu Al-Quran dan Hadits.
Antara lain terdapat dalam:
1.
Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 60
$yJ¯RÎ)
àM»s%y¢Á9$#
Ïä!#ts)àÿù=Ï9
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur
$pkön=tæ
Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur
öNåkæ5qè=è%
Îûur
É>$s%Ìh9$#
tûüÏBÌ»tóø9$#ur
Îûur
È@Î6y
«!$#
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
(
ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$#
3
ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÅ6ym
Artinya
:
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Menurut Masdar Mas’udi (1991) Sasaran distribusi zakat disebutkan
dalam Al-Qur`an surat at-Taubah 60. Dalam ayat tersebut ada 8 kelompok sasaran
pendistribusian zakat yaitu fakir, miskin, amil, mu’allaf, membebaskan
budak (riqab), orang yang berutang (gharimin), fi sabilillah,
dan ibn sabil. Berikut dijelaskan masing-masing dan penafsirannya sesuai
dengan konteks sekarang.
a.
Fakir
dan Miskin
Pada Umumnya para fuqaha menetapkan kebutuhan pokok hanya dalam
tiga hal yaitu pangan, sandang, dan papan, dan kebutuhan tersebut sangat
minimalis atau sekedar untuk bertahan hidup.Untuk konteks sekarang, konsep
kebutuhan pokok seperti itu jelas perlu penyesuaian. Bukan saja kuantitasnya
tetapi juga kualitasnya sehigga dengan kebutuhan pokok tersebut manusia bisa
hidup secara wajar (Mas’udi, 1991:149). Bedanya, kelompok fakir keadaanya lebih
kurang beruntung dibanding dengan kelompok miskin.
1.
Pangan
dengan kandungan kalori dan protein yag memungkinkan pertumbuhan fisik seara
wajar;
2.
Sandang
yang dapat menutupi aurat dan melindungi gangguan cuaca;
3.
Papan
yang dapat memenuhi kebutuhan berlindung dan membina kehidupan keluarga secara
layak;
4.
Pendidikan
yang memungkinkan pihak bersangkutan mengembangkan tiga potensi dasarnya selaku
manusia: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk pembangunan
sarana dan prasarana pertanian sebagai tumpuan kesejahteraan ekonomi rakyat dan
pengairan yang luas, pembangunan sektor industri yang secara langsung
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Di samping itu, dana
zakat juga dapat digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
dasar sampai tinggi untuk setiap warga yang memerlukan, pengadaan sarana dan
prasarana kesehatan bagi rakyat, dan pengadaan sarana dan prasarana lain yang
erat hubungannya dengan usaha menyejahterakan rakyat yang berada pada atau di
bawah garis kemiskinan.
b.
Amilin
Dalam literatur-literatur fiqih yang disebut dengan amil
zakat adalah imam, khalifah atau amir. Hal ini menunjukkan bahwa yang disebut amil
adalah instasi pemerintah yang bertugas secara khusus untuk memungut dan
mengelola zakat.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan hak penerimaan dana
zakat, yang disebut amil adalah orang-orang dan atau fungsi-fungsi yang
terlibat dalam salah satu dari bidang tanggung jawab sebagai berikut (Mas’udi, 1991:151):
Pengontrol kebijakan zakat sebagaimana disepakati oleh rakyat wajib
zakat.
1.
Aparat
pemungut atau pencatat zakat.
2.
Aparat
administrasi perzakatan.
3.
Segenap
aparat departemen teknis yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dengan dana
zakat.
Semua orang yang terlibat dalam salah satu dari empat tugas
tersebut berhak menerima bagian dari dana zakat dalam ukuran yang
disepakati.
c.
Muallaf
Secara harfiah “muallafati qulubuhum” dalam surat at-Taubah:60
berarti orang yang sedang dijinakkan artinya. Dengan meminjam ijtihad Umar,
pembujukan hati tersebut bukan semata bertujuan agar mereka tetap masuk dalam
komunitas Muslim, tetapi lebih agar mereka memilih jalan hidup sesuai dengan
jalan hidup kaum Muslim yang sebenarnya, yaitu jalan hidup yang sesuai dengan
fitrah manusia.
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan untuk
menyadarkan kembali anggota masyarakat yang terperosok ke jalan hidup yang
berlawanan dengan fitrah kemanusiaan seperti penyalahgunaan narkotika dan
sejenisnya.
d.
Riqab
Secara harfiah riqab adalah orang dengan status budak. Untuk
masa sekarang, manusia dengan status budak belian seperti ini sudah tidak ada
lagi.akan tetapi, apabila dilihat maknanya secara lebih dalam arti riqab
merujuk pada kelompok manusia yang tertindas dan dieksploitasi oleh manusia
lain, baik secara personal maupun struktural.
Dengan pengertian ini, dana zakat untuk kategori riqab dapat
digunakan untuk “memerdekakan” orang atau kelompok masyarakat yang sedang dalam
keadaan tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah hidupnya sendiri.
Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk membantu buruh-buruh rendahan
dan kuli-kuli kasar dari hegemoni majikan mereka dan lain-lain (Mas’udi, 1991:156).
e.
Gharimin
Secara harfiah “gharimin” adalah orang-orang yang tertindih
hutang. Untuk konteks sekarang, pengertian ini masih relevan. Akan tetapi, di
samping penggunaan dana zakat yang bersifat kreatif atau memberikan bantuan
setelah terjadinya kebangkrutan atau kepailitan orang yang berutang tersebut,
dana zakat seharusnya juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
kebangkrutan tersebut dengan menyuntikkan dana agar usaha seseorang yang
terancam bangkrut dapat pulih kembali.
f.
Fi
sabilillah
Menurut Mas’udi (1991:159), istilah “fi sabilillah” memiliki
dua pengertian. Dalam pengertian negatif, fi sabilillah berarti
berperang memerangi kekafiran. Sedangkan menurut pengertian positifnya, fi
sabilillah berarti menegakkan “jalan Allah” itu sendiri. Jalan Allah itu
diartikan sebagai “cita kebaikan-kebaikan-Nya yang universal, yang mengatasi
batas kepercayaan, suku, ras, dan batas-batas formal lainnya.”Rinciannya bisa
macam-macam, tetapi pangkalnya adalah kemaslahatan bersama.
g.
Ibnussabil
Para fuqaha selama ini mengartikan ibnussabil sebagai
“musafir yang kehabisan bekal”. Meskipun tidak salah dan masih relevan, namun
pengertian ini sangat sempit. Untuk konteks sekarang, pengertian ibnussabil
dapat dikembangkan bukan sekedar pada “pelancong” yang kehabisan bekal, tetapi
juga terhadap orang atau kelompok masyarakat yang “terpaksa” menanggung
kerugian atau kemalangan ekonomi karena sesuatu yang tidak disengaja seperti
karena bencana alam, wabah penyakit, dan peperangan.
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan tidak saja
untuk keperluan musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan
pengungsi baik karena alasan politik maupun karena alasan lingkungan alam
seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan sebagainya.
Kedelapan kelompok sasaran zakat tersebut dapat dikelompokkan
menjadi lima sasaran yaitu (Oran dan Rashid, 1991:111):
1.
Redistribusi
pendapatan ekonomi dan sosial.
2.
Tujuan-tujuan
politis.
3.
Administrasi
zakat.
4.
Pembiayaan
proyek-proyek sosial.
5.
Kesejahteraan
umum.
2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu
Abbas:
عَنِ اِبْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ (فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ
فِ ي فُقَرَائِهِمْ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ
Dari Ibnu Abbas . bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan
didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka
zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan
dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka" (Beirut : Makhtab at-Tarbiyah al-‘Arabiy li
Dual al Khaliji, 1988 M/1408 H).
Ekonomi dalam perspektif ilmu diartikan dengan cara-cara menghasilkan,
mengedarkan, membagi, dan memakai barang dan jasa dalam masyarakat, selain itu
ekonomi juga berbicara tentang bagaimana cara memperkembangkan cara-cara
tersebut agar produksi semakin tumbuh, sirkulasi semakin mudah dan distribusi
semakin baik, hingga kebutuhan-kebutuhan materi masyarakat bias terpenuhi
sebaiknya (Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, 1985:29).
Sedangkan
masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan
bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir
tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Ralph
Liontin, 1936:91).
F.
Langkah-langkah Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan
dilakukan di kantor BAZNAS
Kabupaten Garut yang beralamat Jl. Otto IskandardinataNo. 276 A Telp. +62 0262 233971 Tarogong
Garut. Pengambilan lokasi di
daerah tersebut mengingat besarnya kemungkinan penelitian dapat dilaksanakan
yaitu dengan melihat data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia
dan untuk mengumpulkan data-data juga tidak terlalu sulit karena di kantor BAZNAS Kab. Garut khususnya untuk manajemen pengelolaan BAZ adanya perbaikan.
Di samping itu hubungan
antara pihak penyusun dengan pihak BAZNAS Kab. Garut terjalin dengan komunikasi baik. Kemudian dilihat
dari pertimbangan kesesuaian dengan latar belakang akademik penyusun,
penelitian ini tepat dilaksanakan mengingat ada korelasi antara penyusun yang
sedang studi tentang Manajemen Dakwah dengan pengambilan judul dan objek
penelitian tersebut.
Dilihat dari pertimbangan
geografis, mudah dijangkau karena tempat tinggal penyusun tidak jauh dari
lokasi penelitian karena penyusun lebih dekat dan dapat dijangkau dengan
kendaran umum maupun pribadi.
2.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena untuk
menggambarkan, memaparkan dan menjelaskan data-data dan informasi tentang optimalisasi pengelolaan di BAZNAS Kab. Garut melalui observasi,
wawancara dan studi kepustakaan yang menyeluruh terhadap objek penelitian. Lalu,
data yang diperoleh dan terkumpul dianalisis. Dengan menggunakan metode
tersebut dapat menghantarkan peneliti dalam perolehan data secara benar, akurat
dan lengkap berdasarkan pengumpulan data dan pengolahan data secara sistematis.
3. Jenis data
Adapun jenis data yang
dikumpulkan berdasarkan penelitian adalah berkaitan dengan:
1.
Data tentang pengelolaan seperti pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat di BAZNAS Kab. Garut.
2.
Data tentang manajemen yang diterapkan dalam mengelola BAZ
sehingga menjadi mobilisasasi ekonomi masyarakat di kabupaten Garut.
4.
Sumber Data
Mengenai sumber-sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti membaginya menjadi dua
bagian:
a. Sumber data primer
Sumber data primer ialah sumber data yang berhubungan
langsung dengan keadaan objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti
menghubungi secara langsung dengan pengurus BAZNAS Kab.Garut.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder ialah
data-data yang digunakan sebagai data penunjang baik berupa buku-buku yang
membahas tentang pengelolaan
pengorganisasian seperti dasar-dasar manajemen, perinsip
perinsip manajemen, juga makalah, paper, artikel, jurnal, atau karya lain yang
membahas tentang pengelolaan dan tafsir Al-Qur’an yang berkaitan dengan objek
kajian ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data,
peneliti menggunakan beberapa teknik yaitu, observasi, wawancara, dokumentasi
dan studi literatur.
a. Observasi
Observasi ini ditujukan pada keadaan umum BAZNAS Kab. Garut, keadaan fisik, dan
aktifitas kegiatan.
Langkah observasi dilakukan untuk mengamati secara
langsung penerapan pengelolaan pada kegiatan-kegiatan di kantor BAZNAS Garut sebagai
lembaga/intansi yang melayani keagamaan khususnya mengenai zakat secara
langsung, karena penelitian akan bersifat deskriptif, maka diperlukan observasi
kelapangan guna mendapatkan gambaran kondisi yang sebenarnya tentang pengelolaan
yang diterapkan di BAZNAS Kab. Garut.
Observasi dilaksanakan karena peneliti merasa, harus
mengetahui objek penelitiannya secara nyata, dari segala aspeknya agar
mempermudah peneliti dalam mengetahui, hambatan-hambatan yang akan dihadapi
dalam penelitian.
b. Wawancara
Peneliti mengumpulkan
data dengan cara mewawancarai secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait, terutama pengurus dan ketua badan amil zakat kabupaten Garut mengenai latar belakang
berdirinya BAZNAS Kab. Garut, serta manajemen yang
digunakan pada saat pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam metode wawancara
peneliti memakai pedoman wawancara berstruktur. Dalam wawancara berstruktur
semua pertanyaan telah dirumuskan dengan cermat secara tertulis sehingga
pewawancara dapat menggunakan daftar pertanyaan itu sewaktu melakukan interview atau jika mungkin menghafalkan
diluar kepala agar percakapan lebih lancar dan wajar.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi ini dilakukan dengan cara mencatat
hasil wawancara, memeriksa, dan mengumpulkan dokumen dan menguji dokumentasi
yang sudah ada yang berkaitan dengan fokus dan masalah penelitian seperti
struktur organisasi, profil keanggotaan, dan dokumen-dokumen kegiatan di BAZNAS
Kab. Garut.
Kemudian hasil dokumentasi dianalisis peneliti yang
diharapkan mampu menjawab rumusan masalah pada penelitian ini.
d. Studi literatur
Tekniknya yaitu dengan
cara memanfaatkan sumber informasi yang terdapat dalam buku-buku untuk menggali
konsep dan teori dasar yang ditentukan oleh para ahli. Khususnya teori-teori
mengenai fungsi manajemen yaitu pengelolaan.
6. Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode
deskriptif analis, deskriptif analitik yaitu metode yang digunakan untuk menyusun data yang
telah dikumpulkan di jelaskan kemudian analisa (Winarno, 1904:190) Analisis data yaitu pengolahan data yang dilakukan
setelah semua data yang berkaitan dengan masalah penelitian yang terkumpul yang
kemudian menjadi data yang bermakna mengarah pada kesimpulan.
Peneliti dalam menganalisis data melakukan beberapa
tahapan dalam pengolahan data sebagai berikut:
a. Data-data yang sudah terkumpul dari hasil penelitian akan
diklasifikasikan sesuai dengan masalah penelitian, baik yang dilakukan melalui
observasi, wawancara atau dokumentasi.
b.
Data-data yang sudah
diklasifikasikan sesuai dengan jenis masalah yang akan dijawab dalam
penelitian.
c.
Data-data yang sudah
diklasifikasikan pembahasan hasil penelitian dibahas dengan menggunakan
análisis kualitatif.
Menarik kesimpulan dan mengklasifikannya, yaitu membandingkan
data yang didapat dari lapangan dengan beberapa teori yang menjadi rujukan,
apakah telah sesuai dengan teori yang menjadi bahan rujukan atau tidak sesuai
dengan teori tersebut.
BAB II
TINJAUAN TENTANG MANAJEMEN DAN DISTRIBUSI ZAKAT
A. ZAKAT
1.
Pengertian Zakat
Di dalam ajaran Islam sebagai ajaran wahyu ada dua tata hubungan
yang harus dipelihara. Pertama, ajaran Islam yang memiliki hubungan vertikal
antara manusia dengan Tuhan. Kedua, ajaran Islam yang memiliki hubungan
horizontal, kaitannya bukan hanya antara manusia dengan Tuhan, melainkan
memiliki hubungan sosial. Keduanya disebut dengan kalimat : hablum minallah
wa hablum minan nas. Salah satu ajaran islam yang memiliki hubungan sosial
adalah zakat, sebagaimana yang telah di katakan Al-Quran dalam surat At-Taubat
ayat 103.
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ (
¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkandan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat
merupakan kata dasar (masdar)
dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan
berkembang, dan seorang itu zaka,
berarti orang itu baik. (Yusuf Qardawi, 2010:34).
Zakat diambil dari kata az-zaka’u yang
berarti an-nama’, at-tahara az-ziyadah dan al-barakah yaitu tumbuh atau
berkembang, suci, bertambah dan barokah (Mu’inan Rafi’, 2011:23).
Sedangkan dari segi terminologi zakat adalah
bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat
kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula.
Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab, haul, dan kadarnya (Daud Ali,
2006:39).
Selain zakat
al-Quran juga mempergunakan istilah shadaqah untuk perbuatan-perbuatan yang
berkenaan dengan harta kekayaan yang dimiliki seseorang. sedangkan infak
menurut pengertian umum adalah mengatur atau mengeluarkan harta untuk memenuhi keperluan
(Wawan Shofwan, 2011:19).
Walaupun tujuannya sama dan didalam al-Qur’an istilah shadaqah
dipakai, baik untuk zakat maupun untuk sedekah biasa, namun kalau dipandang
dari segi hukum seperti telah disinggung di atas, keduanya berbeda.
Perbedaannya itu adalah sebagai berikut : (1) zakat mempunyai fungsi yang jelas
untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya. (2) shadaqah
bukan merupakan suatu kewajiban. sifatnya sukarela dan tidak terikat pada
syarat-syarat tertentu pada pengeluarannya, baik mengenai jumlah, waktu dan
kadarnya (Daud Ali, 2006:320).
2. Dasar Hukum Zakat
Kewajiban zakat atas setiap umat Islam yang
sampai nisab merupakan realisasi dari hukum Islam itu sendiri, bahkan merupakan
hukum kemasyarakatan yang paling tampak diantara semua hukum-hukum Islam. Zakat
yang merupakan rukun Islam ketiga ini disebut dalam Al-Qur’an di 82 ayat atau
tempat, di dalam kitab-kitab hadits, yang kemudian dikembangkan oleh ijtihad manusia
yang memenuhi syarat dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam. Karena itu,
kendatipun istilahnya sama, seringkali rumusan dan pengertiannya berbeda
diantara aliran-aliran hukum tersebut (Daud Ali, 2006:38).
Menurut Mu’inan Rafi’ (2011:26) zakat sebagai
hukum Islam juga merupakan kewajiban yang banyak diperintahkan oleh al-Qur’an
sebagai sumber pertama hukum Islam. Indikasi ini terbukti pada bentuk lapad amar
(perintah) atau intruksi terutama yang dijelaskan dalam surat at-Taubah
(09):103 di atas.
Memahami dari beberapa ayat al-Qur’an yang
menjelaskan perintah zakat sebagai mana di atas, As-Sunnah sebagai sumber kedua
hukum Islam setelah al-Qur’an, secara koheren ikut andil dalam menguatkan
al-Qur’an dengan cara mengupas semua sisi kewajiban Islam yang pokok ini, yaitu
zakat serta aturan dan ruhnya. As-Sunnah memandang zakat bukan hanya sebagai
bagian dari lima rukun Islam saja, melainkan zakat juga merupakan bukti
keimanan dan ungkapan rasa syukur, menghilangkan kemiskinan dan penguji derajat
kecintaan kepada Allah SWT (Mu’inan Rafi’, 2011:29).
Hadits dibawah ini menegaskan uraian di atas,
diantaranya hadits yang disampaikan kepada Mu’az Ibn Jabal ketika Nabi
mengangkatnya sebagai gubernur, wali atau kepala pengadilan Yaman :
بَعَثَنِي
رَسُولُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنّكَ تَأْتِي
قَوْما مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاّ الله وَأَنّي رَسُولُ اللّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ
فَأَعْلِمْهُمْ أَنّ الله افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنّ الله افْتَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدّ فِي فُقَرَائِهِمْ،
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتّقِ
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنّهُ لَيْسَ
بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللّهِ حِجَابٌ
Artinya :
Sesungguhnya Nabi SAW mengutus Mu’az ke Yaman,
maka nabi berkata : sesungguhnya kamu datangi kaum ahli kitab dan ajaklah
mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya adalah
Rasulullah, dan jika mereka sudah taat dan meyakininya, maka beritahulah kepada
mereka sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kalian sadaqah atas harta kalian
diambil dari orang-orang kaya untuk di serahkan (diberikan) kepada orang-orang
fakir diantara kamu, dan jika mereka sudah menjelaskan tentang hal itu, maka
beritahulah sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kalian ssadaqah atas harta
kalian, diambil dari orang-orang kaya untuk diserahkan kepada orang-orang kafir
diantara kamu, dan jika mereka sudah menjalankan tentang hal itu, maka takutlah
atas rizki yang melimpah ruah pada harta kamu dan takutlah terhadap do’anya
orang yang teraniaya, karena sesungguhnya do’anya antara mereka dengan Allah
tidak ada hijab (pembatas) Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut : Makhtab at-Tarbiyah al-‘Arabiy li
Dual al Khaliji, 1988 M/1408 H).
Hadits tersebut menunjukan bahwa Islam dan Iman seseorang harus dibuktikan
dengan amaliah sosial kemasyarakatan, Iman tidaklah sekedar kata-kata melainkan dengan iman kita
harus dapat menunjukan keberadaan dan kebaikan Allah, dengan kata lain iman
seseorang tidak berarti sedikitpun jika tanpa diikuti dengan pengamalan salat
(huungan vertikal atau habl min Allah) dan pembayaran zakat (hubungan
horizontal atau habl min an-nas).
3.
Hikmah dan Tujuannya Zakat
Zakat sebagai lembaga Islam mengandung hikmah
yang bersifat rohaniah dan filosofis. Diantara hikmah itu adalah : (1)
mensyukuri karunia Allah, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan
diri dari sifat kikir dan loba, dengki, iri, serta dosa; (2) melindungi
masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan; (3) mewujudkan rasa
solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia; (4) manifestasi gotong
royong dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa; (5) mengurangi
kefakir miskinan yang merupakan masalah sosial; (6) membina dan mengembangkan
stabilitas sosial (Daud Ali, 2006:41).
Sedangkan tujuan zakat itu sendiri untuk
mengurangi jurang perbedaan dan kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin
sehingga tercipta pemerataan ekonomi dan keadilan. Sebagian harta dari
orang-orang kaya diambil untuk diberikan dan di manfaatkan oleh orang-orang
miskindan diharapkan zakat mampu menciptakan keadilan dan pemerataan ekonomi
dengan berkurangnya mustahiq (Yusuf Qardhawi, 1995:886).
Tujuan zakat yang mulia tidak terbatas, masih
banyak tujuan yang lain dan tidak dapat disampaikan secara rinci antara lain
mengembangkan harta, zakat melatih sikap dermawan dan tanggung jawab sosial.
Mensucikan harta dan lain sebagainya.
Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa tujuan zakat adalah untuk
kemaslahatan individual dan untuk kemaslahatan umum.
B.
MANAJEMEN
ZAKAT
1. Pengertian
Manajemen
Manajemen
adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau
pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau
maksud-maksud yang nyata.
Pelaksanaannya adalah “managing” atau pengelolaan, sedangkan pelaksananya
disebut manager atau pengelola (G.R. Terry, 2009:1)
Secara etimologis, kata manajemen
berasal dari bahasa Inggris, management,
yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan
pengelolaan. Artinya manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh
individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu
tujuan. Islam memandang manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia
itu memiliki potensi positif yang di lukiskan dengan hanif potensi
semacam ini didasari atas penilaian terhadap manusia, sebagaimana diketahui bahwa ilmu manajemen itu berkembang
sepanjang perkembangan dan perjalanan manusia yang terus akan berubah.
Sedangkan dalam watak hanif ini akan mengiring manusia pada
sifat dasarnya, yaitu cenderung untuk memilih yang baik dan yang benar dalam
kehidupannya (Munir dan Wahyu Ilaih, 2009:9).
Sedangkan
secara terminologi terdapat
banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut George R. Terry (2009:2) Manajemen adalah suatu
proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Harold Koontz dan Cyril O’Donnel (2009:3) Manajemen
adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan
demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian.
Sedangkan menurut Malayu Hasibuan (2009:2) Manajemen
adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber yang lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Sekalipun definisi-definisi spesifik tentang manajemen
berbeda-beda, namum menurut Winardi (2000:16) ciri-ciri dasar manajemen
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.
Perencanaan (planning) menyebabkan
dipilihnya arah tindakan (rencana-rencana) yang akan mengarahkan sumber-sumber
daya manusia serta alam sesuatu organisasi untuk masa yang akan datang.
2.
Pengorganisasian (organizing)
mengkombinasi berbagai macam sumber daya manusia dan alam menjadi suatu
keseluruhan yang berarti.
3.
Tindakan
menggerakkan (actuating)
mencakup motivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan dan bentuk-bentuk
pengaruh pribadi lainnya.
4.
Pengawasan (controlling)
meliputi tindakan mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan
standar-standar yang telah digariskan.
Pada dasarnya
kemampuan manusia itu terbatas baik pengetahuan, fisik, material, waktu dan
perhatian sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Maka usaha untuk memenuhi
kebutuhan tersebut mendorong manusia untuk membagi pekerjaan, tugas, dan
tanggung jawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini
maka terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi.
Dalam organisasi ini maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat
diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai.
Sedangkan manajemen yang diartikan sebagai ilmu adalah
anggapan bahwa manajemen merupakan bidang yang harus dipelajari sebagaimana
bidang-bidang keilmuan lainnya (Lilis Sulastri, 2012:13).
Manajemen sebagai ilmu pengetahuan yaitu pengacuan kepada
kebenaran-kebenaran umum. Ilmu pengetahuan bersifat dinamis dari zaman klasik
sampai kontemporer. Sedangkan seni adalah pengetahuan bagaimana mencapai hasil
yang diinginkan. Ia adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan
dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen. Maka
ilmu pengetahuan dan seni manajemen merupakan komplemennya masing-masing (George
R.Terry dan Leslie Rue, 2009:2).
2. Tujuan Manajemen
Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu
mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba
atau pelayanan/pengabdian melalui proses manajemen itu.
Dalam organisasi tujuan yang ingin dicapai selalu
ditetapkan dalam suatu rencana (plan),
karena itu tujuan hendaknya ditetapkan dengan “jelas, realistis, dan cukup
menantang” untuk diperjuangkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki. Dalam
menetapkan tujuan ini harus didasarkan pada analisis, informasi, dan potensi
yang dimiliki serta memilih alternatif-alternatif yang ada. Tujuan organisasi dapat
diketahui dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangganya (ART). (Malayu
Hasibuan, 2009:18).
3. Fungsi-fungsi Manajemen
Manajemen adalah suatu bentuk kerja. Dalam melakukan
pekerjaannya harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, menurut G.R.Terry
dan Leslie W Rue (2009:9) ada lima fungsi utama dalam manajemen yang terdiri
dari :
1)
Planning – menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat
mencapai tujuan-tujuan itu.
2)
Organizing – mengelompokan dan menentukan berbagai
kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
itu.
3)
Staffing – menentukan keperluan-keperluan sumber daya
manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
4)
Motivating – mengarahkan atau menyalurkan perilaku
manusia kearah tujuan-tujuan.
5)
Controlling – mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan,
menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil
tindakan-tindakan korektif dimana perlu.
4. Manajemen Zakat Sebuah Konsep
Keberadaan manajemen karena adanya tuntutan pengaturan
dalam kehidupan masyarakat, kebutuhan negara menjalankan fungsi dan tanggung
jawab terhadap rakyat dan aspek-aspek kehidupan yang lainnya. Menurut
Hafidhuddin dan Henri Tanjung (2003:19) mengatakan apabila kita membicarakan
manajemen, maka perlu kita menyadari bahwa manajemen telah begitu ada dalam
kehidupan ini.
Menurut Kast dan James E Rosenzweig dalam Ismail Nawawi
(2010:46) manajemen adalah pekerjaan mental (pikiran intuisi, perasaan) yang
dilaksanakan oleh orang-orang dalam konteks organisasi. Manajemen adalah sub
sistem kunci dalam sistem organisasi dan merupakan kekuatan vital yang
menghubungkan semua sistem lainnya. Manajemen mencakup hal-hal sebagai berikut
:
1.
Mengkoordinasikan sumber daya manusia, material dan
keuangan kearah tercapainya organisasi secara efektif dan efisien.
2.
Menghubungkan organisasi dengan lingkungan luar dan
menanggapi kebutuhan masyarakat.
3.
Mengembangkan iklim organisasi dimana orang dapat
mengejar sasaran perseorangan (Individual) dan sasaran bersama (collective).
4.
Melaksanakan fungsi tertentu yang dapat ditetapkan
seperti menentkan sasaran, merencanakan merakit sumber daya, mengorganisir,
melaksanakan, dan mengawasi.
5.
Melaksanakan berbagai peranan antar pribadi informasional
dan memutuskan (decisional).
Berkaitan
dengan manajemen zakat dengan kerangka pemikiran sebagaimana diatas harus berpedoman
dengan prinsip-prinsip dasar manajemen secara professional sebagaimana penerapan ketentuan-ketentuan atau prinsip
dan fungsi manajemen secara umum. Secara operasional dan fungsional manajemen
zakat dijelaskan secaara terperinci yang berkaitan dengan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang berkaitan dengan zakat
(Ismail Nawawi, 2010:47).
a.
Perencanaan Zakat
Secara konseptual
perencanaan adalah proses pemikiran penentuan sasaran dan tujuan yang ingin
dicapai, tindakan yang harus dilaksanakan, bentuk organisasi yang tetap ntuk
mencapainya dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang
hendak dilaksanakan oleh badan/lembaga amil zakat (Ismail Nawawi, 2010:48).
Terkait dengan
perencanaan zakat Ismail Nawawi (2010:48) menguraikan kegiatan dengan proses sebagai berikut :
1.
Menetapkan sasaran dan tujuan zakat. sasaran zakat berkaitan dengan orang
yang berkewajiban zakat (muzzaki) dan orang yang berhak mendapatkan zakat
(mustahik). Sedangkan tujuan adalah menyantuni orang yang berhak agar terpenuhi
kebutuhan dasarnya atau meringankan beban mereka.
2.
Menetapkan bentuk organisasi atau kelembagaan zakat yang sesuai dengan
tingkat kebutuhan yang hendak dicapai dalam pengelolaan zakat.
3.
Menetapkan cara melakukan penggalian sumber dan distribusi zakat.
4.
Menentukan waktu untuk penggalian sumber zakat dan waktu untuk
mendistribusikan zakat dengan skala prioritas.
5.
Menetapkan amil atau pengelola zakat dengan menentukan orang yang mempunyai
komitmen, kompetensi, mindset dan profesionalisme untuk pengelolaan zakat.
6.
Menetapkan sistem pengawasan terhadap pelaksanaan zakat, baik mulai dari
pembuatan perencanaan, pembuatan pelaksanaan, pengembangan terus menerus secara
berkesinambungan.
Dari perencanaan tersebut, kemudian dibuatlah program
kerja yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kelembagaan zakat yang telah
ditetapkan. Tugas utama dalam merancang bangun kegiatan zakat harus disesuaikan
dengan lingkungan kerjanya agar dapat membantu menciptakan efisiensi,
efektivitas dan dilakukan secara rasional (Ismail Nawawi, 2010:49).
b.
Pengorganisasian Pengelola Zakat
Organisasi adalah wadah menentukan
bentuk manajemen bersifat dinamis sebab merupakan kegiatan di dalam batas wadah
dimana kegiatan berada. Kegiatan ini bias berupa pembagian pekerjaan siapa
melakukan apa, dimana, bagaimana, kapan, bias juga berupa pengaturan wewenang
penentuan cara-cara kerja (Kemenag RI, 2012:82).
Organisasi Islam
sangat memperhatikan dan mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu
secara terorganisir secara baik dan rapi.
Kast dan James E Rosenzweig (2002:21) organisasi didefinisikan sebagai sekelompok
orang yang terikat formal dalam hubungan atasan dan bawahan yang bekerjasama
untuk mencapai tujuan bersama pula. Organisasi dapat disoroti dari dua sudut
pandang yaitu sebagai wadah berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi
antara orang-orang yang terdapat didalamnya.
Sementara itu organisasi sebagai wadah atau sub sistem sebagai proses yang
menggambarkan aktivitas yang sedang, akan, dan telah dilaksanakan oleh manusia
yang bergabung dalam sebuah organisasi yang bersifat
sosial. Organisasi dikatakan berhubungan dengan aspek sosial, karena memang
subjek dan objeknya manusia yang diikat oleh nilai-nilai tertentu. Nilai adalah
hakikat moralitas kehendak untuk memenuhi kewajiban manusia, baik dalam
organisasi formal maupun organisasi informal (Ismail Nawawi, 2010:50).
Berkaitan dengan pengelolaan dan pengorganisasian zakat di Indonesia, pemerintah
dengan DPR menerbitkan UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Kemudian
Undang-Undang tersebut, disempurnakan dengan UU No.373 tahun 2003 tentang
pelaksanaan dan UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Namun pada
akhirnya UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di gantikan dengan UU
No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Dalam UU Zakat tersebut ditentukan kewenangan
Lembaga Pengelola zakat yang dibentuk oleh Pemerintah disebut Badan Amil Zakat Nasional
dikenal dengan BAZNAS, sedangkan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dikenal
dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
1)
Badan Amil Zakat (BAZ)
Institusi ini sebelumnya
biasa disebut dengan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah). Sedangkan
pengertian BAZIS secara istilah antara lain ditemukan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
dalam Negri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil
Zakat, Infaq, dan Sedekah. Dalam Pasal 1 SKB tersebut disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan BAZIS adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola
penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq, dan sedekah
secara berdaya guna dan berhasil guna.
Agar Pengelolaan zakat dapat
tersentralisasi dengan lahirnya Undang-undang nomor 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Ibu
kota, Provinsi, dan kabupaten/Kota. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam melaksanakan tugasnya
BAZNAS menyelenggarakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
pelaporan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
a) Struktur Organisasi
Badan Amil Zakat
Susunan organisasi BAZ,
menurut keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 Pasal 3, 4, 5 dan 6,
sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Dewan Pertimbangan, komisi pengawas, dan badan
pelaksana. Dewan Pertimbangan atau biasa disebut dengan unsur pembina adalah
pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Untuk pembina tingkat
pusat adalah menteri Agama dan tingkat Daerah adalah Gubernur, Bupati,
Walikota, Camat dan Kepala Desa/Lurah.
b)
Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil
Zakat
Dewan
Pertimbangan fungsinya yaitu memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan
rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan
Amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan manajerial. Sedangkan tugas pokoknya
memberikan garis-garis kebijakan umum BAZ, mengesahkan rencana kerja dari badan
pelaksana, dan komisi pengawas, mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun
tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus BAZ,
memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja badan pelaksana dan
komisi pengawas, dan menunjuk akuntan publik.
Komisi
Pengawas fungsinya yaitu sebagai pengawas internal lembaga atas operasional
kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Tugas pokoknya mengawasi
pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan, mengawasi pelaksanaan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dewan petimbangan, mengawasi
operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, melakukan pelaksanaan
operasional dan pemeriksaan syari’ah.
Sebagai
pelaksana pengelola zakat, Badan Pelaksana mempunyai tugas pokok diantaranya :
1.
Membuat rencana kerja
2.
Melaksanakan operasional pengelolaan zakat
sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan
3.
Menyusun laporan tahunan.
4.
Menyampaikan laporan pertanggung jawaban
kepada pemerintah.
5.
Bertindak dan bertanggung jaawab untuk dan
atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.
Salah
satu tugas pentin lain dari lembaga pengelola zakat adalah melakukan sosialisai
tentang zakat kepada masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan,
melalui berbagai forum dan media, seperti khtbah jum’at, majelis ta’lim,
seminar, diskusi dan lokakarya, melalui media, surat kabar, majalah, radio,
internet maupun televisi (Ismail Nawawi, 2010:54).
2)
Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Pengertian tersebut dapat
ditemukan pula dalam UU Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. dalam
pasal 18 pembentukan LAZ wajib mendapat izin mentri atau pejabat yang ditunjuk
oleh menteri. Dan harus memenuhi persyaratan paling sedikit :
a.
Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan
Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b.
Berbentuk lembaga dan berbadan hukum;
c.
Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d.
Memiliki pengawas syariat;
e.
Memiliki kemampuan teknis, administratif dan
keuangan untuk maelaksanakan kegiatannya;
f.
Bersifat nirlaba;
g.
Memiliki program untuk mendayagunakan zakat
bagi kesejahteraan umat; dan
h.
Bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan
secara berkala.
c.
Pelaksanaan Kegiatan Zakat
Dalam
pelaksanaan pengelolaan zakat diperlukan pengelola zakat secara profesional,
mempunyai kompetensi dan komitmen sesuai dengan kegiatan yang dilakukan (Nawawi
Ismail, 2010:54).
Pelaksanaan sebagai salah
satu fungsi dari pada manajemen adalah merupakan fungsi penggerak. Untuk
keperluan ini dibutuhkan orang-orang yang menggerakkan, pihak-pihak inilah yang
membimbing kegiatan-kegiatan dalam rangka kerjasama itu akan berjalan secara tidak
terkendali sehingga tidak sesuai dengan maksud dan tujuan daripada rganisasi.
Agar maksud di atas dapat dicapai diperlukan adanya leadership yang mencakup
pembimbingan, pembinaan, dan penggerakkan. Dalam segi eksternal, kepemimpinan
tergantung pada suatu kelompok kepada siapa pejabat itu harus bertanggung
jawab. Karena pada dasarnya kelompok itulah yang menugaskannya sebagai
pimpinan, sehingga dengan demikian ia harus taat dan bertanggung jawab pada
kelompok yang menentukannya. Ia harus berusaha agar kehendak tadi dapat
dilaksanakan dengan efektif dan efisien kearah tujuan yang telah ditetapkan
(Kemenag RI, 2012:83).
Dalam
berkaitan ini Ismail Nawawi (2010:54) menguraikan bahwa kriteria pelaksan zakat
dan kriteria pemimpin badan/lembaga amil zakat sebagai berikut :
1)
Penentuan Kriteria Pelaksan Zakat
Dalam
menentukan petugas pelaksana (amil) zakat harus memenuhi berbagai
kriteria sebagaimana yang dikemukakan oleh Qardawi (1991:596) menyatakan bahwa
seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki
beberapa persyaratan sebagai berikut :
1.
Beragama Islam. Zakat adalah salah satu
urusan utama kaum muslimin yang termasuk Rukun Islam ketiga, karena itu sudah
saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.
2.
Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal
pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.
3.
Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini
sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Dalam Al-Qur’an
dikisahkan sifat utama Nabi Yusuf a.s. yang mendapatkan kepercayaan menjadi
bendaharawan negara mesir, yang saat itu mesir dilanda musim paceklik sebagai
akibat dari musim kemarau yang panjang. Beliau berhasil membangun kembali
kesejahteraan masyarakat, karena kemampuannya menjaga amanah.
4.
Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang
menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan
zakat kepada masyarakat.
5.
Memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
d. Pengawasan Zakat
Pengawasan adalah meliputi
penelitian, pengendalian dan pengamatan dan pemeriksaan. Tujuan dari pengawasan
ialah untuk mengetahui sampai sejauh mana usaha kerjasama itu dapat
diselenggarakan, apakah pelaksanaan kegiatannya itu sesuai dengan
perencanaannya dan pelaksanaannya.
Secara konseptual dan
operasional pengawasan adalah suatu upaya sistematis, untuk menetapkan kinerja
standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk
membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan untuk
menetapkan apakah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur signifikasi
penyimpangan tersebut untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya badan atau lembaga amil zakat telah digunakan
seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan badan atau lembaga amil
zakat (Ismail Nawawi, 2010:65)
Secara manajerial pengawasan
zakat adalah mengukur dan memperbaiki kinerja amil zakat guna memastikan bahwa
tujuan badan atau lembaga amil zakat semua tingkat dan rencana yang telah
dirancang untuk mencapainya yang telah sedang dilaksanakan (Ismail Nawawi,
2010:65).
Jadi pola pengawasan yang
digunakan seperti hal nya di atas, yaitu menetapkan sistem dan standar
operasional pengawasan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditentukan,
dan mengukur kinerja atau mengevaluasi kinerja dengan standar yang telah
dilakukan.
C.
Pendistribusian dan Pengembangan Zakat
Distribusi zakat dapat dilakukan dengan dua pola yaitu dengan pola
memberikan kepada orang yang berhak menerima (mustahik) secara komsumtif dan dapat diberikan dengan cara
produktif atau dengan cara memberikan modal atau zakat dapat dikembangkan
dengan pola investasi (Ismail Nawawi, 2010:67).
1.
Implementasi Distribusi Zakat
Zakat yang sudah terkumpul dan yang dikelola oleh badan amil zakat
baik dari badan amil zakat (BAZ) harus disalurkan kepada para penerima hak
zakat (mustahik) sebagaimana tergambar dalam surah at-taubah : 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# (
ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3
ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
merreka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah mamha mengetahui lagi maha bijaksana.
Menurut Masdar Mas’udi (1991) sasaran distribusi zakat disebutkan
dalam Al-Qur`an surat at-Taubah:60. Dalam ayat tersebut ada 8 kelompok sasaran
pendistribusian zakat yaitu fakir, miskin, amil, mu’allaf, membebaskan budak (riqab),
orang yang berutang (gharimin), fi sabilillah, dan ibn sabil.
Berikut dijelaskan masing-masing dan penafsirannya sesuai dengan konteks
sekarang.
a.
Fakir dan Miskin
Pada Umumnya para fuqaha menetapkan kebutuhan pokok hanya dalam
tiga hal yaitu pangan, sandang, dan papan, dan kebutuhan tersebut sangat
minimalis atau sekedar untuk bertahan hidup.Untuk konteks sekarang, konsep
kebutuhan pokok seperti itu jelas perlu penyesuaian. Bukan saja kuantitasnya
tetapi juga kualitasnya sehigga dengan kebutuhan pokok tersebut manusia bisa
hidup secara wajar (Mas’udi, 1991:149). Bedanya, kelompok fakir keadaanya lebih
kurang beruntung dibanding dengan kelompok miskin.
1.
Pangan
dengan kandungan kalori dan protein yag memungkinkan pertumbuhan fisik seara
wajar;
2.
Sandang
yang dapat menutupi aurat dan melindungi gangguan cuaca;
3.
Papan
yang dapat memenuhi kebutuhan berlindung dan membina kehidupan keluarga secara
layak;
4.
Pendidikan
yang memungkinkan pihak bersangkutan mengembangkan tiga potensi dasarnya selaku
manusia: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk pembangunan sarana
dan prasarana pertanian sebagai tumpuan kesejahteraan ekonomi rakyat dan
pengairan yang luas, pembangunan sektor industri yang secara langsung
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Di samping itu, dana
zakat juga dapat digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
dasar sampai tinggi untuk setiap warga yang memerlukan, pengadaan sarana dan
prasarana kesehatan bagi rakyat, dan pengadaan sarana dan prasarana lain yang
erat hubungannya dengan usaha menyejahterakan rakyat yang berada pada atau di
bawah garis kemiskinan.
b.
Amilin
Dalam literatur-literatur fiqih yang disebut dengan amil zakat
adalah imam, khalifah atau amir. Hal ini menunjukkan bahwa yang disebut amil
adalah instasi pemerintah yang bertugas secara khusus untuk memungut dan
mengelola zakat.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan hak penerimaan dana
zakat, yang disebut amil adalah orang-orang dan atau fungsi-fungsi yang
terlibat dalam salah satu dari bidang tanggung jawab sebagai berikut (Mas’udi,
1991:151):
Pengontrol kebijakan zakat sebagaimana disepakati oleh rakyat wajib
zakat.
1.
Aparat
pemungut atau pencatat zakat.
2.
Aparat
administrasi perzakatan.
3.
Segenap
aparat departemen teknis yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dengan dana
zakat.
Semua orang yang terlibat dalam salah satu dari empat tugas
tersebut berhak menerima bagian dari dana zakat dalam ukuran yang
disepakati.
c.
Muallaf
Secara harfiah “muallafati qulubuhum” dalam surat at-Taubah:60
berarti orang yang sedang dijinakkan artinya. Dengan meminjam ijtihad Umar,
pembujukan hati tersebut bukan semata bertujuan agar mereka tetap masuk dalam
komunitas Muslim, tetapi lebih agar mereka memilih jalan hidup sesuai dengan
jalan hidup kaum Muslim yang sebenarnya, yaitu jalan hidup yang sesuai dengan
fitrah manusia.
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan untuk
menyadarkan kembali anggota masyarakat yang terperosok ke jalan hidup yang
berlawanan dengan fitrah kemanusiaan seperti penyalahgunaan narkotika dan
sejenisnya.
d.
Riqab
Secara harfiah riqab adalah orang dengan status budak. Untuk masa
sekarang, manusia dengan status budak belian seperti ini sudah tidak ada lagi.akan
tetapi, apabila dilihat maknanya secara lebih dalam arti riqab merujuk
pada kelompok manusia yang tertindas dan dieksploitasi oleh manusia lain, baik
secara personal maupun struktural.
Dengan pengertian ini, dana zakat untuk kategori riqāb dapat
digunakan untuk “memerdekakan” orang atau kelompok masyarakat yang sedang dalam
keadaan tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah hidupnya sendiri.
Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk membantu buruh-buruh rendahan
dan kuli-kuli kasar dari hegemoni majikan mereka dan lain-lain (Mas’udi, 1991:156).
e.
Gharimin
Secara harfiah “gharimin” adalah orang-orang yang tertindih
hutang. Untuk konteks sekarang, pengertian ini masih relevan. Akan tetapi, di
samping penggunaan dana zakat yang bersifat kreatif atau memberikan bantuan
setelah terjadinya kebangkrutan atau kepailitan orang yang berutang tersebut,
dana zakat seharusnya juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
kebangkrutan tersebut dengan menyuntikkan dana agar usaha seseorang yang
terancam bangkrut dapat pulih kembali dan tidak jadi pailit.
f.
Fi sabilillah
Menurut Mas’udi (1991), istilah “fi sabilillah” memiliki dua
pengertian. Dalam pengertian negatif, fi sabilillah berarti berperang
memerangi kekafiran. Sedangkan menurut pengertian positifnya, fi sabilillah
berarti menegakkan “jalan Allah” itu sendiri (Mas’udi, 1991:159). Jalan Allah
itu diartikan sebagai “cita kebaikan-kebaikan-Nya yang universal, yang
mengatasi batas kepercayaan, suku, ras, dan batas-batas formal
lainnya.”Rinciannya bisa macam-macam, tetapi pangkalnya adalah kemaslahatan
bersama.
g.
Ibnussabil
Para fuqaha selama ini mengartikan ibnussabil sebagai “musafir yang kehabisan bekal”. Meskipun tidak salah dan
masih relevan, namun pengertian ini sangat sempit. Untuk konteks sekarang, pengertian
ibnu sabil dapat dikembangkan bukan sekedar pada “pelancong” yang kehabisan
bekal, tetapi juga terhadap orang atau kelompok masyarakat yang “terpaksa”
menanggung kerugian atau kemalangan ekonomi karena sesuatu yang tidak disengaja
seperti karena bencana alam, wabah penyakit, dan peperangan.
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan tidak saja
untuk keperluan musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan
pengungsi baik karena alasan politik maupun karena alasan lingkungan alam
seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan sebagainya.
Kedelapan kelompok sasaran zakat tersebut dapat dikelompokkan
menjadi lima sasaran yaitu (Oran dan Rashid, 1991:111):
1.
Redistribusi
pendapatan ekonomi dan sosial.
2.
Tujuan-tujuan
politis.
3.
Administrasi
zakat.
4.
Pembiayaan
proyek-proyek sosial.
5.
Kesejahteraan
umum.
2.
Pengembangan Pola Distribusi Zakat
Sebagai mana telah disebutkan diatas, zakat dapat diberikan secara
konsuntif dan dapat diberikan secara produktif. Adapun penyaluran secara
produktif sebagaimana yang pernah terjadi di zaman Rasulullah saw yang
dikemukakan dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin
Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah sawt telah memberikan kepadanya zakat lalu
menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi (Ismail Nawawi, 2010:76).
Dalam kaitn dengan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapat
pendapat yang menarik sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf Al-Qardhawi dalam fiqh zakat bahwa pemerintah Islam
diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang
zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir
miskin, sehngga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa (Ismail
Nawawi, 2010:76).
Pengganti pemerintah untuk saat ini dapat diperankan oleh Badan
Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang kuat, amanah dan professional. BAZ atau
LAZ, jika memberikan zakat yang bersifat produktif harus pula melakukan pembinaan/pendampingan
kepada para mustahik agar kegiatan
usahanya dapat berjalan dengan baik, dan agar para mustahik semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamannya.
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat dalam mendistribusikan
zakat, adalah menyusun skala prioritas berdasarkan program-program yang disusun
berdasarkan data-data yang akurat. Karena Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil
Zakat ini jumlahnya semakin banyak, maka tampaknya perlu semacam spesialisasi
dari masing-masing lembaga. Misalnya Lembaga Zakat A mengkhususkan
program-programnya untuk usaha produktif. Lembaga Zakat B pada pemberian
beasiswa dan pelatihan-pelatihan. Lembaga Zakat C pada pembangunan sarana dan
prasarana, dan lain sebagainya. Sinergi dan kerjasama yang saling memperkuat,
tampaknya semakin dibutuhkan saat ini, karena terbatasnya dana zakat, infak,
dan sedekah yang terkumpul, sementara jumlah penerima zakat (mustahik) semakin banyak.
Adapun tujuan dari pengembangan pola
distribusi zakat produktif untuk didayagunakan antara lain sebagai berikut (Kemenag
RI, 2012:218):
a. Memperbaiki
Taraf Hidup
Rakyat Indonesia masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan, dan
akibat dari itu juga, maka masalah kebodohan dan kesempatan memperoleh
pendidikan masih merupakan masalah serius yang harus dipecahkan. Pemberdayaan
zakat dalam rangka memperbaiki taraf hidup :
1) Petani Kecil dan Buruh Tani
Untuk meningkatkan taraf hidup mereka, usaha yang dapat dilakukan yaitu
memberikan pengetahuan tentang home industri. Tentang home industri apa yang harus
disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya. Maksudnya dengan pengetahuan itu
diharapkan mereka dapat menciptakan usaha yang dapat menambah penghasilan.
Kedua, memberikan modal baik berupa uang (untuk usaha) atau diberikan ternak
kambing, sapi, kerbau dan lain sebagainya.
2)
Nelayan
Para nelayan itu diberi modal baik berupa
peralatan dan membantu mengeluarkan pemasarannya.
3)
Pedagang atau
Pengusaha Kecil
Memberikan pengetahuan tentang sistem manajemen,
bimbingan atau penyuluhan, sehingga mereka akan mampu mengelola usahanya dengan
baik. Selanjutnya memberikan pinjaman modal untuk dapat mengembangkan usahanya.
b.
Mengatasi
Ketenagakerjaan atau Pengangguran
Seperti halnya usaha mengurang kemiskinan, maka
usaha menanggulangi pengangguran atau memecahkan persoalan angkatan kerja itu
dapat dilakukan :
1)
Kegiatan yang
sifatnya memberikan motivasi untuk berwirausaha kepada para angkatan kerja
dengan memberikan pengetahuan tentang berbagai macam keterampilan, seperti
jahit-menjahit pertukangan dan lain sebagainya.
2)
Kegiatan yang
sifatnya memberikan motivasi untuk berniaga, dengan memberikan pengetahuan
tentang usaha dagang.
3)
Memberikan
permodalan untuk menindak lanjuti kegiatan-kegiatan di atas.
c.
Pendayagunaan
1)
Memberikan motivasi
kepada wajib zakat sehingga tumbuh kesadaran untuk menunaikan kewajibannya
dengan memberikan penjelasan untuk apa zakat tersebut akan dimanfaatkan
2)
Pembinaan mustahik
(seperti memberikan atau membekali mereka dengan pengetahuan-pengetahuan yang
sangat berguna).
d.
Pendidikan dan
Beasiswa
Dalam hal ini program-program yang dapat
dilakukan pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua : pertama, memberikan
bantuan kepada organisasi atau yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan
baik berupa uang atau sarana pendidikan yang mendesak untuk segera disediakan.
Kedua, memberikan bantuan biaya sekolah kepada anak-anak tertentu atau sifatnya
tetap dalam beasiswa kepada beberapa anak, sehingga ia dapat melanjutkan
sekolah atau belajar sampai jenjang tertentu yang ditetapkan oleh pengelola
atau pengusrus BAZNAS.
e.
Proyek Kesehatan
Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah
mendirikan poliklinik, hal ini di daerah perkotaan telah banyak dilakukan,
tetapi apabila dirintis di daerah pedesaan tentunya akan sangat besar perannya
bagi pelayanan kesehatan untuk masyarakat kecil.
Pendistribusian zakat secara produktif, disamping berpedoman dari
hadist yang disampaikan oleh RAsulullah SAW sebagaimana diatas, juga berpedoman
terhadap pendapat para ahli tafsir, hadist dan pendapat para fuqaha’. Para ahli tafsir memberikan penafsiran
terhadap ayat 60 surat At-Taubah yang berkaitan dengan sabilillah. di dalam
Tafsir Maraghi disebutkan, bahwa yang dimaksud FiSabilillah adalah jalan yang ditempuh
menuju ridha Allah, yaitu orang-orang yang berperang dan petugas-petugas yang
menjaga perbatasan.Oleh Imam Ahmad diperluas lagi pengertiannya, yaitu
menyantuni para Jemaah haji, karena melaksanakan ibadah haji itu termasuk
berjuang dijalan Allah. Demikian pula termasuk ke dalam pengertian Fi Sabilillah semua bentuk kebaikan
seperti mengkafani oaring yang meninggl dunia, membuat jembatan, membuat
benteng pertahanan dan memakmurkan masjid dalam pengertian yang luas seperti
membangun dan memugar masjid. Kalau dikaitkan dengan perang, maka cakupannya
lebih luas lagi, yaitu menyangkut dengan persenjataan dan sarana-sarana lainnya
yang dilakukan selama peperangan (Nawawi Ismail,
2010:77).
3.
Pemberdayaan Kemiskinan Melalui Zakat
Dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an ditemukan, agar nasib orang fakir
dan orang miskin itu diperhatikan benar, karena itulah di antara misi agama
Allah itu diturunkan ke atas dunia ini.Orang fakir yang sengsara harus
diperhatikan. Kefakiran itu perlu diperangi dan dihilangkan, karena bisa
merusak iman (akidah).
Dalam pemberdayaan kemiskinan menurut Ismail
Nawawi (2010:82) jalan yang
dapat ditempuh ada dua cara yaitu:
a.
Menyantuni
mereka dengan memberikan dana (zakat) yang sifatnya konsumtif , atau dengan
cara,
b.
Memberikan
modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan dikembangan. Sebenarnnya, bila
kita memperhatikan keadaan fakir miskin,
maka tetap ada zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinan melaksanakan zakat
produktif.
Pemberian modal kepada perorangan harus dipertimbangkan dengan
matang oleh Amil. Apakah mampu orang tersebut mengolah dana
yang diberikan itu, sehngga pada satu saat dia tidak lagi menggantungkan
hidupnya kepada orang lain, termasuk mengharapkan zakat. Apabila hal ini dapat
dikelola dengan baik atas pengawasan dari Amil (bila memungkinkan) maka secara
berangsur-angsur, orang yang tidak punya menjdi Muzakki (pemberi zakat), bukan
lagi sebagai penerima.
Sekiranya usaha itu dikelola secara kolektif, maka orang-orang
fakir miskin yang mampu bekerja menurut keahliannya (keterampilan)
masing-masing, mesti diikursertakan. Dengan demikian jaminan (biaya)
sehari-hari dapat diambil dari usaha bersama itu. Apabila usaha itu
berhasil (beruntung), maka mereka
menikmati bersama juga hasilnya itu. Hal ini tentu memrlukan manajemen yang
teratur rapid an sebagai pimpinannya dapat ditunjuk dari kalangan orang-orang
yang tidak mampu itu (fakir miskin) atau ditunjuk orang lain yang ikhlas
beramal membantu mereka. Apabila persoalan ini ditangani dengan
sungguh-sungguh, kita optimis akan keberhasilannya kendatipun mereka belum dapat
sebagai muzakki, tetapi sekuraang-kurangnya idak menjadi bebrakan lagi bagi
anggota masyarakat (Ismail Nawawi, 2010:83).
BAB
III
OPTIMALISASI
PENGELOLAAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL KABUPATEN GARUT
A. Gambaran
Umum Baznas Kabupaten Garut
1.
Latar Belakang Pendirian BAZNAS Kabupaten
Garut
Badan Amil Zakat Nasional merupakan lembaga yang berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional yang memiliki fungsi
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pelaporan pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan serta pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat
Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Garut adalah Badan Amil zakat yang dibentuk oleh Pemerintah
Kabupaten Garut terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas
mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan
zakat sesuai dengan ketentuan Agama. Pembentukan organisasi dan kepengurusan BAZIS di Kabupaten Garut sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku
serta berdasarkan aspirasi dan kesepakatan para Alim Ulama dan Tokoh Masyarakat
yang difasilitasi oleh masing masing instansi terkait pada tingkatan wilayah
tertentu.
a. Visi Misi dan Tujuan
Visi BAZNAS Kabupaten
Garut yaitu " Institusi Mandiri Menuju Warga Sejahtera". Sedangkan Misinya yaitu
:
1. Membangun Lembaga dan sistem manajemen zakat
yang profesional dan akuntabel
2. Meningkatkan kesadaran
warga peduli zakat, infak dan shadaqah
3. Meningkatkan peran zakat
sebagai wujud partisipasi pembangunan daerah bidang kesejahteraan dan
kemandirian warga.
Sedangkan Tujuan BAZNAS
Kabupaten Garut yaitu :
1. Mewujudkan Kab. Garut
sebagai penopang daerah zakat di Provinsi
Jawa Barat
2. Meningkatkan jumlah
Muzaki, Munfiq dan Mutashadiq dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan keadilan sosial
3. Mewujudkan pelayanan ZIS
yang berkualitas tepat sasaran dan berdaya sesuai dengan tuntunan Agama
b. Landasan Yuridis
1. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
2. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan Keagamaan
yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan Bruto
3. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5508
4. Keputusan Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1991 dan Nomor 47
Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah
5. Keputusan Menteri Agama
Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
6. Intruksi Menteri dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan umum Badan Amil Zakat, Infaq dan
Shadaqah
7. Keputusan Dirjen Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor : D/291/2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Zakat
8. Peraturan Daerah Kabupaten
Garut Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah
9. Keputusan Bupati Nomor 103
Tahun 2003 tentang pembentukan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi BAZ
Kab. Garut
10. Keputusan Bupati Garut
Nomor 451.12/Kep.498. Admkesra/2010 tentang
Pembentukan Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Amil
Zakat Kabupaten Garut Periode 2010-2013.
c. Struktur
Organisasi
Susunan
Kepengurusan terdiri dari Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan
Pelaksana. Berdasarkan keputusan Bupati Garut No 451.12/kep.498. Admkesra/2010
tanggal 04 bulan November tahun 2010. Susunan keanggotaan dewan pertimbangan,
komisi pengawas dan badan pelaksana badan amil zakat Kabupaten Garut periode
2010-2013.
DEWAN
PERTIMBANGAN
|
BADAN
PELAKSANA
|
KOMISI
PENGAWAS
|
KETUA
|
KETUA
|
KETUA
|
SEKRETARIS
|
BENDAHARA
|
W. KETUA
|
SEKRETARIS
|
ANGGOTA
5 Orang
|
ANGGOTA
4 Orang
|
Koordinator
Bidang Pendistribusian
|
Koordinator
Bidang Pendayagunaan
|
Koordinator
Bidang LITBANG
|
Koordinator
Bidang Pengumpulan
|
Anggota Bidang
|
Gambar 3.1
Struktur
organisasi BAZNAS Garut
A.
Dewan Pertimbangan
Ketua :
Wakil Bupati
Wakil ketua :
Ketua MUI kabupaten Garut
Wakil Ketua :
Kepala Kantor KEMENAG Garut
Anggota :
1. Drs. H. Abdul Muiz Hamzah, M.Si
2. Drs. H. Djohan Djauhari, SH, M.H
3. Drs. KH. M Agus Soleh
4. H. Iyep Komarudin
5. Drs. A. Suparman
B.
Komisi Pengawas
Ketua :
Drs. H Suryani, M.Si
Wakil Ketua :
H. R. E. Trenggana
Sekretaris :
Imam Solehudin, ST, M.Si
Anggota :
1. Drs. H. Haetami AM, M.M.Pd
2. Drs. Dede rahmat
3. Drs. H. Nandang Lukmanulhakim, M.Si
4. H. E. Munawar
C.
Badan pelaksana
Ketua :
Rofiq Azhar, S.Ag, MM
Wakil Ketua :
Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Garut
Wakil Ketua :
Kepala Seksi URAIS pada Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Garut
Sekretaris :
Kepala Seksi Penyelenggara zakat dan wakaf pada kantor Kementerian Agama
Kabupaten Garut
Wakil Sekretaris : Asep Hermawan, S.Ag
Wakil Sekretaris : Junaidin Bisri, M.Pd
Bendahara :
Leliyani
Wakil Bendahara : Jajang Mulyana, S.Pd
Kordinator-Kordinator
1.
Seksi Pengumpulan
Kordinator :
H. Arif Bakhtiar E, S.Th.I
Anggota :
1. Ust. Mamat Syahronie, S.Th.I
2. Ruhiyat Rojani Sasmita, BA
3. Sukarwan Widodo
2.
Seksi Pendistribusian
Kordinator :
Maman Suryaman, S.Ip
Anggota :
1. K.H. Aceng Irfan Naufal Mimar, S.Ag
2. Husnan Sulaeman, M.Pd
3. Miftah Zaelani, S.Ag
3.
Seksi Pendayagunaan
Kordinator :
Andri Permana
Anggota :
1. Gery Muzayyin, SE, S.Pd.I
2. Ust. Kholid Asaduddien
3. Dadang Munawar, S.Pd
4.
Seksi Pengembangan
Kordinator :
Drs. Undang Hidayat, M.Ag
Anggota :
1. Aza Rowi Karim, M.Ag
2. Nanang Maolani, S.Ag
Berdasarkan PERDA nomor 01 tahun 2003 TUPOKSI
BAZNAS Kabupaten Garut merumuskan kebijakan dan ketentuan pengelolaan ZIS,
mensahkan BMZIS dan UPZIS Desa/Kelurahan, membentuk UPZIS Instansi, melaporkan
kinerja kepada Bupati (pasal 11). BAZNAS Kabupaten menugaskan UPZIS untuk
mengumpulkan zakat, infak dan shadaqah, melaksanakan kordinasi, bimbingan dan
pengawasan pengelolaan zakat di tingkat kabupaten, menyelenggarakan penelitian,
bimbingan dan pelatihan zakat, pendataan muzaki dan mustahik, serta memberikan
pandangan dan pertimbangan hokum zakat jika ada perbedaan tentang fiqih zakat.
2. Profil
Kegiatan BAZNAS Kabupaten
Garut
Masa transisi kepengurusan BAZDA Kabupaten, sekarang
berganti nama menjadi BAZNAS Kabupaten mempersiapkan kepengurusan, dan
paradigma pengelolaan zakat sesuai ketentuan undang undang No 23/2011 Tentang pengelolaan
zakat, yang baru. Undang Undang tersebut sebagai revisi Undang Undang Nomor
38/1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Hal ini berdampak terhadap PERDA
Nomor 01/2003 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah di Kabupaten Garut,
perlu adanya penyesuaian terhadap ketentuan perundang undangan berlaku. Secara substantif yuridis
membutuhkan penyesuaian dari nama lembaga, mekanisme pembentukan kelembagaan
BAZNAS Kabupaten, TUPOKSI BAZNAS Kabupaten, Pola penghimpunan, pendistribusian,
dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah.
Disamping
paparan diatas, BAZNAS Kabupaten Garut menerima surat MUI Kabupaten Garut No.
231/MUI-GRT/VIII/2013 perihal beberapa catatan tentang UU No. 23 Tahun 2011
tentang pengolalaan zakat, yang intinya sebagai berikut :
1.
Dalam hal
urusan pemerintahan di Negara Republik Indonesia dapat dipahami bahwa persoalan
agama dimasukan dalam urusan sifatnya yang sentralistik.
2.
Diperlukan
adanya regulasi melalui PEMDA yang substansinya mengatur penguatan kelembagaan
pengelolaan zakat, infak, dan shadaqah yang terkait dengan kewenangan
desentralisasi
3.
Peningkatan
daya guna dan hasil guna zakat, infak, shadaqah terkait dengan kewenangan
desentralisasi
Menurut Rofiq
Azhar, selaku Ketua BAZNAS Potret masyarakat kabupaten Garut dalam mensikapi
tantangan upaya memenuhi hak dasar warga fakir miskin berdasarkan data dan
dinamika sosiologis adalah jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan
sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi pengeluaran konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Kebutuhan dasar makanan setara dengan besaran minimal jumlah
rupiah perbulan untuk memenuhi kalori 2100 kkal perkapita perhari untuk 52
jenis paket komoditi kebutuhan dasar makanan.
Sementara kebutuhan dasar bukan makanan
setara dengan besaran rupiah perbulan untuk pemenuhan kebutuhan minimum
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan yang diwakili oleh 51 jenis
komoditi perkotaan dan 47 jenis di pedesaan. Sehingga penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perbulan dibawah garis kemiskinan
(hasil wawancara 12 juni 2014).
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Garut pada tahun 2012 sebanyak 314.600 jiwa dari jumlah penduduk tahun 2012
mencapai 2.503.765 juta jiwa dengan 615.804 rumah tangga (tahun 2011).
Rata-rata 810,96 jiwa/KK dengan 4-5 orang sebagai tanggungan kepala keluarga dengan
sebaran tidak merata. Tahun 2012 indeks penduduk miskin kabupaten garut sebesar
12,70%, secara umum masih berada diatas rata-rata penduduk miskin
kabupaten/kota di Jiwa Barat sebesar 9,89% sementara tingkat nasional sebesar
11,66%. Sementara jumlah keluarga fakir miskin sebanyak 236.931 KK, jumlah
Pra-KS 183.375 Keluarga (2009) tahun sebelumnya 157.567 KK (2008). Jumlah
pencari lapangan kerja atau penganggur 23-919 orang. Sementara daya tamping
hanya 204 orang. Usia produktif antara usia 20-44 tahun sebanyak 906.265 orang.
Pekerjaan bertumpu pada sektor pertanian hingga mencapai 38,63%
sisanya industri, perdagangan, jasa dan lainnya (Arsip Naskah akademik BAZNAS Garut, 2013:10).
Sebanyak 208.216 Balita, terdapat 22.294 balita
terlantar, 45.656 anak terlantar serta perempuan rawan sosial 18.683 orang.
Pada bidang pendidikan jumlah SD/MI Negeri/Swasta 359.547 siswa, SMP/MTs
Negeri/Swasta 131.176 siswa dan SMU/SMK/MA Negeri/Swasta 51.567 siswa. pada
bidang kesehatan warga sakit yang dilayani rawat inap sebanyak 31.403 orang dan
kunjungan ke RSU 272.418 orang. Rumah Tangga sangat miskin pada tahun 2013 sebanyak 23.031
KK dengan alokasi anggaran 32 M dalam percepatan didalam peningkatan derajat
masyarakat atau rumah tangga yang berstatus sangat miskin. Rumah Tangga sasaran
penerima manfaat program RASKIN 182.239 KK dengan distribusi beras sebanyak
32.803 ton (Naskah
Akademik, 2014:34).
Faktor ketertinggalan
utama Kabupaten Garut dari aspek pertumbuhan ekonomi 5,34% (dibawah rata-rata kabupaten
5,75%), aspek SDM, angka harapan hidup (APH) 65,60 tahun (dibawah rata-rata
Kabupaten 68,05 tahun), angka partisipasi sekolah 79,68% (dibawah rata-rata
kabupaten 85,41%), aspek infrastruktur persentase desa dengan pasar atau non
permanen 12,76% (dibawah rata-rata kabupaten 19,17%) jumlah sarana prasarana
kesehatan per 1000 penduduk rasio 0,16% dibawah (rata-rata rasio kabupaten
0,20%), aspek karakteristik daerah persentase desa longsor 39,21% (diatas
rata-rata kabupaten 9,50%), persentase desa gempa bumi 78,65% (diatas rata-rata
kabupaten 54,85%) dan persentase desa konflik 3,54% (diatas rata-rata kabupaten
3,44%).
Hasil
identifikasi ulang tahun 2011, desa tertinggal di Kabupaten Garut sebanyak 137
Desa terdiri dari 24 Desa (mencapai 18%) di wilayah Garut utara, 37 Desa
(mencapai 21%) di wilayah Garut tengah dan 76 Desa (mencapai 62%) di wilayah
Garut selatan.
Percepatan
penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah terbagi ke dalam beberapa
kelompok antara lain bantuan atau perlindungan sosial terpadu berbasis
keluarga, penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan warga masyarakat,
penanggulangan kemiskinan berbasis UMKM dalam masterplan percepatan perluasan
pengurangan kemiskinan Indonesia (MP3KI) yang diintegrasikan program melalui
pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi lokal, pengelolaan sumber daya
alam, peningkatan SDM dan pengembangan sosial (Arsip Naskah Akademik BAZNAS Garut, 2013).
Adapun program
BAZNAS Kabupaten Garut dalam mengentaskan kemiskinan dibingkai dalam bidang
pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat melalui program pengembangan
ekonomi produktif berbasis komunitas keagamaan, usaha kecil, keluarga dan warga
masyarakat lainnya.
Program kegiatan dilaksanakan BAZDA
Kabupaten Garut penghimpunan zakat, infaq dan shadaqah di lingkungan instansi
pemerintah daerah, dan instansi vertikal, disamping menerima titipan dari
individu guna disalurkan sesuai harapan aghniya, dan kebutuhan warga
masyarakat.
Selain itu,
beberapa kegiatan lain yakni sosialisasi mekanisme pengumpulan UPZIS Instansi,
dan Ormas Islam, sosialisasi dan pembinaan BAZ Kecamatan, dan BMZIS/UPZIS Desa
serta sosialisasi UU No 23/2011 Tentang Pengelolaan Zakat di beberapa
Kecamatan, dan Desa serta Ormas Islam juga beberapa instansi pemerintahan, dan
swasta lainnya.
BAZNAS
kabupaten mendistribusikan dana ZIS pada mustahiq berhak menerima melalui
program kegiatan santunan Faqir Miskin, meliputi Santunan anak yatim dan jompo
bekerjasama BAZNAS, Baitul Maal Muamalat, Yayasan Bakrie Amanah
dan stakeholder karitas lainnya.
Bantuan
pengobatan dan khitanan masal, Bantuan pendidikan dasar agama, Santunan anak
jalanan, Peduli Guru Ngaji perempuan, Bantuan Kemanusiaan, Bencana Longsor
Godog, Kebakaran kampung Dukuh, Banjir Bandang Pameunpeuk, Banjir Cimacan
Cimanuk, dll., serta Layanan Mu’alaf, Ibnu Sabil dan Sabilillah.
Sedangkan
pemberdayaan Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi
shadaqah bagi mustahiq potensial tersebar pada 30 Kecamatan (sekitar 130
Desa/Kelurahan), Pendayagunaan Kandang Domba Garut kerjasama BAZ Kecamatan dan
Pondok pesantren, Pembentukan Cluster Masyarakat Desa Hutan memalui budidaya
tanaman hortikultura dengan kelompok masyarakat desa hutan dan UPTD Dinas
Kehutanan pada pemanfaatan lahan desa hutan.
Assessment
konsep Jaminan Kesehatan bagi Mustahiq Sabilillah (Asatidz Madrasah Diniyyah,
Pondok Pesantren, Majelis Taklim, Mubaligh, Khotib dan Pemakmur DKM) melalui
asuransi syariah kesehatan, Peningkatan SDM Guru Agama dan Keagamaan melalui
Beasiswa, Pelatihan dan Kursus sesuai kebutuhan.
Potensi zakat
yang dikenakan terhadap penghasilan seseorang berupa gaji tetap yang diterima
pegawai negeri sipil (PNS) khususnya termasuk zakat profesi karena dikenakan
pada penghasilan para pekerja karena profesinya namun belum begitu optimal
penghimpunannya.
Pendapatan yang
dikenakan zakat terhadap gaji yang diterima pegawai negeri sipil (PNS) apabila
sudah mencapai nisab (jumlah harta minimum untuk dikenakan zakat) setara dengan
85 gram emas dengan kewajiban zakat sebagai sebesar 2,5% dan telah memenuhi
waktu yang telah ditetapkan sesuai syariat Islam dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
B.
Pengelolaan
Badan Amil Zakat di Kabupaten Garut
Berlakunya
UU no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan digantikan
dengan UU no 23 tahun 2011 menjadi acuan perundang-undangan dengan diberlakukan PERDA no 01
tahun 2003 tentang pengelolaan zakat, infak dan sedekah serta melahirkan
keputusan Bupati Garut nomor 103 tahun 2003 tentang pembentukan struktur
organisasi, tugas pokok dan fungsi BAZIS Kabupaten Garut, pengelolaan zakat
mengalami peningkatan yang relatif berkembang dan potensial sebagai salah satu
alternatif instrument pembangunan daerah dalam partisipasi
penanggulangan kemiskinan.
Akan tetapi perlu adanya penyesuaian terhadap ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Secara substantif yuridis yang membutuhkan penyesuaian
dari nama lembaga, mekanisme pembentukan, periodesasi, sanksi dan mekanisme
lainnya.
Menurut Rofiq Azhar, paradigma baru pengelolaan dana
zakat, infak dan sedekah khususnya di Kabupaten Garut memiliki basis orientasi
pembangunan partisipatif dalam membelajarkan dan memberdayakan masyarakat.
Strategi pembangunan daerah berbasis sumber daya ekonomi ZIS diharapkan bisa
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita kedaulatan bangsa
dan negara. Konsep dan gagasan kebijakan strategi pembangunan daerah berbasis
potensi pengelolaan zakat yang tidak bertumpu kepada APBD tersebut dapat
dilakukan dengan diawali terlebih dahulu kajian yang mendalam dan komprehensif.
Pendekatan teoretis pengelolaan zakat menjadi dasar dalam perencanaan kebijakan
pembangunan maupun penyusunan naskah akademik sebagai acuan pembentukan rancangan
peraturan daerah dan ketentuan lainnya.
Lanjut Rofiq, selama 10 tahun terakhir, pengelolaan zakat
di Kabupaten Garut berdasarkan PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat
ada beberapa catatan :
1.
Perda zakat
tersebut menjadi perda zakat kabupaten pertama di Indonesia
2.
Menjadi salah
satu Kabupaten yang menjadi tujuan studi banding bagi penyusunan perda dan
kebijakan publik lainnya di beberapa provinsi dan kabupaten terkait regulasi
pengelolaan zakat seperti provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Kolaka,
Kabupaten Ciamis, berebes, makasar, Sumedang dan Cirebon.
3.
Memiliki
Kekhasan tersendiri sesuai dengan kearrifan lokal yang dimiliki pada aspek
pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah sesuai teritorialnya yang paling bawah
(kecil) yaitu Desa dan berbasis DKM dan Pondok Pesantren dengan istilah Badan
Musyawarah Zakat, Infaq dan Shadaqah (BMZIS)
4.
Memiliki konsep
sinergitas dengan Lembaga Amil Zakat Daerah untuk turut berpartisipasi dalam
penanggulangan kemiskinan yang terjadi
5.
Serta menjadi
cermin aspirasi dan tuntutan kebutuhan warga masyarakat karena PERDA zakat
tersebut terlahir dari hak inisiatif wakil rakyat DPRD Kabupaten Garut tahun 1999-2004
Kalau ditinjau dari praktek pengelolaan zakat di zaman
Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin maka diketahui bahwa amilin zakat adalah
petugas resmi yang ditunjuk oleh Khalifah (Pemerintah Islam). Untuk lebih mengarah pada
profesionalisme, maka pengelolaan zakat akan lebih baik jika ditangani oleh
suatu badan yang professional dan mandiri. Adapun inisiator, regulator maupun
Pembina dan pengawas pengelolaan zakat di Republik Indonesia khususnya urusan
zakat ditangani oleh Direktorat Jendral (Dirjen) zakat dan wakaf kementrian
Agama.
PERDA
Zakat no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat sebagai naskah akademik dapat
dipertanggungjawabkan dalam mempersiapkan rancangan peraturan dan
perundang-undangan yang akan dbentuk kemudian hari. Pelaksanaan layanan zakat
yang efektif dan efisien, transparan dan professional merupakan langkah
strategis dalam mewujudkan keadilan dan sinergi social dalam upaya peningkatan
daya saing dan pembangunan ekonomi daerah.
Secara substantif PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan
zakat, infak dan sedekahh dan
undang-undang no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat ada beberapa persoalan
terkait :
1.
Aspek
Kelembagaan
a.
Nama
Kelembagaan BAZNAS Kabupaten
b.
Mekanisme
Pembentukan BAZNAS Kabuaten
c.
Struktur
Kelembagaan BAZNAS dan UPZ
d.
Relasi BAZNAS
dan LAZ
e.
Periode
Kepengurusan
2.
Aspek Sumber
Daya Manusia
a.
TUPOKSI
Pimpinan dan Pelaksana BAZNAS Kabupaten
b.
Kriteria Amilin
c.
Hak Amil
3.
Aspek Materi
Pengelolaan ZIS
a.
Mekanisme
Pengumpulan
b.
Mekanisme
Pendistribusian
c.
Mekanisme
Pendayagunaan
d.
Pengembangan
Lembaga
4.
Aspek
Pengawasan
a.
Pengawasan
Internal
b.
Pengawasan
Eksternal
5.
Aspek Sanksi
dan Piddana
a.
Sanksi
Administrasi
b.
Sanksi Pidana
6.
Aspek
Penganggaran
a.
Hak Amil
b.
Bantuan dan
APBD
7.
Aspek Yuridis
dan turunannya
a.
Peraturan
Keputusan Bupati
b.
Keputusan
BAZNAS Kabupaten
Dalam menerapkan
sistem manajemen zakat di BAZNAS kabupaten Garut Rofik mengemukakan beberapa kebijakan umum antara lain sebagai berikut:
1)
penataan
kelembagaan BAZNAS (Kabupaten, Kecamatan, BMZIS dan UPZ Desa/Instansi) melalaui
peran aktif masyarakat
2)
Penyusunan
pedoman admisnistrasi pelaksanaan ZIS serta data base muzaki dan mustahik
3)
Peningkatan
koordinasi antara BAZNAS, Alim Ulama dan pihak terkait lainnya dalam pendataan
potensi muzaki dan mustahik
4)
Optimalisasi
peran dan fungsi BAZNAS Kabupaten dalam internalisasi maupun sosialisasi
program BAZNAS
5)
Intensifikasi
pendistribusian zakat, infak dan sedekah melalui penguatan kelembagaan BMZIS
serta pola pendayagunaan yang tepat guna dan bernilai guna
6) Mempersiapkan BAZNAS sebagai Institusi mandiri sebagai
badan layanan umum daerah
Sedangkan kebijakan khusus program operasional BAZNAS
melalui :
1.
Bidang
Pengumpulan Zakat
Potensi zakat
mal dan zakat fitrah di Kabupaten Garut dengan penduduk mayoritas umat Islam
sangat luar biasa. Potensi pendapatan barang dan jasa beragam profesi mulai
dokter, konsultan, dan guru serta lahan produktif pertanian, perkebunan,
peternakan, pertambangan dan perdagangan serta mobilitas zakat fitrah yang
ditunaikan menjelang Idul fitri disetiap tempat, mesjid dan di tingkat
desa/kelurahan.
Adapun sasaran
BAZNAS Kabupaten dalam pengumpulan zakat mal fokus terhadap zakat profesi atau
infak PNS di lingkungan KEMENAG Garut dan PEMDA Kabupaten serta titipan dari
muzaki yang datang ke Kantor BAZNAS Kabupaten. Berikut ini beberapa kegiatan
yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut dalam bidang Pengumpulan zakat.
1.
Mengintensifkan pemberdayaan dan pembentukan BAZIS
Kecamatan, BM ZIS dan UPZIS Desa / Kelurahan
2.
Membentuk dan mengukuhkan kepengurusan UPZIS pada
Dinas/Kantor/Badan di Pemkab. Garut
3.
Melakukan presentasi visi dan misi BAZIS kepada publik,
khususnya calon muzaki potensial
4.
Penghimpunan zakat profesi intansi / PNS melalui keputusan /
peraturan Bupati untuk PNS Gol. III untuk menunaikan Zakat 2,5% dari
pengahasilan yang diperoleh
5.
Mendata calon muzaky dan mustahiq per-dinas/kantor/ badan
dan instansi
6.
penghimpunan zakat, Infaq dan Shadaqah BUMN/BUMD, Perusahaan
dan perorangan
7.
Menyusun produk penghimpunan dana ZIS yang ditawarkan ke
calon muzaki secara inovatif, kreatif dan menarik
8.
Melakukan koordinasi dengan bidang
pendistribusian dalam penyaluran dana ZIS
Program kegiatan bidang pengumpulan
BAZNAS Kabupaten garut adalah penghimpunan zakat, infaq dan shadaqah di
lingkungan instansi pemerintah daerah dan instansi vertikal disamping menerima
titipan dari individu untuk disalurkan sesuai dengan harapan aghniya dan
kebutuhan warga masyarakat.
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2011
mekanisme pengumpulannya yaitu dalam rangka pengumpulan zakat muzaki melakukan
penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya atau dapat meminta BAZNAS (pasal
21 ayat 1 & 2). Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak (pasal 22).
Sedangkan mekanisme pengumpulan zakat dalam PERDA no 01 tahun 2003 tentang
zakat yaitu menerima atau mengambil zakat dari muzaki dan wajib zakat serta
menerima infak dan shadaqah, serta dapat bekerjasama dengan bank dalam
pengumpulan zakat harta muzaki dan wajib zakat bagi yang berada di bank (pasal
15).
No
|
Muzaki
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
UPZ
Instansi
|
24
Instansi
|
39
Instansi
|
2
|
Perseorangan
|
12 Orang
|
1
Perusahaan Perseorangan
|
Table
3.1
Program Penghimpunan
No
|
UPZ
Instansi
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
UPZ
Kecamatan
|
9
Kecamatan
|
|
2
|
UPZ
Desa/Kel
|
109 Desa
|
|
3
|
UPZ
Instansi
|
28
Instansi
|
Table
3.2
Program
Pengumpulan Instansi
Januari
|
Pebruari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
|
Zakat
|
9,400,875
|
137,500
|
1,803,400
|
23,843,380
|
9,137,500
|
6,357,500
|
Infaq
|
60,145,000
|
2,993,242
|
8,637,250
|
179,194,120
|
64,167,500
|
69,138,000
|
Jumlah
|
69,545,875
|
3,130,742
|
10,440,650
|
203,037,500
|
73,305,000
|
75,495,500
|
Juli
|
Agustus
|
September
|
Oktober
|
November
|
Desember
|
Jumlah
|
13,684,800
|
12,866,600
|
6,299,000
|
6,487,500
|
8,222,500
|
9,192,625
|
107,433,180
|
72,948,500
|
67,204,000
|
69,680,000
|
66,554,000
|
72,345,000
|
69,048,000
|
802,450,612
|
86,633,300
|
80,070,600
|
75,979,000
|
73,041,500
|
80,567,500
|
78,240,625
|
909,883,792
|
Tabel 3.3
Rekap Data Pengumpulan ZIS tahun 2010-2013
Gambar
3.2
Rekap
Dta Pengumpulan dana ZIS Tahun 2010-103
Data di atas menunjukan terjadi
peningkatan dalam pengumpulan zakat di BAZNAS Kabupaten Garut.
2. Bidang
Pendistribusian dan Pendayagunaan
Jumlah penduduk tahun 2012 di
Kabupaten Garut mencapai 2.503.765 juta jiwa dengan 615.804 rumah tangga.
Rata-rata 810,96 jiwa/KK dengan 4-5 orang sebagai tanggungan kepala keluarga
dengan sebaran tidak merata. Sementara jumlah keluarga fakir miskin sebanyak
236.931 KK, jumlah pencari lapangan kerja atau pengangguran 23.919 orang.
Sementara daya tampung hanya 204 orang. Usia produktif antara usia 20-11 tahun
sebanyak 906.265 orang. Pekerjaan bertumpu pada sektor pertanian
hingga mencapai 38,63% sisanya industri, perdagangan, jasa dan lainnya (Arsip BAZNAS Garut 2013).
Kebijakan
pembangunan di bidang sosial menyangkut berbagai aspek memang dirasakan sangat
kompleks. Karena selain berdampak terhadap masalah ekonomi juga berdampak pada
masalah sosial politik masyarakat. Bahkan keberhasilan pembangunan dibidang
sosial ekonomi dapat di evaluasi dan dijadikan sebagai indikator pertumbuhan
dan kemandirian warga masyarakat untuk tahun-tahun selanjutnya.
Mekanisme
pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut yaitu dilakukan berdasarkan
persyaratan, keabsahan 8 asnaf mustahik di wilayah muzaki atau wilayah harta
dipungut, mendahulukan orang yang tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara
ekonomi, setiap 3 bulan sekali kecuali dalam keadaan mendesak dapat
dipertimbangkan, zakat fitrah dibagi habis disaat hari raya, jika di wilayah muzaki
telah tidak ada kaum fakir miskin, maka BAZ dapat mengalihkan ke wilayah lain
yang terdekat dan membutuhkan, jika tidak ada asnaf lain, maka zakat di
distribusikan kepada asnaf yang ada.
Kriteria
sasaran pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut hasil pendataan dan
penelitian kebenaran mustahik 8 ansnaf, BAZNAS Kabupaten mengatur kriteria
mustahik prioritas dan waktu pendistribusian melalui pelibatan tiap-tiap UPZ
khususnya BMZIS Desa.
Implementasi
program kegiatan pendistribusian yang diatur dalam kebijakan pengurus BAZNAS
terhadap aspek pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat dan ketentuan yang berlaku.
a.
Menyusun strategi dan mekanisme penyaluran dana ZIS secara
berkala dan produktif setiap tiga bulan sekali dan satu tahun
sekali bertepatan dengan momentum bulan Ramadhan atau kegiatan insidensial
dalam situasi darurat dan mendesak.
b.
mengintensifikan
pendistribusian melalui BAZ kecamatan, BMZIS dan UPZIS Desa atau Kelurahan serta
Lembaga-lembaga terkait.
c.
Dalam melaksanakan
pendistribusian zakat dilakukan dengan dua cara yaitu setiap satu tahun sekali
(konsumtif) dan tiga bulan sekali (produktif) . BAZNAS Kabupaten Garut
melakukan kegiatan yang bersifat konsumtif seperti :
1.
Santunan Fakir
miskin meliputi :
a.
Santunan anak
yatim dan jompo
bekerjasama
dengan BAZNAS, baitul mal muamalat dan yayasan bakrie amanah dan stakeholder
karitas lainnya.
Kegiatan
Santunan ini diadakan setiap satu sekali yaitu bertepatan pada bulan suci Ramadhan. Adapun mekanisme
pendistribusiannya yaitu dengan cara melakukan kerjasama dengan lembaga atau
pesantren yang ada di sekitar Kabupaten Garut. Sasarannya yaitu memprioritaskan
peserta yang memang belum pernah mendapatkan santunan dan memang patut untuk
diberikan.
b.
Bantuan
pengobatan dan khitanan masal
di lingkungan kantor BAZNAS Garut.
c.
Bantuan
pendidikan dasar Agama
d.
Santunan anak
jalanan
e.
Peduli guru
ngaji perempuan
2.
Bantuan
kemanusiaan yang
bersifat Insidensial
Pada tahun 2010-2013 tercatat ada beberapa kejadian-kejadian
yang mendapatkan bantuan langsung dari BAZNAS Garut seperti kejadian bencana
longsor godog, kebakaran kampung dukuh, banjir bandang pameungpeuk, banjir
cimacan cimanuk.
3.
Layanan Ibnu
Sabil dan Sabilillah
Layanan
ini diberikan setiap tiga bulan sekali. Mekanisme pendistribusiannya yaitu
bekerjasama dengan penyuluh agama Islam di Kabupaten Garut.
Sedangkan pendistribusian yang didayagunakan atau
bersifat produktif diantaranya :
1.
Pemberdayaan
Pelaku Usaha Mikro melalui qordul hasan sebanyak 21 mustahiq potensial.
2.
Pemberdayaan
Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah sebanyak
700 mustahik potensial tersebar di 30 Kecamatan 100 Desa/Kelurahan
3.
Pendayagunaan
Kandang Domba Garut (KANDAGA) Kerjasama BAZ Kecamatan-Ponpes Nurul Falah Cinta
rakyat Samarang
4.
Penjajagan
pembentukan Cluster masyarakat Hutan Desa dengan PERHUTANI dalam pemanfaatan
lahan hutan rakyat
5.
Penjajagan
jaminan kesehatan bagi Mustahik Sabilillah (Asatidz Madrasah Diniyah, Pondok
Pesantren, Majelis Taklim, Mubaligh, Khotib dan Pemakmuran DKM) melalui
asuransi syariah kesehatan.
6.
Penjajagan
peningkatan SDM Guru Agama dan keagamaan melalui Beasiswa, Pelatihan dan kursus
sesuai kebutuhan
d.
Menyalurkan dana ZIS kepada ibnussabil dengan
ketentuan yang berlaku melihat skala prioritasa.
Gambar
3.3
Data Rekap Pendistribusian Dana ZIS
tahun 2010-2013
Berdasarkan data diatas
pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut dalam penyaluran bersifat konsumtif
lebih banyak memakai dana zakat sedangkan untuk kegiatan produktif memakai dana
zakat, infak dan sedekah.
Berdasarkan laporan yang disampaikan
kepada Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Garut laporan ZIS Tahun 2013 yaitu :
BAZNAS KABUPATEN GARUT
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Konsolidasi
Tahun 2013
A.
SUMBER
1.
Dana
Zakat 107.433.180
2.
Dana
infak dan sedekah 802.450.612
3.
Dana
pengelola 95.000.000
4.
Dana
margin bagi hasil bank 3.656.858
1.008.540.650
B. PENGGUNAAN
1. Dana Zakat 14.475.000
a. Fakir Miskin 3.150.000
b. Muallaf -
c. Riqab -
d. Ibnu sabil -
e. Fisabilillah 5.025.000
f. Gharimin -
g. Amil UPZI Instansi 6.300.000
h. Biaya Administrasi dan Pajak -
2. Dana Infak dan Sedekah 768.897.290
a. Fakir Miskin 343.014.060
b. Muallaf 5.452.000
c. Riqab -
d. Ibnu Sabil 11.330.000
e. Fisabilillah 317.355.600
f. Gharimin -
g. Amil UPZIS Instansi 91.745.630
3. Dana Pengelola 128.434.050
a. Belanja Barang 24.704.500
b. Biaya Operasional 90.820.550
c. Biaya Program/Kegiatan 12.909.000
4. Dana Margin Bagi Hasil Bank 1.193.519
a. Administrasi dan Pajak zakat 421.901
b. Administrasi dan pajak infak 771.618
912.999.859
C. SURPLUS/ (DEFISIT) 95.540.791
D. SALDO AWAL 362.816.252
E. SALDO AKHIR 458.357.042
Sedangkan laporan sementara pada tahun
2014 per-Januari sampai bulan Maret.
BAZNAS KABUPATEN
GARUT
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Konsolidasi
Januari sd. Maret Tahun 2014
B.
SUMBER
1.
Dana
Zakat 18.193.100
2.
Dana
infak dan sedekah 168.129.000
3.
Dana
pengelola -
4.
Dana
margin bagi hasil bank 905.432
187.227.532
B. PENGGUNAAN
1. Dana Zakat 4.800.000
a. Fakir Miskin 3.300.000
b. Muallaf -
c. Riqab -
d. Ibnu sabil -
e. Fisabilillah -
f. Gharimin -
g. Amil UPZIS Instansi 1.500.000
2. Dana Infak dan Sedekah 97.078.000
a. Fakir Miskin 47.960.000
b. Muallaf 1.070.000
c. Riqab -
d. Ibnu Sabil 1.863.000
e. Fisabilillah 30.896.000
f. Gharimin -
g. Amil UPZIS Instansi 15.289.000
3. Dana Pengelola 32.963.200
a. Belanja Barang 1.375.000
b. Biaya Operasional 19.988.200
c. Biaya Program/Kegiatan 11.600.000
4. Dana Margin Bagi Hasil Bank 271.087
a. Administrasi dan Pajak zakat 112.851
b. Administrasi dan pajak infak 158.236
135.112.287
C. SURPLUS/ (DEFISIT) 52.115.245
D. SALDO AWAL 458.357.042
E. SALDO AKHIR 510.472.287
3. Bidang
Penelitian dan Pengembangan
1.
Penyusunan Policybrief ‘Urgensi mekanisme pengumpulan ZIS
bagi PNS di Kabupaten Garut’ yang disampaikan kepada Bapak Bupati Garut
2.
Konsepsionalisasi format penyusunan database BAZNAS
kerjasama dengan Sekolah Teknologi Garut dalam penyusunan database muzaki dan
mustahik dan pengelolaan website www.baznasgarut.org
3.
Pembentukan tim regulasi pengelolaan zakat di daerah melalui
upaya revisi PERDA zakat, konsepsionalisasi perbup maupun SK Bupati tentang
mekanisme pengumpulan dana zakat bagi PNS di lingkungan PEMDA
4.
Penjagaan konsepsionalisasi kelembagaan BAZNAS sebagai badan
layanan umum daerah
Berdasarkan laporan sumber dan
penggunaan dana di BAZNAS Kabupaten Garut pada bulan Januari sampai dengan
maret 2014. Sumber Dana zakat sebanyak 18.193.100, dana Infak dan shadaqah
sebanyak 168.129.000 dan margin bagi hasil bank 905.432 jadi jumlahnya adalah
187.227.532.
Sedangkan dalam penggunaannya dana
zakat diberikan kepada delapan asnaf totalnya Rp. 4.800.000, dana infak dan
shadaqah Rp. 97.078.000, dana pengelola Rp. 32.963.200 dan dana margin bagi
hasil bank Rp.271.087 jadi total saldo akhir Rp. 52.115.245.
C.
Pembahasan Hasil Penelitian
Sejatinya Kabupaten Garut menjadi salah satu daerah
penopang zakat Provinsi di Jawa Barat turut berpartisipasi dalam penanggulangan
potret kemiskinan melalui gerakan sadar zakat. sehingga sanggup mengurangi
beban pengeluaran masyarakat fakir miskin, mengembangkan dan menjamin
keberlanjutan usaha mikro dan kecil, mensinergikan kebijakan dan program
penanggulangan kemiskinan lainnya.
Spirit otonomi
daerah merupakan salah satu wujud upaya ‘desentralisasi’ pelimpahan kewenangan
dan tanggung jawab yang perlu disikapi dengan potensi dan kearifan lokal yang
dapat diandalkan kemandiriannya. Karena sumber ekonomi potensial yang perlu
dikaji dan digali adalah potensi zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dikalangan
masyarakat Muslim khususnya sebagai mayoritas masyarakat Kabupaten Garut.
Dengan
diberlakukannya undang-undang no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang
baru, sekaligus sebagai revisi undang-undang no 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, terkait dengan PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan
zakat, infaq dan shadaqah di Kabupaten Garut telah menjadi acuan dalam mengeloa
Badan Amil Zakat dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan dana
zakat, infak dan shadakah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama para mustahik, karena BAZNAS Kabupaten Garut diberikan
wewenang oleh pemerintah daerah dalam mengelola dana zakat melalui distribusi
zakat untuk diberdayakan kearah pengembangan ekonomi produktif yang berjangka
panjang.
Implementasi program kegiatan pendistribusian di BAZNAS
Kabupaten Garut telah menerapkan model manajemen yang terdiri dari empat
komponen yaitu: merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi
terhadap aspek pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah
berikut rinciannya :
a.
Perencanaan Pendistribusian Zakat
Dalam merencanakan Pendistribusian
di BAZNAS Garut Menyusun strategi dan mekanisme penyaluran dana ZIS
secara berkala dan produktif setiap tiga bulan sekali dan satu tahun
sekali bertepatan dengan momentum bulan Ramadhan atau kegiatan insidensial
dalam situasi darurat dan mendesak.
b.
Pengorganisasian
Pendistribusian Zakat
Dalam
mengorganisasikan distribusi zakat di BAZNAS Kabupaten garut mengintensifika
pendistribusian bekerjasama
dengan BAZ kecamatan, BMZIS dan UPZIS Desa atau Kelurahan serta Lembaga-lembaga
terkait.
c.
Pelaksanaan Pendistribusian Zakat
Dalam
melaksanakan pendistribusian zakat dilakukan dengan dua cara yaitu setiap satu
tahun sekali (konsumtif) dan tiga bulan sekali (produktif) . BAZNAS Kabupaten
Garut melakukan kegiatan yang bersifat konsumtif seperti :
1.
Santunan Fakir
miskin meliputi :
a.
Santunan anak
yatim dan jompo
bekerjasama
dengan BAZNAS, baitul mal muamalat dan yayasan bakrie amanah dan stakeholder
karitas lainnya.
Kegiatan
Santunan ini diadakan setiap satu sekali yaitu bertepatan pada bulan suci Ramadhan. Adapun mekanisme
pendistribusiannya yaitu dengan cara melakukan kerjasama dengan lembaga atau
pesantren yang ada di sekitar Kabupaten Garut. Sasarannya yaitu memprioritaskan
peserta yang memang belum pernah mendapatkan santunan dan memang patut untuk
diberikan.
2.
Bantuan
pengobatan dan khitanan masal
di lingkungan kantor BAZNAS Garut.
3.
Bantuan
pendidikan dasar Agama
4.
Santunan anak
jalanan
5.
Peduli guru
ngaji perempuan
6.
Bantuan
kemanusiaan yang
bersifat Insidensial
Pada tahun 2010-2013 tercatat ada beberapa
kejadian-kejadian yang mendapatkan bantuan langsung dari BAZNAS Garut seperti
kejadian bencana longsor godog, kebakaran kampung dukuh, banjir bandang
pameungpeuk, banjir cimacan cimanuk.
7.
Layanan Ibnu
Sabil dan Sabilillah
Layanan ini diberikan setiap tiga
bulan sekali. Mekanisme pendistribusiannya yaitu bekerjasama dengan penyuluh
agama Islam di Kabupaten Garut.
Sedangkan pendistribusian
yang diberdayakan atau bersifat
produktif diantaranya :
1.
Pemberdayaan
Pelaku Usaha Mikro melalui qordul hasan sebanyak 21 mustahiq potensial.
2.
Pemberdayaan
Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah sebanyak
700 mustahik potensial tersebar di 30 Kecamatan 100 Desa/Kelurahan
3.
Pendayagunaan
Kandang Domba Garut (KANDAGA) Kerjasama BAZ Kecamatan-Ponpes Nurul Falah Cinta
rakyat Samarang
4.
Penjajagan
pembentukan Cluster masyarakat Hutan Desa dengan PERHUTANI dalam pemanfaatan
lahan hutan rakyat
5.
Penjajagan jaminan
kesehatan bagi Mustahik Sabilillah (Asatidz Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren,
Majelis Taklim, Mubaligh, Khotib dan Pemakmuran DKM) melalui asuransi syariah
kesehatan.
6.
Penjajagan
peningkatan SDM Guru Agama dan keagamaan melalui Beasiswa, Pelatihan dan kursus
sesuai kebutuhan.
d.
Pengawasan Pendistribusian Zakat
Dalam hal ini komisi pengawas BAZNAS
Kabupaten Garut
melakukan pengawasan terhadap rancangan program kerja dan pelaksanaan program
kerja pada bidang pendistribusian.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang no 23 tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa ketentuan mengenai
perencanaan penyusunan peraturan daerah Kabupaten/Kota yang memiliki
keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang meliputi latar
belakang penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup,
atau obyek yang akan diatur serta jangkauan dan arah pengaturan.
PERDA zakat dan Undang-undang zakat yang berlaku untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan dan berbenturan satu sama lain
perlu ada penyesuaian ketentuan peraturan yang berlaku. Adapun sinkronasi,
harmonisasi dan gagasan regulasi pengelolaan zakat tersebut dapat dilihat pada
Lampiran.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1.
BAZNAS Kabupaten Garut dalam pengelolaanya senantiasa mengimplementasikan
konsep manajemen. Hal ini terbukti dengan adanya Undang-undang nomor 23 tahun
2011 dan PERDA no 01 tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat di Kabupaten Garut.
2.
Manajemen Distribusi Zakat di BAZNAS Kabupaten Garut dilakukan dengan
prinsip-prinsip manajemen modern, yakni perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan dilakukan dengan hasil penelitian dan pendataan kebenaran
mustahik delapan asnaf. Mendahulukan orang-orang yang tidak berdaya memenuhi
kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3.
Pelaksanaan Distribusi zakat di BAZNAS Kabupaten Garut dilakukan dengan
cara kerjasama pada lembaga/instansi yang terkait dan juga BAZ Kecamatan serta
BMZIS Desa/Kelurahan. Setiap melaksanakan pendistribusian dilihat dari skala
prioritas hasil dari pendataan dan penelitian kebenaran mustahik. Selain itu
BAZNAS
Kabupaten Garut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat menciptakan
pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui dana ZIS, dapat terlihat dari program
pengembangan ekonomi, program yang dilakukan BAZNAS adalah berupa pemberdayaan
Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah bagi
mustahiq potensial tersebar pada 30 Kecamatan (sekitar 130 Desa/Kelurahan),
Pendayagunaan Kandang Domba Garut kerjasama BAZ Kecamatan dan Pondok pesantren,
Pembentukan Cluster Masyarakat Desa Hutan memalui budidaya tanaman hortikultura
dengan kelompok masyarakat desa hutan dan UPTD Dinas Kehutanan pada pemanfaatan
lahan desa hutan.
B.
Saran-Saran
Setelah
melalui penelitian yang dilakukan di BAZNAS Garut, maka penyusun dapat
memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1.
Substansi peraturan daerah sebagai payung hukum pengelolaan zakat di Kabupaten
Garut sebagai evaluasi pengelolaan zakat sesuai dengan PERDA nomor 01 tahun
2003 tentang pengelolaan zakat, infak dan shadaqah perlu adanya penyesuaian
dengan diberlakukannya UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. secara
substansial ada perbedaan baik dari aspek kelembagaan dan mekanisme lainnya,
sehingga ada konsekuensi hukum bahwa apakah PERDA no 01 tahun 2003 perlu dicabut
atau direvisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berlaku dan tuntutan
aspirasi warga masyarakat.
2.
Perlu adanya kejelasan dan
ketegasan hubungan organisasional antara pemerintah daerah dengan institusi
zakat yaitu BAZNAS Kabupaten sebagai lembaga nonstruktural dan mandiri,
sehingga BAZNAS Kabupaten dapat memposisikan sebagai organisasi yang dapat
melakukan upaya revitalisasi kelembagaan sesuai dengan tuntutan dinamika
perubahan konstitusi dan harapan warga masyarakat yang membutuhkan kepercayaan
stakeholder ZIS.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat
berguna dan bermanfaat, baik untuk pengembangan wawasan bagi peneliti
selanjutnya guna memperdalam tentang manajemen ZIS dan sebagai bahan studi
komperatif guna mengadakan penelitian tentang manajemen ZIS dari aspek lainnya.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memicu peneliti selanjutnya
untuk mengkaji lebih jauh mengenai manajemen ZIS.
0 komentar:
Posting Komentar