Kamis, 27 November 2014

Optimalisasi Pengelolaan Badan Amil Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

OPTIMALISASI PENGELOLAAN BADAN AMIL ZAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

( Studi Deskriptif di BAZNAS Kabupaten Garut )
Oleh:
Luki Lukmanul Hakim
NIM : 1210403058
Jurusan Manajemen Dakwah
Fakultas Dakwah Dan Komuikasi
UIN Sunan Gunung Djati
Bandung
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Islam mempunyai potensi untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Potensi yang dapat digali, dikembangkan, dan didayagunakan dalam penyediaan dan pembangunan di bidang sosial adalah dari pengumpulan dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh.
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban Agama yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang. Perkataan zakat disebut di dalam al-Qur’an sebanyak 82 kali banyaknya dan selalu dirangkaikan dengan shalat (sembahyang) yang merupakan rukun Islam kedua. Ini menunjukan pentingnya zakat itu, setelah shalat yang merupakan sarana komunikasi utama antara manusia dengan Tuhan (Daud Ali, 2006:38). Sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat : 103
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkandan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah, adapun tujuannya zakat dalam hubungan ini adalah sasaran praktisnya antara lain sebagai berikut (1) mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan, (2) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharimin, ibnussabil, dan mustahik lainnya, (3) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya, (4) menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta, (5) Membersihkan sifat kikir dan iri dari hati orang-orang miskin, (6) menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat, (7) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta, (8) Sarana pemerataan pendapat (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial (Daud Ali, 2006 :40).
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan pasal 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengorganisasian dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat. selain itu dalam pasal 25 dan 26 zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat Islam. Pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan.
Dalam Undang-Undang yang baru ini, BAZNAS diberikan wewenang sebagai pengelola zakat nasional, sekaligus yang berhak memverifikasi  berdirinya LAZ. Dengan wewenang BAZNAS tersebut, pengumpulan dana zakat diharapkan bisa terorganisir secara efektif, dan dapat terdistribusikan secara efisien.
Manajemen dalam sebuah organisasi pengelola zakat akan menyangkut tiga unsur yang meliputi: manajemen pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Dari ketiga unsur tersebut manajemen pendistribusian merupakan tolak ukur bagi terbentuknya ekonomi masyarakat. Sebab pendistribusian didalamnya mengandung pendayagunaan dana zakat baik yang bersifat konsumtif maupun produktif. Dalam pendistribusian perlu adanya manajemen khusus yang mengelola tentang penyaluran zakat. jika Badan Amil Zakat memprioritaskan pendistribusian zakat dengan kegiatan yang bersifat produktif, niscaya pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk merubah strata kaum dhuafa akan terwujud. Dalam pemberian zakat yang bersifat produktif perlu ada kiat-kiat bagi pengelola zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sehingga pengelola zakat dalam hal ini berperan juga sebagai pendamping mustahik dalam melaksanakan pendayagunaan zakat yang bersifat produktif.
Oleh karena itu manajemen pendistribusian zakat perlu diimplementasikan pada sebuah Badan/Lembaga pengelola zakat. dalam hal ini Badan Amil Zakat Nasional di Kabupaten Garut merupakan BAZNAS yang paling sentral dan diharapkan bisa mengoptimalkan pengelolaann dalam pendistribusiannya. Namun sampai saat ini lemahnya pola kordinasi dalam implementasi pengelolaan zakat baik intra maupun mitra BAZNAS, begitupun dengan pendistribusiannya masih kurangnya pola dan manajemen pendistribusian dalam mendayagunakan dana zakat.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Garut merupakan badan amil zakat yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Garut terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat, sesuai dengan ketentuan Agama.            
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengkaji lebih jauh bagaimana Optimalisasi Pengelolaan BAZ dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut kiranya dapat diajukan   pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimana manajemen zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut ?
2.      Bagaimna manajemen pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Garut ?
3.      Bagaimana praktek pendistribusian zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut dalam meningkatkan ekonomi masyarakat ?
C. Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui tentang manajemen zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut.
2.      Untuk mengetahui tentang manajemen pendistribusian zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Garut.
3.      Untuk mengetahui praktek pendistribusian zakat di BAZNAS Kabupaten Garut dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.
D.    Kegunaan Penelitian
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat di Kab. Garut.
1.      Secara praktis bermanfaat bagi :
a.       Bagi peneliti sebagai penambah pengetahuan, wawasan serta pengajaran terutama penelitian mengenai manajemen zakat di BAZNAS Kab. Garut.
b.      Bagi lembaga yang diteliti sebagai sumbangan pemikiran tentang pengelolaan badan amil zakat nasional di kabupaten Garut.
c.       Bagi perguruan tinggi untuk memberikan sumbangan pustaka pada perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
d.      Bagi peneliti lain, dapat diperoleh informasi mengenai pengelolaan Badan Amil Zakat, kemudian sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan tentang pengelolaan zakat. Selain itu juga penelitian ini bertujuan secara akademis yaitu sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Manajemen Dakwah.
2.      Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengeksplorasi bidang ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu Manajemen Dakwah mengenai pengelolaan zakat sebagai bagian dari kajian ekonomi Islam dalam meningkatkan ekonomi masyarakat.
E.     Kerangka Pemikiran
Perkataan zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain kata zaka, sebagaimana digunakan dalam al-Qur’an adalah suci dari dosa. Dalam kitab-kitab hukm Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (Daud Ali, 2006:38). sedangkan infak menurut pengertian umum adalah mengatur atau mengeluarkan harta untuk memenuhi keperluan (Wawan Shofwan, 2011:19). dan sedekah ialah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan, baik berupa barang maupun jasa, termasuk pemberian non materi, seperti memberikan jasa, mengajarkan ilmu pengetahuan dan mendoakan orang lain (Syafi’ie El-Bantanie, 2009: 2).
Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda yang telah disepakati, yang memiliki posisi strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi pembangunan kesejahtraan umat.
Badan Amil Zakat saat ini masih kurang perannya terutama dalam meningkatkan ekonomi masyarakat karena peran dan kegiatannya masih tertinggal dari lembaga-lembaga pengelola zakat yang signifikan, hal ini menandakan kurangnya manajemen yang efektif dalam mengelola secara professional di BAZ itu sendiri. Telah beberapa abad lamanya, zakat, infaq, dan shadaqoh ini disyari’atkan Islam, tetapi pada dewasa ini pranata ekonomi Islam itu tidak cukup efektif bagi pembangunan umat. Hal ini memang berbeda dengan ketika pada masa Nabi SAW. dan Khulafa’ al-Rasyidin atau mungkin pada masa Dinasti Umayah dan Dinasti Abasiyah. Pada masa itu pemberdayaan ekonomi umat melalui ketiga pranata ekonomi Islam tersebut cukup efektif. Hal ini disebabkan bayt al-mal saat itu berjalan sesuai dengan tuntutan Nabi SAW (A. Djazuli, 2002:38).
Dewasa ini ternyata bay tal-maal itu tidak nampak dengan jelas, sehingga pranata ekonomi Islam yang potensial itu tidak bisa diaplikasikan dalam memobilisasi dana umat khususnya zakat, infaq, dan shadaqoh.
Profesionalitas pada sebuah Badan Amil Zakat menjadi titik paling penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, manajemen yang baik dalam pengelolannya dan amilin (sumber daya manusia) yang ada dalam sebuah Badan Amil Zakat harus menguasai bidangnya masing dengan displin ilmu yang tepat.
Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan. artinya manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Islam memandang manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia itu memiliki potensi positif yang di lukiskan dengan hanif potensi semacam ini didasari atas penilaian terhadap manusia, sebagaimana  diketahui bahwa ilmu manajemen itu berkembang sepanjang perkembangan dan perjalanan manusia yang terus akan berubah. Sedangkan dalam watak  hanif ini akan mengiring manusia pada sifat dasarnya, yaitu cenderung untuk memilih yang baik dan yang benar dalam kehidupannya. Pada zaman rasulullah sangat banyak manajemen yang dapat diambil dari kehidupan rasulullah SAW. karena pada dasarnya beliau diutus di muka bumi ini untuk mengatur tatanan umat manusia supaya selaras dengan aturan-aturan Allah SWT (Munir dan Wahyu Ilaih, 2009:9).
Manajemen mencakup kegiatan untuk merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengontrol untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha mereka (G.Terry, 1993:9).
Sedangkan menurut Hasibuan (2009:2) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen dikatakan sebagai ilmu karena merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang sitematis dan telah diterima sebagai kebenaran-kebenaran yang universal. Dengan ilmu manajemen pengelola organisasi mampu mengenali dan mempelajari masalah-masalah dengan baik, dan dengan seni manajemen pengelola mampu menentukan sikap dan mengambil keputusan serta pemecahan masalah secara cepat dan tepat.
Sekalipun definisi-definisi spesifik tentang manajemen berbeda-beda, namum menurut Winardi (2000:6) ciri-ciri dasar manajemen mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Perencanaan (planning) menyebabkan dipilihnya arah tindakan (rencana-rencana) yang akan mengarahkan sumber-sumber daya manusia serta alam sesuatu organisasi untuk masa yang akan datang.
2.      Pengorganisasian (organizing) mengkombinasi berbagai macam sumber daya manusia dan alam menjadi suatu keseluruhan yang berarti.
3.      Tindakan menggerakkan (actuating) mencakup motivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya.
4.      Pengawasan (controlling) meliputi tindakan mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan standar-standar yang telah digariskan.

Dalam mengelola suatu organisasi ataupun lembaga manajemen sangatlah penting karena sebagai suatu kegiatan untuk mencapai tujuan. lembanga yang mengurusi zakat ini merupakan lembaga yang sentral di kabupaten Garut yang mempunyai struktur dan kepengurusan yang jelas, maka untuk menjalankan semua itu harus bisa menerapkan manajemen yang bagus dan melaksanakan kegiatan agar tujuan organisasi bisa tercapai.
Berkaitan dengan manajemen zakat harus berpedoman dengan prinsip-prinsip dasar manajemen secara professional sebagaimana penerapan ketentuan-ketentuan atau prinsip dan fungsi manajemen secara umum. Secara operasional dan fungsional manajemen zakat berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang berkaitan dengan zakat (Ismail Nawawi, 2010:48).
Maka dalam pengelolaannya BAZNAS di Kab. Garut diharapkan mampu menerapkan manajemen yang profesional dan menyesuaikan apa yang diharapkan dalam memberdayaan ekonomi khususnya kepada para mustahik yang potenisal sehinngga bisa menjadi sebuah sentralisasi dalam mendistribusikan zakat produktif yang efektif dan efisien.
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan pasal 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengorganisasian dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat. selain itu dalam pasal 25 dan 26 zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat Islam. Pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan.
Selain itu kelahiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menjadi sejarah penting dalam sejarah pengelolaan zakat di Indonesia sebagai revisi UU pengelolaan zakat sebelumnya. Undang-undang ini menjadi tonggak kebangkitan pengelolaan zakat di Indonesia setelah sekian puluh tahun termarjinalkan dan titik balik terpenting dunia zakat nasional. Berdasarkan UU No 23 tahun 2011 bahwa pengelolaan zakat dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah dari tingkat nasional sampai kecamatan. Untuk tingkat nasional dibentuk BAZNAS, tingkat provinsi dibentuk BAZNAS provinsi, tingkat kabupaten/kota dibentuk BAZNAS Kabupaten/Kota dan tingkat kecamatan dibentuk BAZNAS kecamatan. Organisasi BAZNAS di semua tingkatan bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. Guna tercapainya tujuan yang lebih optimal dalam pengelolaan zakat untuk kesejahteraan umat, maka dalam UU disebutkan bahwa lembaga pengelola zakat tidak hanya mengelola zakat, tetapi juga mengelola infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat. (Kemenag RI, 2012:56).    
Supaya pengorganisasian yang mengurusi zakat dapat berkembang dengan baik, prinsip-prinsip pengorganisasian berikut perlu dilaksanakan : (Daud Ali, 2006:65)
1.      Penanggung jawab tertinggi seyogyanya pemerintah atau pejabat tertinggi dalam strata pemerintahan setempat atau lingkungan tertentu.
2.      Pelaksanaannya adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh secara professional
3.      Kebijaksanaan harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai dasar pengumpulan, dan pendayagunaan zakat, sumber dan sasarannya pemanfaatannya untuk suatu waktu tertentu
4.      Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan produktif bagi pengembangan masyarakat
5.      Usulan proyek penggunaan dana untuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh lembaga. 
Distribusi zakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara memberikan kepada orang yang berhak menerima (mustahik) secara konsumtif dan dapat diberikan dengan cara produktif atau dengan cara memberikan modal atau zakat dapat dikembangbangkan dengan pola investasi (Ismail Nawawi, 2010:67).
Pengelolaan zakat tidak boleh lepas dari sandarannya yang utama yaitu Al-Quran dan Hadits. Antara lain terdapat dalam:
1.      Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 60
$yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym  
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Menurut Masdar Mas’udi (1991) Sasaran distribusi zakat disebutkan dalam Al-Qur`an surat at-Taubah 60. Dalam ayat tersebut ada 8 kelompok sasaran pendistribusian zakat yaitu fakir, miskin, amil, mu’allaf, membebaskan budak (riqab), orang yang berutang (gharimin), fi sabilillah, dan ibn sabil. Berikut dijelaskan masing-masing dan penafsirannya sesuai dengan konteks sekarang.
a.       Fakir dan Miskin
Pada Umumnya para fuqaha menetapkan kebutuhan pokok hanya dalam tiga hal yaitu pangan, sandang, dan papan, dan kebutuhan tersebut sangat minimalis atau sekedar untuk bertahan hidup.Untuk konteks sekarang, konsep kebutuhan pokok seperti itu jelas perlu penyesuaian. Bukan saja kuantitasnya tetapi juga kualitasnya sehigga dengan kebutuhan pokok tersebut manusia bisa hidup secara wajar (Mas’udi, 1991:149). Bedanya, kelompok fakir keadaanya lebih kurang beruntung dibanding dengan kelompok miskin.
1.      Pangan dengan kandungan kalori dan protein yag memungkinkan pertumbuhan fisik seara wajar; 
2.      Sandang yang dapat menutupi aurat dan melindungi gangguan cuaca; 
3.      Papan yang dapat memenuhi kebutuhan berlindung dan membina kehidupan keluarga secara layak; 
4.      Pendidikan yang memungkinkan pihak bersangkutan mengembangkan tiga potensi dasarnya selaku manusia: kognitif, afektif, dan psikomotorik.  
Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana pertanian sebagai tumpuan kesejahteraan ekonomi rakyat dan pengairan yang luas, pembangunan sektor industri yang secara langsung berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Di samping itu, dana zakat juga dapat digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dasar sampai tinggi untuk setiap warga yang memerlukan, pengadaan sarana dan prasarana kesehatan bagi rakyat, dan pengadaan sarana dan prasarana lain yang erat hubungannya dengan usaha menyejahterakan rakyat yang berada pada atau di bawah garis kemiskinan.
b.       Amilin 
Dalam literatur-literatur fiqih yang disebut dengan amil zakat adalah imam, khalifah atau amir. Hal ini menunjukkan bahwa yang disebut amil adalah instasi pemerintah yang bertugas secara khusus untuk memungut dan mengelola zakat.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan hak penerimaan dana zakat, yang disebut amil adalah orang-orang dan atau fungsi-fungsi yang terlibat dalam salah satu dari bidang tanggung jawab sebagai berikut (Mas’udi, 1991:151): 
Pengontrol kebijakan zakat sebagaimana disepakati oleh rakyat wajib zakat.
1.      Aparat pemungut atau pencatat zakat. 
2.      Aparat administrasi perzakatan. 
3.      Segenap aparat departemen teknis yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dengan dana zakat. 
Semua orang yang terlibat dalam salah satu dari empat tugas tersebut berhak menerima bagian dari dana zakat dalam ukuran yang disepakati. 
c.       Muallaf 
Secara harfiah “muallafati qulubuhum” dalam surat at-Taubah:60 berarti orang yang sedang dijinakkan artinya. Dengan meminjam ijtihad Umar, pembujukan hati tersebut bukan semata bertujuan agar mereka tetap masuk dalam komunitas Muslim, tetapi lebih agar mereka memilih jalan hidup sesuai dengan jalan hidup kaum Muslim yang sebenarnya, yaitu jalan hidup yang sesuai dengan fitrah manusia. 
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan untuk menyadarkan kembali anggota masyarakat yang terperosok ke jalan hidup yang berlawanan dengan fitrah kemanusiaan seperti penyalahgunaan narkotika dan sejenisnya.
d.      Riqab
Secara harfiah riqab adalah orang dengan status budak. Untuk masa sekarang, manusia dengan status budak belian seperti ini sudah tidak ada lagi.akan tetapi, apabila dilihat maknanya secara lebih dalam arti riqab merujuk pada kelompok manusia yang tertindas dan dieksploitasi oleh manusia lain, baik secara personal maupun struktural.
Dengan pengertian ini, dana zakat untuk kategori riqab dapat digunakan untuk “memerdekakan” orang atau kelompok masyarakat yang sedang dalam keadaan tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah hidupnya sendiri. Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk membantu buruh-buruh rendahan dan kuli-kuli kasar dari hegemoni majikan mereka dan lain-lain (Mas’udi, 1991:156). 
e.       Gharimin 
Secara harfiah “gharimin” adalah orang-orang yang tertindih hutang. Untuk konteks sekarang, pengertian ini masih relevan. Akan tetapi, di samping penggunaan dana zakat yang bersifat kreatif atau memberikan bantuan setelah terjadinya kebangkrutan atau kepailitan orang yang berutang tersebut, dana zakat seharusnya juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan tersebut dengan menyuntikkan dana agar usaha seseorang yang terancam bangkrut dapat pulih kembali.  
f.       Fi sabilillah 
Menurut Mas’udi (1991:159), istilah “fi sabilillah” memiliki dua pengertian. Dalam pengertian negatif, fi sabilillah berarti berperang memerangi kekafiran. Sedangkan menurut pengertian positifnya, fi sabilillah berarti menegakkan “jalan Allah” itu sendiri. Jalan Allah itu diartikan sebagai “cita kebaikan-kebaikan-Nya yang universal, yang mengatasi batas kepercayaan, suku, ras, dan batas-batas formal lainnya.”Rinciannya bisa macam-macam, tetapi pangkalnya adalah kemaslahatan bersama.
g.      Ibnussabil 
Para fuqaha selama ini mengartikan ibnussabil sebagai “musafir yang kehabisan bekal”. Meskipun tidak salah dan masih relevan, namun pengertian ini sangat sempit. Untuk konteks sekarang, pengertian ibnussabil dapat dikembangkan bukan sekedar pada “pelancong” yang kehabisan bekal, tetapi juga terhadap orang atau kelompok masyarakat yang “terpaksa” menanggung kerugian atau kemalangan ekonomi karena sesuatu yang tidak disengaja seperti karena bencana alam, wabah penyakit, dan peperangan. 
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan tidak saja untuk keperluan musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi baik karena alasan politik maupun karena alasan lingkungan alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan sebagainya. 
Kedelapan kelompok sasaran zakat tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima sasaran yaitu (Oran dan Rashid, 1991:111): 
1.      Redistribusi pendapatan ekonomi dan sosial. 
2.      Tujuan-tujuan politis. 
3.      Administrasi zakat. 
4.      Pembiayaan proyek-proyek sosial. 
5.      Kesejahteraan umum.
 
2.      Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Abbas:
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ (فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ
Dari Ibnu Abbas . bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka" (Beirut : Makhtab at-Tarbiyah al-‘Arabiy li Dual al Khaliji, 1988 M/1408 H).
Ekonomi dalam perspektif ilmu diartikan dengan cara-cara menghasilkan, mengedarkan, membagi, dan memakai barang dan jasa dalam masyarakat, selain itu ekonomi juga berbicara tentang bagaimana cara memperkembangkan cara-cara tersebut agar produksi semakin tumbuh, sirkulasi semakin mudah dan distribusi semakin baik, hingga kebutuhan-kebutuhan materi masyarakat bias terpenuhi sebaiknya (Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, 1985:29).
Sedangkan masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Ralph Liontin, 1936:91).

F.     Langkah-langkah Penelitian
1.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kantor BAZNAS Kabupaten Garut yang beralamat Jl. Otto IskandardinataNo. 276 A Telp. +62 0262 233971 Tarogong Garut. Pengambilan lokasi di daerah tersebut mengingat besarnya kemungkinan penelitian dapat dilaksanakan yaitu dengan melihat data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia dan untuk mengumpulkan data-data juga tidak terlalu sulit karena di kantor BAZNAS Kab. Garut khususnya untuk manajemen pengelolaan BAZ adanya perbaikan.
Di samping itu hubungan antara pihak penyusun dengan pihak BAZNAS Kab. Garut terjalin dengan komunikasi baik. Kemudian dilihat dari pertimbangan kesesuaian dengan latar belakang akademik penyusun, penelitian ini tepat dilaksanakan mengingat ada korelasi antara penyusun yang sedang studi tentang Manajemen Dakwah dengan pengambilan judul dan objek penelitian tersebut.
Dilihat dari pertimbangan geografis, mudah dijangkau karena tempat tinggal penyusun tidak jauh dari lokasi penelitian karena penyusun lebih dekat dan dapat dijangkau dengan kendaran umum maupun pribadi.
2.      Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena untuk menggambarkan, memaparkan dan menjelaskan data-data dan informasi tentang optimalisasi pengelolaan di BAZNAS Kab. Garut melalui observasi, wawancara dan studi kepustakaan yang menyeluruh terhadap objek penelitian. Lalu, data yang diperoleh dan terkumpul dianalisis. Dengan menggunakan metode tersebut dapat menghantarkan peneliti dalam perolehan data secara benar, akurat dan lengkap berdasarkan pengumpulan data dan pengolahan data secara sistematis.
3.      Jenis data
Adapun jenis data yang dikumpulkan berdasarkan penelitian adalah berkaitan dengan:
1.      Data tentang pengelolaan seperti pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat di BAZNAS Kab. Garut.
2.      Data tentang manajemen yang diterapkan dalam mengelola BAZ sehingga menjadi mobilisasasi ekonomi masyarakat di kabupaten Garut.
4.      Sumber Data
Mengenai sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti membaginya menjadi dua bagian:
a.       Sumber data primer
Sumber data primer ialah sumber data yang berhubungan langsung dengan keadaan objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menghubungi secara langsung dengan pengurus BAZNAS Kab.Garut.


b.      Sumber data sekunder
Data sekunder ialah data-data yang digunakan sebagai data penunjang baik berupa buku-buku yang membahas tentang pengelolaan pengorganisasian  seperti dasar-dasar manajemen, perinsip perinsip manajemen, juga makalah, paper, artikel, jurnal, atau karya lain yang membahas tentang pengelolaan dan tafsir Al-Qur’an yang berkaitan dengan objek kajian ini.
5.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik yaitu, observasi, wawancara, dokumentasi dan studi literatur.
a.       Observasi
Observasi ini ditujukan pada keadaan umum BAZNAS Kab. Garut, keadaan fisik, dan aktifitas kegiatan.
Langkah observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung penerapan pengelolaan pada kegiatan-kegiatan di kantor BAZNAS Garut sebagai lembaga/intansi yang melayani keagamaan khususnya mengenai zakat secara langsung, karena penelitian akan bersifat deskriptif, maka diperlukan observasi kelapangan guna mendapatkan gambaran kondisi yang sebenarnya tentang pengelolaan yang diterapkan di BAZNAS Kab. Garut.
Observasi dilaksanakan karena peneliti merasa, harus mengetahui objek penelitiannya secara nyata, dari segala aspeknya agar mempermudah peneliti dalam mengetahui, hambatan-hambatan yang akan dihadapi dalam penelitian.
b.      Wawancara
Peneliti mengumpulkan data dengan cara mewawancarai secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait, terutama pengurus dan ketua badan amil zakat kabupaten Garut mengenai latar belakang berdirinya BAZNAS Kab. Garut, serta manajemen yang digunakan pada saat pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam metode wawancara peneliti memakai pedoman wawancara berstruktur. Dalam wawancara berstruktur semua pertanyaan telah dirumuskan dengan cermat secara tertulis sehingga pewawancara dapat menggunakan daftar pertanyaan itu sewaktu melakukan interview atau jika mungkin menghafalkan diluar kepala agar percakapan lebih lancar dan wajar.
c.       Dokumentasi
Metode dokumentasi ini dilakukan dengan cara mencatat hasil wawancara, memeriksa, dan mengumpulkan dokumen dan menguji dokumentasi yang sudah ada yang berkaitan dengan fokus dan masalah penelitian seperti struktur organisasi, profil keanggotaan, dan dokumen-dokumen kegiatan di BAZNAS Kab. Garut.
Kemudian hasil dokumentasi dianalisis peneliti yang diharapkan mampu menjawab rumusan masalah pada penelitian ini.
d.      Studi literatur
Tekniknya yaitu dengan cara memanfaatkan sumber informasi yang terdapat dalam buku-buku untuk menggali konsep dan teori dasar yang ditentukan oleh para ahli. Khususnya teori-teori mengenai fungsi manajemen yaitu pengelolaan.
6.      Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analis, deskriptif analitik yaitu metode yang digunakan untuk menyusun data yang telah dikumpulkan di jelaskan kemudian analisa (Winarno, 1904:190) Analisis data yaitu pengolahan data yang dilakukan setelah semua data yang berkaitan dengan masalah penelitian yang terkumpul yang kemudian menjadi data yang bermakna mengarah pada kesimpulan.
Peneliti dalam menganalisis data melakukan beberapa tahapan dalam pengolahan data sebagai berikut:
a.       Data-data yang sudah terkumpul dari hasil penelitian akan diklasifikasikan sesuai dengan masalah penelitian, baik yang dilakukan melalui observasi, wawancara atau dokumentasi.
b.      Data-data yang sudah diklasifikasikan sesuai dengan jenis masalah yang akan dijawab dalam penelitian.
c.       Data-data yang sudah diklasifikasikan pembahasan hasil penelitian dibahas dengan menggunakan análisis kualitatif.
Menarik kesimpulan dan mengklasifikannya, yaitu membandingkan data yang didapat dari lapangan dengan beberapa teori yang menjadi rujukan, apakah telah sesuai dengan teori yang menjadi bahan rujukan atau tidak sesuai dengan teori tersebut.
BAB II
TINJAUAN TENTANG MANAJEMEN DAN DISTRIBUSI ZAKAT

A.    ZAKAT
1.      Pengertian Zakat
Di dalam ajaran Islam sebagai ajaran wahyu ada dua tata hubungan yang harus dipelihara. Pertama, ajaran Islam yang memiliki hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Kedua, ajaran Islam yang memiliki hubungan horizontal, kaitannya bukan hanya antara manusia dengan Tuhan, melainkan memiliki hubungan sosial. Keduanya disebut dengan kalimat : hablum minallah wa hablum minan nas. Salah satu ajaran islam yang memiliki hubungan sosial adalah zakat, sebagaimana yang telah di katakan Al-Quran dalam surat At-Taubat ayat 103.
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ
Artinya :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkandan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti orang itu baik. (Yusuf Qardawi, 2010:34).
Zakat diambil dari kata az-zaka’u yang berarti an-nama’, at-tahara az-ziyadah dan al-barakah yaitu tumbuh atau berkembang, suci, bertambah dan barokah (Mu’inan Rafi’, 2011:23).
Sedangkan dari segi terminologi zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula. Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab, haul, dan kadarnya (Daud Ali, 2006:39).
Selain zakat al-Quran juga mempergunakan istilah shadaqah untuk perbuatan-perbuatan yang berkenaan dengan harta kekayaan yang dimiliki seseorang. sedangkan infak menurut pengertian umum adalah mengatur atau mengeluarkan harta untuk memenuhi keperluan (Wawan Shofwan, 2011:19).
Walaupun tujuannya sama dan didalam al-Qur’an istilah shadaqah dipakai, baik untuk zakat maupun untuk sedekah biasa, namun kalau dipandang dari segi hukum seperti telah disinggung di atas, keduanya berbeda. Perbedaannya itu adalah sebagai berikut : (1) zakat mempunyai fungsi yang jelas untuk menyucikan atau membersihkan harta dan jiwa pemberinya. (2) shadaqah bukan merupakan suatu kewajiban. sifatnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu pada pengeluarannya, baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya (Daud Ali, 2006:320).


2.      Dasar Hukum Zakat
Kewajiban zakat atas setiap umat Islam yang sampai nisab merupakan realisasi dari hukum Islam itu sendiri, bahkan merupakan hukum kemasyarakatan yang paling tampak diantara semua hukum-hukum Islam. Zakat yang merupakan rukun Islam ketiga ini disebut dalam Al-Qur’an di 82 ayat atau tempat, di dalam kitab-kitab hadits, yang kemudian dikembangkan oleh ijtihad manusia yang memenuhi syarat dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam. Karena itu, kendatipun istilahnya sama, seringkali rumusan dan pengertiannya berbeda diantara aliran-aliran hukum tersebut (Daud Ali, 2006:38).
Menurut Mu’inan Rafi’ (2011:26) zakat sebagai hukum Islam juga merupakan kewajiban yang banyak diperintahkan oleh al-Qur’an sebagai sumber pertama hukum Islam. Indikasi ini terbukti pada bentuk lapad amar (perintah) atau intruksi terutama yang dijelaskan dalam surat at-Taubah (09):103 di atas.
Memahami dari beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan perintah zakat sebagai mana di atas, As-Sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam setelah al-Qur’an, secara koheren ikut andil dalam menguatkan al-Qur’an dengan cara mengupas semua sisi kewajiban Islam yang pokok ini, yaitu zakat serta aturan dan ruhnya. As-Sunnah memandang zakat bukan hanya sebagai bagian dari lima rukun Islam saja, melainkan zakat juga merupakan bukti keimanan dan ungkapan rasa syukur, menghilangkan kemiskinan dan penguji derajat kecintaan kepada Allah SWT (Mu’inan Rafi’, 2011:29).
Hadits dibawah ini menegaskan uraian di atas, diantaranya hadits yang disampaikan kepada Mu’az Ibn Jabal ketika Nabi mengangkatnya sebagai gubernur, wali atau kepala pengadilan Yaman :
بَعَثَنِي رَسُولُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: "إِنّكَ تَأْتِي قَوْما مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ، فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاّ الله وَأَنّي رَسُولُ اللّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنّ الله افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنّ الله افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدّ فِي فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللّهِ حِجَابٌ
Artinya :
Sesungguhnya Nabi SAW mengutus Mu’az ke Yaman, maka nabi berkata : sesungguhnya kamu datangi kaum ahli kitab dan ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya adalah Rasulullah, dan jika mereka sudah taat dan meyakininya, maka beritahulah kepada mereka sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kalian sadaqah atas harta kalian diambil dari orang-orang kaya untuk di serahkan (diberikan) kepada orang-orang fakir diantara kamu, dan jika mereka sudah menjelaskan tentang hal itu, maka beritahulah sesungguhnya Allah mewajibkan kepada kalian ssadaqah atas harta kalian, diambil dari orang-orang kaya untuk diserahkan kepada orang-orang kafir diantara kamu, dan jika mereka sudah menjalankan tentang hal itu, maka takutlah atas rizki yang melimpah ruah pada harta kamu dan takutlah terhadap do’anya orang yang teraniaya, karena sesungguhnya do’anya antara mereka dengan Allah tidak ada hijab (pembatas) Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut : Makhtab at-Tarbiyah al-‘Arabiy li Dual al Khaliji, 1988 M/1408 H).

Hadits tersebut menunjukan bahwa Islam dan Iman seseorang harus dibuktikan dengan amaliah sosial kemasyarakatan, Iman tidaklah sekedar kata-kata melainkan dengan iman kita harus dapat menunjukan keberadaan dan kebaikan Allah, dengan kata lain iman seseorang tidak berarti sedikitpun jika tanpa diikuti dengan pengamalan salat (huungan vertikal atau habl min Allah) dan pembayaran zakat (hubungan horizontal atau habl min an-nas).  
3.       Hikmah dan Tujuannya Zakat
Zakat sebagai lembaga Islam mengandung hikmah yang bersifat rohaniah dan filosofis. Diantara hikmah itu adalah : (1) mensyukuri karunia Allah, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat kikir dan loba, dengki, iri, serta dosa; (2) melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan; (3) mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia; (4) manifestasi gotong royong dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa; (5) mengurangi kefakir miskinan yang merupakan masalah sosial; (6) membina dan mengembangkan stabilitas sosial (Daud Ali, 2006:41).
Sedangkan tujuan zakat itu sendiri untuk mengurangi jurang perbedaan dan kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin sehingga tercipta pemerataan ekonomi dan keadilan. Sebagian harta dari orang-orang kaya diambil untuk diberikan dan di manfaatkan oleh orang-orang miskindan diharapkan zakat mampu menciptakan keadilan dan pemerataan ekonomi dengan berkurangnya mustahiq (Yusuf Qardhawi, 1995:886).
Tujuan zakat yang mulia tidak terbatas, masih banyak tujuan yang lain dan tidak dapat disampaikan secara rinci antara lain mengembangkan harta, zakat melatih sikap dermawan dan tanggung jawab sosial. Mensucikan harta dan lain sebagainya. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa tujuan zakat adalah untuk kemaslahatan individual dan untuk kemaslahatan umum.
B.     MANAJEMEN ZAKAT
1.      Pengertian Manajemen
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Pelaksanaannya adalah “managing” atau pengelolaan, sedangkan pelaksananya disebut manager atau pengelola (G.R. Terry, 2009:1)
Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan. Artinya manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Islam memandang manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia itu memiliki potensi positif yang di lukiskan dengan hanif potensi semacam ini didasari atas penilaian terhadap manusia, sebagaimana  diketahui bahwa ilmu manajemen itu berkembang sepanjang perkembangan dan perjalanan manusia yang terus akan berubah. Sedangkan dalam watak  hanif ini akan mengiring manusia pada sifat dasarnya, yaitu cenderung untuk memilih yang baik dan yang benar dalam kehidupannya (Munir dan Wahyu Ilaih, 2009:9).
Sedangkan secara terminologi terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Menurut George R. Terry (2009:2) Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
Harold Koontz dan Cyril O’Donnel (2009:3) Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian.
Sedangkan menurut Malayu Hasibuan (2009:2) Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber yang lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sekalipun definisi-definisi spesifik tentang manajemen berbeda-beda, namum menurut Winardi (2000:16) ciri-ciri dasar manajemen mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Perencanaan (planning) menyebabkan dipilihnya arah tindakan (rencana-rencana) yang akan mengarahkan sumber-sumber daya manusia serta alam sesuatu organisasi untuk masa yang akan datang.
2.      Pengorganisasian (organizing) mengkombinasi berbagai macam sumber daya manusia dan alam menjadi suatu keseluruhan yang berarti.
3.      Tindakan menggerakkan (actuating) mencakup motivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya.
4.      Pengawasan (controlling) meliputi tindakan mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan standar-standar yang telah digariskan.
Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas baik pengetahuan, fisik, material, waktu dan perhatian sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Maka usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut mendorong manusia untuk membagi pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam organisasi ini maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai.
Sedangkan manajemen yang diartikan sebagai ilmu adalah anggapan bahwa manajemen merupakan bidang yang harus dipelajari sebagaimana bidang-bidang keilmuan lainnya (Lilis Sulastri, 2012:13).
Manajemen sebagai ilmu pengetahuan yaitu pengacuan kepada kebenaran-kebenaran umum. Ilmu pengetahuan bersifat dinamis dari zaman klasik sampai kontemporer. Sedangkan seni adalah pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan. Ia adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen. Maka ilmu pengetahuan dan seni manajemen merupakan komplemennya masing-masing (George R.Terry dan Leslie Rue, 2009:2).

2.      Tujuan Manajemen
Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba atau pelayanan/pengabdian melalui proses manajemen itu.
Dalam organisasi tujuan yang ingin dicapai selalu ditetapkan dalam suatu rencana (plan), karena itu tujuan hendaknya ditetapkan dengan “jelas, realistis, dan cukup menantang” untuk diperjuangkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki. Dalam menetapkan tujuan ini harus didasarkan pada analisis, informasi, dan potensi yang dimiliki serta memilih alternatif-alternatif yang ada. Tujuan organisasi dapat diketahui dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangganya (ART). (Malayu Hasibuan, 2009:18).
3.      Fungsi-fungsi Manajemen
Manajemen adalah suatu bentuk kerja. Dalam melakukan pekerjaannya harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, menurut G.R.Terry dan Leslie W Rue (2009:9) ada lima fungsi utama dalam manajemen yang terdiri dari : 
1)      Planning – menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu.
2)      Organizing – mengelompokan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
3)      Staffing – menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
4)      Motivating – mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan-tujuan.
5)      Controlling – mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif dimana perlu.
4.      Manajemen Zakat Sebuah Konsep
Keberadaan manajemen karena adanya tuntutan pengaturan dalam kehidupan masyarakat, kebutuhan negara menjalankan fungsi dan tanggung jawab terhadap rakyat dan aspek-aspek kehidupan yang lainnya. Menurut Hafidhuddin dan Henri Tanjung (2003:19) mengatakan apabila kita membicarakan manajemen, maka perlu kita menyadari bahwa manajemen telah begitu ada dalam kehidupan ini.
Menurut Kast dan James E Rosenzweig dalam Ismail Nawawi (2010:46) manajemen adalah pekerjaan mental (pikiran intuisi, perasaan) yang dilaksanakan oleh orang-orang dalam konteks organisasi. Manajemen adalah sub sistem kunci dalam sistem organisasi dan merupakan kekuatan vital yang menghubungkan semua sistem lainnya. Manajemen mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Mengkoordinasikan sumber daya manusia, material dan keuangan kearah tercapainya organisasi secara efektif dan efisien.
2.      Menghubungkan organisasi dengan lingkungan luar dan menanggapi kebutuhan masyarakat.
3.      Mengembangkan iklim organisasi dimana orang dapat mengejar sasaran perseorangan (Individual) dan sasaran bersama (collective).
4.      Melaksanakan fungsi tertentu yang dapat ditetapkan seperti menentkan sasaran, merencanakan merakit sumber daya, mengorganisir, melaksanakan, dan mengawasi.
5.      Melaksanakan berbagai peranan antar pribadi informasional dan memutuskan (decisional).
Berkaitan dengan manajemen zakat dengan kerangka pemikiran sebagaimana diatas harus berpedoman dengan prinsip-prinsip dasar manajemen secara professional sebagaimana penerapan ketentuan-ketentuan atau prinsip dan fungsi manajemen secara umum. Secara operasional dan fungsional manajemen zakat dijelaskan secaara terperinci yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang berkaitan dengan zakat (Ismail Nawawi, 2010:47).
a.      Perencanaan Zakat
Secara konseptual perencanaan adalah proses pemikiran penentuan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai, tindakan yang harus dilaksanakan, bentuk organisasi yang tetap ntuk mencapainya dan orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan yang hendak dilaksanakan oleh badan/lembaga amil zakat (Ismail Nawawi, 2010:48).
Terkait dengan perencanaan zakat Ismail Nawawi (2010:48) menguraikan kegiatan dengan proses sebagai berikut :
1.      Menetapkan sasaran dan tujuan zakat. sasaran zakat berkaitan dengan orang yang berkewajiban zakat (muzzaki) dan orang yang berhak mendapatkan zakat (mustahik). Sedangkan tujuan adalah menyantuni orang yang berhak agar terpenuhi kebutuhan dasarnya atau meringankan beban mereka.
2.      Menetapkan bentuk organisasi atau kelembagaan zakat yang sesuai dengan tingkat kebutuhan yang hendak dicapai dalam pengelolaan zakat.
3.      Menetapkan cara melakukan penggalian sumber dan distribusi zakat.
4.      Menentukan waktu untuk penggalian sumber zakat dan waktu untuk mendistribusikan zakat dengan skala prioritas.
5.      Menetapkan amil atau pengelola zakat dengan menentukan orang yang mempunyai komitmen, kompetensi, mindset dan profesionalisme untuk pengelolaan zakat.
6.      Menetapkan sistem pengawasan terhadap pelaksanaan zakat, baik mulai dari pembuatan perencanaan, pembuatan pelaksanaan, pengembangan terus menerus secara berkesinambungan.
Dari perencanaan tersebut, kemudian dibuatlah program kerja yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kelembagaan zakat yang telah ditetapkan. Tugas utama dalam merancang bangun kegiatan zakat harus disesuaikan dengan lingkungan kerjanya agar dapat membantu menciptakan efisiensi, efektivitas dan dilakukan secara rasional (Ismail Nawawi, 2010:49).
b.      Pengorganisasian Pengelola Zakat
Organisasi adalah wadah menentukan bentuk manajemen bersifat dinamis sebab merupakan kegiatan di dalam batas wadah dimana kegiatan berada. Kegiatan ini bias berupa pembagian pekerjaan siapa melakukan apa, dimana, bagaimana, kapan, bias juga berupa pengaturan wewenang penentuan cara-cara kerja (Kemenag RI, 2012:82).
Organisasi Islam sangat memperhatikan dan mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir secara baik dan rapi.
Kast dan James E Rosenzweig (2002:21) organisasi didefinisikan sebagai sekelompok orang yang terikat formal dalam hubungan atasan dan bawahan yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama pula. Organisasi dapat disoroti dari dua sudut pandang yaitu sebagai wadah berbagai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat didalamnya.
Sementara itu organisasi sebagai wadah atau sub sistem sebagai proses yang menggambarkan aktivitas yang sedang, akan, dan telah dilaksanakan oleh manusia yang bergabung dalam sebuah organisasi yang bersifat sosial. Organisasi dikatakan berhubungan dengan aspek sosial, karena memang subjek dan objeknya manusia yang diikat oleh nilai-nilai tertentu. Nilai adalah hakikat moralitas kehendak untuk memenuhi kewajiban manusia, baik dalam organisasi formal maupun organisasi informal (Ismail Nawawi, 2010:50).
Berkaitan dengan pengelolaan dan pengorganisasian zakat di Indonesia, pemerintah dengan DPR menerbitkan UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Kemudian Undang-Undang tersebut, disempurnakan dengan UU No.373 tahun 2003 tentang pelaksanaan dan UU No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Namun pada akhirnya UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di gantikan dengan UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Dalam UU Zakat tersebut ditentukan kewenangan Lembaga Pengelola zakat yang dibentuk oleh Pemerintah disebut Badan Amil Zakat Nasional dikenal dengan BAZNAS, sedangkan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
1)      Badan Amil Zakat (BAZ)
Institusi ini sebelumnya biasa disebut dengan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah). Sedangkan pengertian BAZIS secara istilah antara lain ditemukan  dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri dalam Negri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sedekah. Dalam Pasal 1 SKB tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan BAZIS adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq, dan sedekah secara berdaya guna dan berhasil guna.
Agar Pengelolaan zakat dapat tersentralisasi dengan lahirnya Undang-undang nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Ibu kota, Provinsi, dan kabupaten/Kota. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS menyelenggarakan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

a)      Struktur Organisasi Badan Amil Zakat
Susunan organisasi BAZ, menurut keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 Pasal 3, 4, 5 dan 6, sekurang-kurangnya terdiri dari unsur Dewan Pertimbangan, komisi pengawas, dan badan pelaksana. Dewan Pertimbangan atau biasa disebut dengan unsur pembina adalah pemerintah baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Untuk pembina tingkat pusat adalah menteri Agama dan tingkat Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota, Camat dan Kepala Desa/Lurah.
b)     Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat
Dewan Pertimbangan fungsinya yaitu memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan manajerial. Sedangkan tugas pokoknya memberikan garis-garis kebijakan umum BAZ, mengesahkan rencana kerja dari badan pelaksana, dan komisi pengawas, mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus BAZ, memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja badan pelaksana dan komisi pengawas, dan menunjuk akuntan publik.
Komisi Pengawas fungsinya yaitu sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Tugas pokoknya mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan, mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dewan petimbangan, mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, melakukan pelaksanaan operasional dan pemeriksaan syari’ah.
Sebagai pelaksana pengelola zakat, Badan Pelaksana mempunyai tugas pokok diantaranya :
1.      Membuat rencana kerja
2.      Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
3.      Menyusun laporan tahunan.
4.      Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada pemerintah.
5.      Bertindak dan bertanggung jaawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.
Salah satu tugas pentin lain dari lembaga pengelola zakat adalah melakukan sosialisai tentang zakat kepada masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti khtbah jum’at, majelis ta’lim, seminar, diskusi dan lokakarya, melalui media, surat kabar, majalah, radio, internet maupun televisi (Ismail Nawawi, 2010:54). 
2)      Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Pengertian tersebut dapat ditemukan pula dalam UU Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. dalam pasal 18 pembentukan LAZ wajib mendapat izin mentri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri. Dan harus memenuhi persyaratan paling sedikit :
a.       Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b.      Berbentuk lembaga dan berbadan hukum;
c.       Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d.      Memiliki pengawas syariat;
e.       Memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk maelaksanakan kegiatannya;
f.       Bersifat nirlaba;
g.      Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h.      Bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.
c.       Pelaksanaan Kegiatan Zakat
Dalam pelaksanaan pengelolaan zakat diperlukan pengelola zakat secara profesional, mempunyai kompetensi dan komitmen sesuai dengan kegiatan yang dilakukan (Nawawi Ismail, 2010:54).
Pelaksanaan sebagai salah satu fungsi dari pada manajemen adalah merupakan fungsi penggerak. Untuk keperluan ini dibutuhkan orang-orang yang menggerakkan, pihak-pihak inilah yang membimbing kegiatan-kegiatan dalam rangka kerjasama itu akan berjalan secara tidak terkendali sehingga tidak sesuai dengan maksud dan tujuan daripada rganisasi. Agar maksud di atas dapat dicapai diperlukan adanya leadership yang mencakup pembimbingan, pembinaan, dan penggerakkan. Dalam segi eksternal, kepemimpinan tergantung pada suatu kelompok kepada siapa pejabat itu harus bertanggung jawab. Karena pada dasarnya kelompok itulah yang menugaskannya sebagai pimpinan, sehingga dengan demikian ia harus taat dan bertanggung jawab pada kelompok yang menentukannya. Ia harus berusaha agar kehendak tadi dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien kearah tujuan yang telah ditetapkan (Kemenag RI, 2012:83).     
Dalam berkaitan ini Ismail Nawawi (2010:54) menguraikan bahwa kriteria pelaksan zakat dan kriteria pemimpin badan/lembaga amil zakat sebagai berikut :
1)      Penentuan Kriteria Pelaksan Zakat
Dalam menentukan petugas pelaksana (amil) zakat harus memenuhi berbagai kriteria sebagaimana yang dikemukakan oleh Qardawi (1991:596) menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut :
1.      Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk Rukun Islam ketiga, karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.
2.      Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.
3.      Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Dalam Al-Qur’an dikisahkan sifat utama Nabi Yusuf a.s. yang mendapatkan kepercayaan menjadi bendaharawan negara mesir, yang saat itu mesir dilanda musim paceklik sebagai akibat dari musim kemarau yang panjang. Beliau berhasil membangun kembali kesejahteraan masyarakat, karena kemampuannya menjaga amanah.
4.      Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.
5.      Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
d.      Pengawasan Zakat
Pengawasan adalah meliputi penelitian, pengendalian dan pengamatan dan pemeriksaan. Tujuan dari pengawasan ialah untuk mengetahui sampai sejauh mana usaha kerjasama itu dapat diselenggarakan, apakah pelaksanaan kegiatannya itu sesuai dengan perencanaannya dan pelaksanaannya.
Secara konseptual dan operasional pengawasan adalah suatu upaya sistematis, untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan untuk menetapkan apakah terjadi suatu penyimpangan dan mengukur signifikasi penyimpangan tersebut untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya badan atau lembaga amil zakat telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan badan atau lembaga amil zakat (Ismail Nawawi, 2010:65)
Secara manajerial pengawasan zakat adalah mengukur dan memperbaiki kinerja amil zakat guna memastikan bahwa tujuan badan atau lembaga amil zakat semua tingkat dan rencana yang telah dirancang untuk mencapainya yang telah sedang dilaksanakan (Ismail Nawawi, 2010:65).
Jadi pola pengawasan yang digunakan seperti hal nya di atas, yaitu menetapkan sistem dan standar operasional pengawasan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditentukan, dan mengukur kinerja atau mengevaluasi kinerja dengan standar yang telah dilakukan.
C.    Pendistribusian dan Pengembangan Zakat
Distribusi zakat dapat dilakukan dengan dua pola yaitu dengan pola memberikan kepada orang yang berhak menerima (mustahik) secara komsumtif dan dapat diberikan dengan cara produktif atau dengan cara memberikan modal atau zakat dapat dikembangkan dengan pola investasi (Ismail Nawawi, 2010:67).
1.      Implementasi Distribusi Zakat
Zakat yang sudah terkumpul dan yang dikelola oleh badan amil zakat baik dari badan amil zakat (BAZ) harus disalurkan kepada para penerima hak zakat (mustahik) sebagaimana tergambar dalam surah at-taubah : 60
 $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym  
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk merreka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah mamha mengetahui lagi maha bijaksana.
Menurut Masdar Mas’udi (1991) sasaran distribusi zakat disebutkan dalam Al-Qur`an surat at-Taubah:60. Dalam ayat tersebut ada 8 kelompok sasaran pendistribusian zakat yaitu fakir, miskin, amil, mu’allaf, membebaskan budak (riqab), orang yang berutang (gharimin), fi sabilillah, dan ibn sabil. Berikut dijelaskan masing-masing dan penafsirannya sesuai dengan konteks sekarang.
a.      Fakir dan Miskin
Pada Umumnya para fuqaha menetapkan kebutuhan pokok hanya dalam tiga hal yaitu pangan, sandang, dan papan, dan kebutuhan tersebut sangat minimalis atau sekedar untuk bertahan hidup.Untuk konteks sekarang, konsep kebutuhan pokok seperti itu jelas perlu penyesuaian. Bukan saja kuantitasnya tetapi juga kualitasnya sehigga dengan kebutuhan pokok tersebut manusia bisa hidup secara wajar (Mas’udi, 1991:149). Bedanya, kelompok fakir keadaanya lebih kurang beruntung dibanding dengan kelompok miskin.
1.      Pangan dengan kandungan kalori dan protein yag memungkinkan pertumbuhan fisik seara wajar; 
2.      Sandang yang dapat menutupi aurat dan melindungi gangguan cuaca; 
3.      Papan yang dapat memenuhi kebutuhan berlindung dan membina kehidupan keluarga secara layak; 
4.      Pendidikan yang memungkinkan pihak bersangkutan mengembangkan tiga potensi dasarnya selaku manusia: kognitif, afektif, dan psikomotorik.  
Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana pertanian sebagai tumpuan kesejahteraan ekonomi rakyat dan pengairan yang luas, pembangunan sektor industri yang secara langsung berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Di samping itu, dana zakat juga dapat digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dasar sampai tinggi untuk setiap warga yang memerlukan, pengadaan sarana dan prasarana kesehatan bagi rakyat, dan pengadaan sarana dan prasarana lain yang erat hubungannya dengan usaha menyejahterakan rakyat yang berada pada atau di bawah garis kemiskinan.

b.       Amilin 
Dalam literatur-literatur fiqih yang disebut dengan amil zakat adalah imam, khalifah atau amir. Hal ini menunjukkan bahwa yang disebut amil adalah instasi pemerintah yang bertugas secara khusus untuk memungut dan mengelola zakat.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan hak penerimaan dana zakat, yang disebut amil adalah orang-orang dan atau fungsi-fungsi yang terlibat dalam salah satu dari bidang tanggung jawab sebagai berikut (Mas’udi, 1991:151): 
Pengontrol kebijakan zakat sebagaimana disepakati oleh rakyat wajib zakat.
1.      Aparat pemungut atau pencatat zakat. 
2.      Aparat administrasi perzakatan. 
3.      Segenap aparat departemen teknis yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dengan dana zakat. 
Semua orang yang terlibat dalam salah satu dari empat tugas tersebut berhak menerima bagian dari dana zakat dalam ukuran yang disepakati. 
c.       Muallaf 
Secara harfiah “muallafati qulubuhum” dalam surat at-Taubah:60 berarti orang yang sedang dijinakkan artinya. Dengan meminjam ijtihad Umar, pembujukan hati tersebut bukan semata bertujuan agar mereka tetap masuk dalam komunitas Muslim, tetapi lebih agar mereka memilih jalan hidup sesuai dengan jalan hidup kaum Muslim yang sebenarnya, yaitu jalan hidup yang sesuai dengan fitrah manusia. 
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan untuk menyadarkan kembali anggota masyarakat yang terperosok ke jalan hidup yang berlawanan dengan fitrah kemanusiaan seperti penyalahgunaan narkotika dan sejenisnya.
d.      Riqab
Secara harfiah riqab adalah orang dengan status budak. Untuk masa sekarang, manusia dengan status budak belian seperti ini sudah tidak ada lagi.akan tetapi, apabila dilihat maknanya secara lebih dalam arti riqab merujuk pada kelompok manusia yang tertindas dan dieksploitasi oleh manusia lain, baik secara personal maupun struktural.
Dengan pengertian ini, dana zakat untuk kategori riqāb dapat digunakan untuk “memerdekakan” orang atau kelompok masyarakat yang sedang dalam keadaan tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan arah hidupnya sendiri. Dengan demikian, dana zakat dapat digunakan untuk membantu buruh-buruh rendahan dan kuli-kuli kasar dari hegemoni majikan mereka dan lain-lain (Mas’udi, 1991:156). 
e.       Gharimin 
Secara harfiah “gharimin” adalah orang-orang yang tertindih hutang. Untuk konteks sekarang, pengertian ini masih relevan. Akan tetapi, di samping penggunaan dana zakat yang bersifat kreatif atau memberikan bantuan setelah terjadinya kebangkrutan atau kepailitan orang yang berutang tersebut, dana zakat seharusnya juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan tersebut dengan menyuntikkan dana agar usaha seseorang yang terancam bangkrut dapat pulih kembali dan tidak jadi pailit.  
f.       Fi sabilillah 
Menurut Mas’udi (1991), istilah “fi sabilillah” memiliki dua pengertian. Dalam pengertian negatif, fi sabilillah berarti berperang memerangi kekafiran. Sedangkan menurut pengertian positifnya, fi sabilillah berarti menegakkan “jalan Allah” itu sendiri (Mas’udi, 1991:159). Jalan Allah itu diartikan sebagai “cita kebaikan-kebaikan-Nya yang universal, yang mengatasi batas kepercayaan, suku, ras, dan batas-batas formal lainnya.”Rinciannya bisa macam-macam, tetapi pangkalnya adalah kemaslahatan bersama.
g.      Ibnussabil 
Para fuqaha selama ini mengartikan ibnussabil sebagai “musafir yang kehabisan bekal”. Meskipun tidak salah dan masih relevan, namun pengertian ini sangat sempit. Untuk konteks sekarang, pengertian ibnu sabil dapat dikembangkan bukan sekedar pada “pelancong” yang kehabisan bekal, tetapi juga terhadap orang atau kelompok masyarakat yang “terpaksa” menanggung kerugian atau kemalangan ekonomi karena sesuatu yang tidak disengaja seperti karena bencana alam, wabah penyakit, dan peperangan. 
Dengan pengertian ini, maka dana zakat dapat digunakan tidak saja untuk keperluan musafir yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi baik karena alasan politik maupun karena alasan lingkungan alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran, dan sebagainya. 
Kedelapan kelompok sasaran zakat tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima sasaran yaitu (Oran dan Rashid, 1991:111): 
1.      Redistribusi pendapatan ekonomi dan sosial. 
2.      Tujuan-tujuan politis.  
3.      Administrasi zakat. 
4.      Pembiayaan proyek-proyek sosial. 
5.      Kesejahteraan umum. 

2.      Pengembangan Pola Distribusi Zakat
Sebagai mana telah disebutkan diatas, zakat dapat diberikan secara konsuntif dan dapat diberikan secara produktif. Adapun penyaluran secara produktif sebagaimana yang pernah terjadi di zaman Rasulullah saw yang dikemukakan dalam sebuah hadist riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah sawt telah memberikan kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi (Ismail Nawawi, 2010:76).
Dalam kaitn dengan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapat pendapat yang menarik sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf Al-Qardhawi dalam fiqh zakat bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin, sehngga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa (Ismail Nawawi, 2010:76).
Pengganti pemerintah untuk saat ini dapat diperankan oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang kuat, amanah dan professional. BAZ atau LAZ, jika memberikan zakat yang bersifat produktif  harus pula melakukan pembinaan/pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik, dan agar para mustahik semakin meningkat kualitas keimanan dan keislamannya.
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat dalam mendistribusikan zakat, adalah menyusun skala prioritas berdasarkan program-program yang disusun berdasarkan data-data yang akurat. Karena Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat ini jumlahnya semakin banyak, maka tampaknya perlu semacam spesialisasi dari masing-masing lembaga. Misalnya Lembaga Zakat A mengkhususkan program-programnya untuk usaha produktif. Lembaga Zakat B pada pemberian beasiswa dan pelatihan-pelatihan. Lembaga Zakat C pada pembangunan sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Sinergi dan kerjasama yang saling memperkuat, tampaknya semakin dibutuhkan saat ini, karena terbatasnya dana zakat, infak, dan sedekah yang terkumpul, sementara jumlah penerima zakat (mustahik) semakin banyak.
Adapun tujuan dari pengembangan pola distribusi zakat produktif untuk didayagunakan antara lain sebagai berikut (Kemenag RI, 2012:218):
a.      Memperbaiki Taraf Hidup
Rakyat Indonesia masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan, dan akibat dari itu juga, maka masalah kebodohan dan kesempatan memperoleh pendidikan masih merupakan masalah serius yang harus dipecahkan. Pemberdayaan zakat dalam rangka memperbaiki taraf hidup :
1)      Petani Kecil dan Buruh Tani
Untuk meningkatkan taraf hidup mereka, usaha yang dapat dilakukan yaitu memberikan pengetahuan tentang home industri. Tentang home industri apa yang harus disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya. Maksudnya dengan pengetahuan itu diharapkan mereka dapat menciptakan usaha yang dapat menambah penghasilan. Kedua, memberikan modal baik berupa uang (untuk usaha) atau diberikan ternak kambing, sapi, kerbau dan lain sebagainya.
2)      Nelayan
Para nelayan itu diberi modal baik berupa peralatan dan membantu mengeluarkan pemasarannya.
3)      Pedagang atau Pengusaha Kecil
Memberikan pengetahuan tentang sistem manajemen, bimbingan atau penyuluhan, sehingga mereka akan mampu mengelola usahanya dengan baik. Selanjutnya memberikan pinjaman modal untuk dapat mengembangkan usahanya.
b.      Mengatasi Ketenagakerjaan atau Pengangguran
Seperti halnya usaha mengurang kemiskinan, maka usaha menanggulangi pengangguran atau memecahkan persoalan angkatan kerja itu dapat dilakukan :
1)      Kegiatan yang sifatnya memberikan motivasi untuk berwirausaha kepada para angkatan kerja dengan memberikan pengetahuan tentang berbagai macam keterampilan, seperti jahit-menjahit pertukangan dan lain sebagainya.
2)      Kegiatan yang sifatnya memberikan motivasi untuk berniaga, dengan memberikan pengetahuan tentang usaha dagang.
3)      Memberikan permodalan untuk menindak lanjuti kegiatan-kegiatan di atas.
c.       Pendayagunaan
1)      Memberikan motivasi kepada wajib zakat sehingga tumbuh kesadaran untuk menunaikan kewajibannya dengan memberikan penjelasan untuk apa zakat tersebut akan dimanfaatkan
2)      Pembinaan mustahik (seperti memberikan atau membekali mereka dengan pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna).

d.      Pendidikan dan Beasiswa
Dalam hal ini program-program yang dapat dilakukan pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua : pertama, memberikan bantuan kepada organisasi atau yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan baik berupa uang atau sarana pendidikan yang mendesak untuk segera disediakan. Kedua, memberikan bantuan biaya sekolah kepada anak-anak tertentu atau sifatnya tetap dalam beasiswa kepada beberapa anak, sehingga ia dapat melanjutkan sekolah atau belajar sampai jenjang tertentu yang ditetapkan oleh pengelola atau pengusrus BAZNAS.
e.       Proyek Kesehatan
Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah mendirikan poliklinik, hal ini di daerah perkotaan telah banyak dilakukan, tetapi apabila dirintis di daerah pedesaan tentunya akan sangat besar perannya bagi pelayanan kesehatan untuk masyarakat kecil.
Pendistribusian zakat secara produktif, disamping berpedoman dari hadist yang disampaikan oleh RAsulullah SAW sebagaimana diatas, juga berpedoman terhadap pendapat para ahli tafsir, hadist dan pendapat para fuqaha’. Para ahli tafsir memberikan penafsiran terhadap ayat 60 surat At-Taubah yang berkaitan dengan sabilillah. di dalam Tafsir Maraghi disebutkan, bahwa yang dimaksud FiSabilillah adalah jalan yang ditempuh menuju ridha Allah, yaitu orang-orang yang berperang dan petugas-petugas yang menjaga perbatasan.Oleh Imam Ahmad diperluas lagi pengertiannya, yaitu menyantuni para Jemaah haji, karena melaksanakan ibadah haji itu termasuk berjuang dijalan Allah. Demikian pula termasuk ke dalam pengertian Fi Sabilillah semua bentuk kebaikan seperti mengkafani oaring yang meninggl dunia, membuat jembatan, membuat benteng pertahanan dan memakmurkan masjid dalam pengertian yang luas seperti membangun dan memugar masjid. Kalau dikaitkan dengan perang, maka cakupannya lebih luas lagi, yaitu menyangkut dengan persenjataan dan sarana-sarana lainnya yang dilakukan selama peperangan (Nawawi Ismail, 2010:77).
3.      Pemberdayaan Kemiskinan Melalui Zakat
Dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an ditemukan, agar nasib orang fakir dan orang miskin itu diperhatikan benar, karena itulah di antara misi agama Allah itu diturunkan ke atas dunia ini.Orang fakir yang sengsara harus diperhatikan. Kefakiran itu perlu diperangi dan dihilangkan, karena bisa merusak iman (akidah).
Dalam pemberdayaan kemiskinan menurut Ismail Nawawi (2010:82) jalan yang dapat ditempuh ada dua cara yaitu:
a.    Menyantuni mereka dengan memberikan dana (zakat) yang sifatnya konsumtif , atau dengan cara,
b.   Memberikan modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan dikembangan. Sebenarnnya, bila kita memperhatikan keadaan fakir  miskin, maka tetap ada zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinan melaksanakan zakat produktif.
Pemberian modal kepada perorangan harus dipertimbangkan dengan matang oleh Amil. Apakah mampu orang tersebut mengolah dana yang diberikan itu, sehngga pada satu saat dia tidak lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain, termasuk mengharapkan zakat. Apabila hal ini dapat dikelola dengan baik atas pengawasan dari Amil (bila memungkinkan) maka secara berangsur-angsur, orang yang tidak punya menjdi Muzakki (pemberi zakat), bukan lagi sebagai penerima.
Sekiranya usaha itu dikelola secara kolektif, maka orang-orang fakir miskin yang mampu bekerja menurut keahliannya (keterampilan) masing-masing, mesti diikursertakan. Dengan demikian jaminan (biaya) sehari-hari dapat diambil dari usaha bersama itu. Apabila usaha itu berhasil  (beruntung), maka mereka menikmati bersama juga hasilnya itu. Hal ini tentu memrlukan manajemen yang teratur rapid an sebagai pimpinannya dapat ditunjuk dari kalangan orang-orang yang tidak mampu itu (fakir miskin) atau ditunjuk orang lain yang ikhlas beramal membantu mereka. Apabila persoalan ini ditangani dengan sungguh-sungguh, kita optimis akan keberhasilannya kendatipun mereka belum dapat sebagai muzakki, tetapi sekuraang-kurangnya idak menjadi bebrakan lagi bagi anggota masyarakat (Ismail Nawawi, 2010:83).


 BAB III
OPTIMALISASI PENGELOLAAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL KABUPATEN GARUT

A.    Gambaran Umum Baznas Kabupaten Garut
1.      Latar Belakang Pendirian BAZNAS Kabupaten Garut
Badan Amil Zakat Nasional merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional yang memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pelaporan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan serta pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan zakat
Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Garut adalah Badan Amil zakat yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Garut terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan Agama. Pembentukan organisasi dan kepengurusan BAZIS di Kabupaten Garut sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku serta berdasarkan aspirasi dan kesepakatan para Alim Ulama dan Tokoh Masyarakat yang difasilitasi oleh masing masing instansi terkait pada tingkatan wilayah tertentu.
a.      Visi Misi dan Tujuan
Visi BAZNAS Kabupaten Garut yaitu " Institusi Mandiri Menuju Warga Sejahtera". Sedangkan Misinya yaitu :
1.       Membangun Lembaga dan sistem manajemen zakat yang profesional dan akuntabel
2.      Meningkatkan kesadaran warga peduli zakat, infak dan shadaqah
3.      Meningkatkan peran zakat sebagai wujud partisipasi pembangunan daerah bidang kesejahteraan dan kemandirian warga.
Sedangkan Tujuan BAZNAS Kabupaten Garut yaitu :
1.      Mewujudkan Kab. Garut sebagai penopang daerah zakat di Provinsi Jawa Barat
2.      Meningkatkan jumlah Muzaki, Munfiq dan Mutashadiq dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial
3.      Mewujudkan pelayanan ZIS yang berkualitas tepat sasaran dan berdaya sesuai dengan tuntunan Agama
b.      Landasan Yuridis
1.      Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
2.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan Bruto
3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5508
4.      Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1991 dan Nomor 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah
5.      Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
6.      Intruksi Menteri dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah
7.      Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor : D/291/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat
8.      Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah
9.      Keputusan Bupati Nomor 103 Tahun 2003 tentang pembentukan Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi BAZ Kab. Garut
10.  Keputusan Bupati Garut Nomor 451.12/Kep.498. Admkesra/2010 tentang Pembentukan Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Kabupaten Garut Periode 2010-2013.
c.       Struktur Organisasi
Susunan Kepengurusan terdiri dari Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Berdasarkan keputusan Bupati Garut No 451.12/kep.498. Admkesra/2010 tanggal 04 bulan November tahun 2010. Susunan keanggotaan dewan pertimbangan, komisi pengawas dan badan pelaksana badan amil zakat Kabupaten Garut periode 2010-2013.

DEWAN
PERTIMBANGAN

BADAN
PELAKSANA

KOMISI
PENGAWAS

KETUA

 KETUA

KETUA

SEKRETARIS  

BENDAHARA

W. KETUA

SEKRETARIS

ANGGOTA
5 Orang

ANGGOTA
4 Orang

Koordinator
Bidang  Pendistribusian

Koordinator
Bidang  Pendayagunaan

Koordinator
Bidang  LITBANG

Koordinator
Bidang  Pengumpulan

Anggota Bidang
 



















Gambar 3.1
Struktur organisasi BAZNAS Garut
A.    Dewan Pertimbangan
Ketua                      : Wakil Bupati
Wakil ketua            : Ketua MUI kabupaten Garut
Wakil Ketua           : Kepala Kantor KEMENAG Garut
Anggota                  : 1. Drs. H. Abdul Muiz Hamzah, M.Si
                                  2. Drs. H. Djohan Djauhari, SH, M.H
                                  3. Drs. KH. M Agus Soleh
                                  4. H. Iyep Komarudin
                                  5. Drs. A. Suparman
B.     Komisi Pengawas
Ketua                      : Drs. H Suryani, M.Si
Wakil Ketua           : H. R. E. Trenggana
Sekretaris                : Imam Solehudin, ST, M.Si
Anggota                  : 1. Drs. H. Haetami AM, M.M.Pd
                                  2. Drs. Dede rahmat
                                  3. Drs. H. Nandang Lukmanulhakim, M.Si
                                  4. H. E. Munawar
C.     Badan pelaksana
Ketua                      : Rofiq Azhar, S.Ag, MM
Wakil Ketua           : Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Garut
Wakil Ketua           : Kepala Seksi URAIS pada Kantor         Kementerian Agama Kabupaten Garut
Sekretaris                : Kepala Seksi Penyelenggara zakat dan wakaf pada kantor Kementerian Agama Kabupaten Garut
Wakil Sekretaris     : Asep Hermawan, S.Ag
Wakil Sekretaris     : Junaidin Bisri, M.Pd
Bendahara              : Leliyani
Wakil Bendahara    : Jajang Mulyana, S.Pd
Kordinator-Kordinator
1.      Seksi Pengumpulan
Kordinator        : H. Arif Bakhtiar E, S.Th.I
Anggota            : 1. Ust. Mamat Syahronie, S.Th.I
                            2. Ruhiyat Rojani Sasmita, BA
                            3. Sukarwan Widodo
2.      Seksi Pendistribusian
Kordinator        : Maman Suryaman, S.Ip
Anggota            : 1. K.H. Aceng Irfan Naufal Mimar, S.Ag
                            2. Husnan Sulaeman, M.Pd
                            3. Miftah Zaelani, S.Ag
3.      Seksi Pendayagunaan
Kordinator        : Andri Permana
Anggota            : 1. Gery Muzayyin, SE, S.Pd.I
                            2. Ust. Kholid Asaduddien
                            3. Dadang Munawar, S.Pd
4.      Seksi Pengembangan
Kordinator        : Drs. Undang Hidayat, M.Ag
Anggota            : 1. Aza Rowi Karim, M.Ag
                            2. Nanang Maolani, S.Ag
Berdasarkan PERDA nomor 01 tahun 2003 TUPOKSI BAZNAS Kabupaten Garut merumuskan kebijakan dan ketentuan pengelolaan ZIS, mensahkan BMZIS dan UPZIS Desa/Kelurahan, membentuk UPZIS Instansi, melaporkan kinerja kepada Bupati (pasal 11). BAZNAS Kabupaten menugaskan UPZIS untuk mengumpulkan zakat, infak dan shadaqah, melaksanakan kordinasi, bimbingan dan pengawasan pengelolaan zakat di tingkat kabupaten, menyelenggarakan penelitian, bimbingan dan pelatihan zakat, pendataan muzaki dan mustahik, serta memberikan pandangan dan pertimbangan hokum zakat jika ada perbedaan tentang fiqih zakat.


2.      Profil Kegiatan BAZNAS Kabupaten Garut
Masa transisi kepengurusan BAZDA Kabupaten, sekarang berganti nama menjadi BAZNAS Kabupaten mempersiapkan kepengurusan, dan paradigma pengelolaan zakat sesuai ketentuan undang undang No 23/2011 Tentang pengelolaan zakat, yang baru. Undang Undang tersebut sebagai revisi Undang Undang Nomor 38/1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Hal ini berdampak terhadap PERDA Nomor 01/2003 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah di Kabupaten Garut, perlu adanya penyesuaian terhadap ketentuan perundang undangan berlaku. Secara substantif yuridis membutuhkan penyesuaian dari nama lembaga, mekanisme pembentukan kelembagaan BAZNAS Kabupaten, TUPOKSI BAZNAS Kabupaten, Pola penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah.
Disamping paparan diatas, BAZNAS Kabupaten Garut menerima surat MUI Kabupaten Garut No. 231/MUI-GRT/VIII/2013 perihal beberapa catatan tentang UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengolalaan zakat, yang intinya sebagai berikut :
1.      Dalam hal urusan pemerintahan di Negara Republik Indonesia dapat dipahami bahwa persoalan agama dimasukan dalam urusan sifatnya yang sentralistik.
2.      Diperlukan adanya regulasi melalui PEMDA yang substansinya mengatur penguatan kelembagaan pengelolaan zakat, infak, dan shadaqah yang terkait dengan kewenangan desentralisasi
3.      Peningkatan daya guna dan hasil guna zakat, infak, shadaqah terkait dengan kewenangan desentralisasi
Menurut Rofiq Azhar, selaku Ketua BAZNAS Potret masyarakat kabupaten Garut dalam mensikapi tantangan upaya memenuhi hak dasar warga fakir miskin berdasarkan data dan dinamika sosiologis adalah jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. Kebutuhan dasar makanan setara dengan besaran minimal jumlah rupiah perbulan untuk memenuhi kalori 2100 kkal perkapita perhari untuk 52 jenis paket komoditi kebutuhan dasar makanan.
Sementara kebutuhan dasar bukan makanan setara dengan besaran rupiah perbulan untuk pemenuhan kebutuhan minimum perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan yang diwakili oleh 51 jenis komoditi perkotaan dan 47 jenis di pedesaan. Sehingga penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perbulan dibawah garis kemiskinan (hasil wawancara 12 juni 2014).
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Garut pada tahun 2012 sebanyak 314.600 jiwa dari jumlah penduduk tahun 2012 mencapai 2.503.765 juta jiwa dengan 615.804 rumah tangga (tahun 2011). Rata-rata 810,96 jiwa/KK dengan 4-5 orang sebagai tanggungan kepala keluarga dengan sebaran tidak merata. Tahun 2012 indeks penduduk miskin kabupaten garut sebesar 12,70%, secara umum masih berada diatas rata-rata penduduk miskin kabupaten/kota di Jiwa Barat sebesar 9,89% sementara tingkat nasional sebesar 11,66%. Sementara jumlah keluarga fakir miskin sebanyak 236.931 KK, jumlah Pra-KS 183.375 Keluarga (2009) tahun sebelumnya 157.567 KK (2008). Jumlah pencari lapangan kerja atau penganggur 23-919 orang. Sementara daya tamping hanya 204 orang. Usia produktif antara usia 20-44 tahun sebanyak 906.265 orang. Pekerjaan bertumpu pada sektor pertanian hingga mencapai 38,63% sisanya industri, perdagangan, jasa dan lainnya (Arsip Naskah akademik BAZNAS Garut, 2013:10).
Sebanyak 208.216 Balita, terdapat 22.294 balita terlantar, 45.656 anak terlantar serta perempuan rawan sosial 18.683 orang. Pada bidang pendidikan jumlah SD/MI Negeri/Swasta 359.547 siswa, SMP/MTs Negeri/Swasta 131.176 siswa dan SMU/SMK/MA Negeri/Swasta 51.567 siswa. pada bidang kesehatan warga sakit yang dilayani rawat inap sebanyak 31.403 orang dan kunjungan ke RSU 272.418 orang. Rumah Tangga sangat miskin pada tahun 2013 sebanyak 23.031 KK dengan alokasi anggaran 32 M dalam percepatan didalam peningkatan derajat masyarakat atau rumah tangga yang berstatus sangat miskin. Rumah Tangga sasaran penerima manfaat program RASKIN 182.239 KK dengan distribusi beras sebanyak 32.803 ton (Naskah Akademik, 2014:34).
Faktor ketertinggalan utama Kabupaten Garut dari aspek pertumbuhan ekonomi 5,34% (dibawah rata-rata kabupaten 5,75%), aspek SDM, angka harapan hidup (APH) 65,60 tahun (dibawah rata-rata Kabupaten 68,05 tahun), angka partisipasi sekolah 79,68% (dibawah rata-rata kabupaten 85,41%), aspek infrastruktur persentase desa dengan pasar atau non permanen 12,76% (dibawah rata-rata kabupaten 19,17%) jumlah sarana prasarana kesehatan per 1000 penduduk rasio 0,16% dibawah (rata-rata rasio kabupaten 0,20%), aspek karakteristik daerah persentase desa longsor 39,21% (diatas rata-rata kabupaten 9,50%), persentase desa gempa bumi 78,65% (diatas rata-rata kabupaten 54,85%) dan persentase desa konflik 3,54% (diatas rata-rata kabupaten 3,44%).
Hasil identifikasi ulang tahun 2011, desa tertinggal di Kabupaten Garut sebanyak 137 Desa terdiri dari 24 Desa (mencapai 18%) di wilayah Garut utara, 37 Desa (mencapai 21%) di wilayah Garut tengah dan 76 Desa (mencapai 62%) di wilayah Garut selatan.
Percepatan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah terbagi ke dalam beberapa kelompok antara lain bantuan atau perlindungan sosial terpadu berbasis keluarga, penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan warga masyarakat, penanggulangan kemiskinan berbasis UMKM dalam masterplan percepatan perluasan pengurangan kemiskinan Indonesia (MP3KI) yang diintegrasikan program melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi lokal, pengelolaan sumber daya alam, peningkatan SDM dan pengembangan sosial (Arsip Naskah Akademik BAZNAS Garut, 2013).
Adapun program BAZNAS Kabupaten Garut dalam mengentaskan kemiskinan dibingkai dalam bidang pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat melalui program pengembangan ekonomi produktif berbasis komunitas keagamaan, usaha kecil, keluarga dan warga masyarakat lainnya.
Program kegiatan dilaksanakan BAZDA Kabupaten Garut penghimpunan zakat, infaq dan shadaqah di lingkungan instansi pemerintah daerah, dan instansi vertikal, disamping menerima titipan dari individu guna disalurkan sesuai harapan aghniya, dan kebutuhan warga masyarakat.
Selain itu, beberapa kegiatan lain yakni sosialisasi mekanisme pengumpulan UPZIS Instansi, dan Ormas Islam, sosialisasi dan pembinaan BAZ Kecamatan, dan BMZIS/UPZIS Desa serta sosialisasi UU No 23/2011 Tentang Pengelolaan Zakat di beberapa Kecamatan, dan Desa serta Ormas Islam juga beberapa instansi pemerintahan, dan swasta lainnya.
BAZNAS kabupaten mendistribusikan dana ZIS pada mustahiq berhak menerima melalui program kegiatan santunan Faqir Miskin, meliputi Santunan anak yatim dan jompo bekerjasama BAZNAS, Baitul Maal Muamalat, Yayasan Bakrie Amanah dan stakeholder karitas lainnya.
Bantuan pengobatan dan khitanan masal, Bantuan pendidikan dasar agama, Santunan anak jalanan, Peduli Guru Ngaji perempuan, Bantuan Kemanusiaan, Bencana Longsor Godog, Kebakaran kampung Dukuh, Banjir Bandang Pameunpeuk, Banjir Cimacan Cimanuk, dll., serta Layanan Mu’alaf, Ibnu Sabil dan Sabilillah.
Sedangkan pemberdayaan Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah bagi mustahiq potensial tersebar pada 30 Kecamatan (sekitar 130 Desa/Kelurahan), Pendayagunaan Kandang Domba Garut kerjasama BAZ Kecamatan dan Pondok pesantren, Pembentukan Cluster Masyarakat Desa Hutan memalui budidaya tanaman hortikultura dengan kelompok masyarakat desa hutan dan UPTD Dinas Kehutanan pada pemanfaatan lahan desa hutan.
Assessment konsep Jaminan Kesehatan bagi Mustahiq Sabilillah (Asatidz Madrasah Diniyyah, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, Mubaligh, Khotib dan Pemakmur DKM) melalui asuransi syariah kesehatan, Peningkatan SDM Guru Agama dan Keagamaan melalui Beasiswa, Pelatihan dan Kursus sesuai kebutuhan.
Potensi zakat yang dikenakan terhadap penghasilan seseorang berupa gaji tetap yang diterima pegawai negeri sipil (PNS) khususnya termasuk zakat profesi karena dikenakan pada penghasilan para pekerja karena profesinya namun belum begitu optimal penghimpunannya.
Pendapatan yang dikenakan zakat terhadap gaji yang diterima pegawai negeri sipil (PNS) apabila sudah mencapai nisab (jumlah harta minimum untuk dikenakan zakat) setara dengan 85 gram emas dengan kewajiban zakat sebagai sebesar 2,5% dan telah memenuhi waktu yang telah ditetapkan sesuai syariat Islam dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

B.     Pengelolaan Badan Amil Zakat di Kabupaten Garut
Berlakunya UU no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan digantikan dengan UU no 23 tahun 2011 menjadi acuan perundang-undangan dengan diberlakukan PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat, infak dan sedekah serta melahirkan keputusan Bupati Garut nomor 103 tahun 2003 tentang pembentukan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi BAZIS Kabupaten Garut, pengelolaan zakat mengalami peningkatan yang relatif berkembang dan potensial sebagai salah satu alternatif instrument pembangunan daerah dalam partisipasi penanggulangan kemiskinan. Akan tetapi perlu adanya penyesuaian terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Secara substantif yuridis yang membutuhkan penyesuaian dari nama lembaga, mekanisme pembentukan, periodesasi, sanksi dan mekanisme lainnya.
Menurut Rofiq Azhar, paradigma baru pengelolaan dana zakat, infak dan sedekah khususnya di Kabupaten Garut memiliki basis orientasi pembangunan partisipatif dalam membelajarkan dan memberdayakan masyarakat. Strategi pembangunan daerah berbasis sumber daya ekonomi ZIS diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita kedaulatan bangsa dan negara. Konsep dan gagasan kebijakan strategi pembangunan daerah berbasis potensi pengelolaan zakat yang tidak bertumpu kepada APBD tersebut dapat dilakukan dengan diawali terlebih dahulu kajian yang mendalam dan komprehensif. Pendekatan teoretis pengelolaan zakat menjadi dasar dalam perencanaan kebijakan pembangunan maupun penyusunan naskah akademik sebagai acuan pembentukan rancangan peraturan daerah dan ketentuan lainnya.
Lanjut Rofiq, selama 10 tahun terakhir, pengelolaan zakat di Kabupaten Garut berdasarkan PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat ada beberapa catatan :
1.      Perda zakat tersebut menjadi perda zakat kabupaten pertama di Indonesia
2.      Menjadi salah satu Kabupaten yang menjadi tujuan studi banding bagi penyusunan perda dan kebijakan publik lainnya di beberapa provinsi dan kabupaten terkait regulasi pengelolaan zakat seperti provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Ciamis, berebes, makasar, Sumedang dan Cirebon.
3.      Memiliki Kekhasan tersendiri sesuai dengan kearrifan lokal yang dimiliki pada aspek pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah sesuai teritorialnya yang paling bawah (kecil) yaitu Desa dan berbasis DKM dan Pondok Pesantren dengan istilah Badan Musyawarah Zakat, Infaq dan Shadaqah (BMZIS)
4.      Memiliki konsep sinergitas dengan Lembaga Amil Zakat Daerah untuk turut berpartisipasi dalam penanggulangan kemiskinan yang terjadi
5.      Serta menjadi cermin aspirasi dan tuntutan kebutuhan warga masyarakat karena PERDA zakat tersebut terlahir dari hak inisiatif wakil rakyat DPRD Kabupaten Garut tahun 1999-2004
Kalau ditinjau dari praktek pengelolaan zakat di zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin maka diketahui bahwa amilin zakat adalah petugas resmi yang ditunjuk oleh Khalifah (Pemerintah Islam). Untuk lebih mengarah pada profesionalisme, maka pengelolaan zakat akan lebih baik jika ditangani oleh suatu badan yang professional dan mandiri. Adapun inisiator, regulator maupun Pembina dan pengawas pengelolaan zakat di Republik Indonesia khususnya urusan zakat ditangani oleh Direktorat Jendral (Dirjen) zakat dan wakaf kementrian Agama.
PERDA Zakat no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat sebagai naskah akademik dapat dipertanggungjawabkan dalam mempersiapkan rancangan peraturan dan perundang-undangan yang akan dbentuk kemudian hari. Pelaksanaan layanan zakat yang efektif dan efisien, transparan dan professional merupakan langkah strategis dalam mewujudkan keadilan dan sinergi social dalam upaya peningkatan daya saing dan pembangunan ekonomi daerah.
Secara substantif PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat, infak dan sedekahh dan undang-undang no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat ada beberapa persoalan terkait :
1.      Aspek Kelembagaan
a.       Nama Kelembagaan BAZNAS Kabupaten
b.      Mekanisme Pembentukan BAZNAS Kabuaten
c.       Struktur Kelembagaan BAZNAS dan UPZ
d.      Relasi BAZNAS dan LAZ
e.       Periode Kepengurusan
2.      Aspek Sumber Daya Manusia
a.       TUPOKSI Pimpinan dan Pelaksana BAZNAS Kabupaten
b.      Kriteria Amilin
c.       Hak Amil
3.      Aspek Materi Pengelolaan ZIS
a.       Mekanisme Pengumpulan
b.      Mekanisme Pendistribusian
c.       Mekanisme Pendayagunaan
d.      Pengembangan Lembaga
4.      Aspek Pengawasan
a.       Pengawasan Internal
b.      Pengawasan Eksternal
5.      Aspek Sanksi dan Piddana
a.       Sanksi Administrasi
b.      Sanksi Pidana
6.      Aspek Penganggaran
a.       Hak Amil
b.      Bantuan dan APBD
7.      Aspek Yuridis dan turunannya
a.       Peraturan Keputusan Bupati
b.      Keputusan BAZNAS Kabupaten
Dalam menerapkan sistem manajemen zakat di BAZNAS kabupaten Garut Rofik mengemukakan beberapa kebijakan umum antara lain sebagai berikut:
1)      penataan kelembagaan BAZNAS (Kabupaten, Kecamatan, BMZIS dan UPZ Desa/Instansi) melalaui peran aktif masyarakat
2)      Penyusunan pedoman admisnistrasi pelaksanaan ZIS serta data base muzaki dan mustahik
3)      Peningkatan koordinasi antara BAZNAS, Alim Ulama dan pihak terkait lainnya dalam pendataan potensi muzaki dan mustahik
4)      Optimalisasi peran dan fungsi BAZNAS Kabupaten dalam internalisasi maupun sosialisasi program BAZNAS
5)      Intensifikasi pendistribusian zakat, infak dan sedekah melalui penguatan kelembagaan BMZIS serta pola pendayagunaan yang tepat guna dan bernilai guna
6)      Mempersiapkan BAZNAS sebagai Institusi mandiri sebagai badan layanan umum daerah
Sedangkan kebijakan khusus program operasional BAZNAS melalui :
1.      Bidang Pengumpulan Zakat
Potensi zakat mal dan zakat fitrah di Kabupaten Garut dengan penduduk mayoritas umat Islam sangat luar biasa. Potensi pendapatan barang dan jasa beragam profesi mulai dokter, konsultan, dan guru serta lahan produktif pertanian, perkebunan, peternakan, pertambangan dan perdagangan serta mobilitas zakat fitrah yang ditunaikan menjelang Idul fitri disetiap tempat, mesjid dan di tingkat desa/kelurahan.
Adapun sasaran BAZNAS Kabupaten dalam pengumpulan zakat mal fokus terhadap zakat profesi atau infak PNS di lingkungan KEMENAG Garut dan PEMDA Kabupaten serta titipan dari muzaki yang datang ke Kantor BAZNAS Kabupaten. Berikut ini beberapa kegiatan yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Garut dalam bidang Pengumpulan zakat.
1.      Mengintensifkan pemberdayaan dan pembentukan BAZIS Kecamatan, BM ZIS dan UPZIS Desa / Kelurahan
2.      Membentuk dan mengukuhkan kepengurusan UPZIS pada Dinas/Kantor/Badan di Pemkab. Garut
3.      Melakukan presentasi visi dan misi BAZIS kepada publik, khususnya calon muzaki potensial
4.      Penghimpunan zakat profesi intansi / PNS melalui keputusan / peraturan Bupati untuk PNS Gol. III untuk menunaikan Zakat 2,5% dari pengahasilan yang diperoleh
5.      Mendata calon muzaky dan mustahiq per-dinas/kantor/ badan dan instansi
6.      penghimpunan zakat, Infaq dan Shadaqah BUMN/BUMD, Perusahaan dan perorangan
7.      Menyusun produk penghimpunan dana ZIS yang ditawarkan ke calon muzaki secara inovatif, kreatif dan menarik
8.      Melakukan koordinasi dengan bidang pendistribusian dalam penyaluran dana ZIS
Program kegiatan bidang pengumpulan BAZNAS Kabupaten garut adalah penghimpunan zakat, infaq dan shadaqah di lingkungan instansi pemerintah daerah dan instansi vertikal disamping menerima titipan dari individu untuk disalurkan sesuai dengan harapan aghniya dan kebutuhan warga masyarakat.
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2011 mekanisme pengumpulannya yaitu dalam rangka pengumpulan zakat muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya atau dapat meminta BAZNAS (pasal 21 ayat 1 & 2). Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak (pasal 22).
Sedangkan mekanisme pengumpulan zakat dalam PERDA no 01 tahun 2003 tentang zakat yaitu menerima atau mengambil zakat dari muzaki dan wajib zakat serta menerima infak dan shadaqah, serta dapat bekerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzaki dan wajib zakat bagi yang berada di bank (pasal 15).
No
Muzaki
Jumlah
Keterangan
1
UPZ Instansi
24 Instansi
39 Instansi
2
Perseorangan
12 Orang
1 Perusahaan Perseorangan
Table 3.1
Program Penghimpunan




No
UPZ Instansi
Jumlah
Keterangan
1
UPZ Kecamatan
9 Kecamatan

2
UPZ Desa/Kel
109 Desa

3
UPZ Instansi
28 Instansi

Table 3.2
Program Pengumpulan Instansi

 
Januari
Pebruari
Maret
April
Mei
Juni
Zakat
9,400,875
137,500
1,803,400
23,843,380
9,137,500
6,357,500
Infaq
60,145,000
2,993,242
8,637,250
179,194,120
64,167,500
69,138,000
Jumlah
69,545,875
3,130,742
10,440,650
203,037,500
73,305,000
75,495,500
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
13,684,800
12,866,600
6,299,000
6,487,500
8,222,500
9,192,625
107,433,180
72,948,500
67,204,000
69,680,000
66,554,000
72,345,000
69,048,000
802,450,612
86,633,300
80,070,600
75,979,000
73,041,500
80,567,500
78,240,625
909,883,792
Tabel 3.3
Rekap Data Pengumpulan ZIS tahun 2010-2013
Gambar 3.2
Rekap Dta Pengumpulan dana ZIS Tahun 2010-103
Data di atas menunjukan terjadi peningkatan dalam pengumpulan zakat di BAZNAS Kabupaten Garut.
2.      Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan
Jumlah penduduk tahun 2012 di Kabupaten Garut mencapai 2.503.765 juta jiwa dengan 615.804 rumah tangga. Rata-rata 810,96 jiwa/KK dengan 4-5 orang sebagai tanggungan kepala keluarga dengan sebaran tidak merata. Sementara jumlah keluarga fakir miskin sebanyak 236.931 KK, jumlah pencari lapangan kerja atau pengangguran 23.919 orang. Sementara daya tampung hanya 204 orang. Usia produktif antara usia 20-11 tahun sebanyak 906.265 orang. Pekerjaan bertumpu pada sektor pertanian hingga mencapai 38,63% sisanya industri, perdagangan, jasa dan lainnya (Arsip BAZNAS Garut 2013).
Kebijakan pembangunan di bidang sosial menyangkut berbagai aspek memang dirasakan sangat kompleks. Karena selain berdampak terhadap masalah ekonomi juga berdampak pada masalah sosial politik masyarakat. Bahkan keberhasilan pembangunan dibidang sosial ekonomi dapat di evaluasi dan dijadikan sebagai indikator pertumbuhan dan kemandirian warga masyarakat untuk tahun-tahun selanjutnya.
Mekanisme pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut yaitu dilakukan berdasarkan persyaratan, keabsahan 8 asnaf mustahik di wilayah muzaki atau wilayah harta dipungut, mendahulukan orang yang tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi, setiap 3 bulan sekali kecuali dalam keadaan mendesak dapat dipertimbangkan, zakat fitrah dibagi habis disaat hari raya, jika di wilayah muzaki telah tidak ada kaum fakir miskin, maka BAZ dapat mengalihkan ke wilayah lain yang terdekat dan membutuhkan, jika tidak ada asnaf lain, maka zakat di distribusikan kepada asnaf yang ada.
Kriteria sasaran pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik 8 ansnaf, BAZNAS Kabupaten mengatur kriteria mustahik prioritas dan waktu pendistribusian melalui pelibatan tiap-tiap UPZ khususnya BMZIS Desa.
Implementasi program kegiatan pendistribusian yang diatur dalam kebijakan pengurus BAZNAS terhadap aspek pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat dan ketentuan yang berlaku.
a.       Menyusun strategi dan mekanisme penyaluran dana ZIS secara berkala dan produktif setiap tiga bulan sekali dan satu tahun sekali bertepatan dengan momentum bulan Ramadhan atau kegiatan insidensial dalam situasi darurat dan mendesak.
b.      mengintensifikan pendistribusian melalui BAZ kecamatan, BMZIS dan UPZIS Desa atau Kelurahan serta Lembaga-lembaga terkait.
c.       Dalam melaksanakan pendistribusian zakat dilakukan dengan dua cara yaitu setiap satu tahun sekali (konsumtif) dan tiga bulan sekali (produktif) . BAZNAS Kabupaten Garut melakukan kegiatan yang bersifat konsumtif seperti :   
1.      Santunan Fakir miskin meliputi :
a.       Santunan anak yatim dan jompo bekerjasama dengan BAZNAS, baitul mal muamalat dan yayasan bakrie amanah dan stakeholder karitas lainnya.
Kegiatan Santunan ini diadakan setiap satu sekali yaitu bertepatan pada bulan suci Ramadhan. Adapun mekanisme pendistribusiannya yaitu dengan cara melakukan kerjasama dengan lembaga atau pesantren yang ada di sekitar Kabupaten Garut. Sasarannya yaitu memprioritaskan peserta yang memang belum pernah mendapatkan santunan dan memang patut untuk diberikan. 
b.      Bantuan pengobatan dan khitanan masal di lingkungan kantor BAZNAS Garut.  
c.       Bantuan pendidikan dasar Agama
d.      Santunan anak jalanan
e.       Peduli guru ngaji perempuan
2.      Bantuan kemanusiaan yang bersifat Insidensial
Pada tahun 2010-2013 tercatat ada beberapa kejadian-kejadian yang mendapatkan bantuan langsung dari BAZNAS Garut seperti kejadian bencana longsor godog, kebakaran kampung dukuh, banjir bandang pameungpeuk, banjir cimacan cimanuk.
3.      Layanan Ibnu Sabil dan Sabilillah
Layanan ini diberikan setiap tiga bulan sekali. Mekanisme pendistribusiannya yaitu bekerjasama dengan penyuluh agama Islam di Kabupaten Garut.
Sedangkan pendistribusian yang didayagunakan atau bersifat produktif diantaranya :
1.      Pemberdayaan Pelaku Usaha Mikro melalui qordul hasan sebanyak 21 mustahiq potensial.
2.      Pemberdayaan Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah sebanyak 700 mustahik potensial tersebar di 30 Kecamatan 100 Desa/Kelurahan
3.      Pendayagunaan Kandang Domba Garut (KANDAGA) Kerjasama BAZ Kecamatan-Ponpes Nurul Falah Cinta rakyat Samarang
4.      Penjajagan pembentukan Cluster masyarakat Hutan Desa dengan PERHUTANI dalam pemanfaatan lahan hutan rakyat
5.      Penjajagan jaminan kesehatan bagi Mustahik Sabilillah (Asatidz Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, Mubaligh, Khotib dan Pemakmuran DKM) melalui asuransi syariah kesehatan.
6.      Penjajagan peningkatan SDM Guru Agama dan keagamaan melalui Beasiswa, Pelatihan dan kursus sesuai kebutuhan
d.      Menyalurkan dana ZIS kepada ibnussabil dengan ketentuan yang berlaku melihat skala prioritasa.
Gambar 3.3
Data Rekap Pendistribusian Dana ZIS tahun 2010-2013

Berdasarkan data diatas pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut dalam penyaluran bersifat konsumtif lebih banyak memakai dana zakat sedangkan untuk kegiatan produktif memakai dana zakat, infak dan sedekah.




















    



Berdasarkan laporan yang disampaikan kepada Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Garut laporan ZIS Tahun 2013 yaitu :
BAZNAS KABUPATEN GARUT
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Konsolidasi
Tahun 2013
A.    SUMBER
1.      Dana Zakat                                                                       107.433.180
2.      Dana infak dan sedekah                                                   802.450.612
3.      Dana pengelola                                                                   95.000.000
4.      Dana margin bagi hasil bank                                                 3.656.858
1.008.540.650
B. PENGGUNAAN
1. Dana Zakat                                                                         14.475.000
a. Fakir Miskin                                3.150.000
b. Muallaf                                                   -
c. Riqab                                                      -
d. Ibnu sabil                                                -
e. Fisabilillah                                   5.025.000
f. Gharimin                                                 -
g. Amil UPZI Instansi                    6.300.000
h. Biaya Administrasi dan Pajak                -
2. Dana Infak dan Sedekah                                        768.897.290
a. Fakir Miskin                                343.014.060
b. Muallaf                                           5.452.000
c. Riqab                                                      -
d. Ibnu Sabil                                     11.330.000
e. Fisabilillah                                   317.355.600
f. Gharimin                                                 -
g. Amil UPZIS Instansi                    91.745.630
3. Dana Pengelola                                                       128.434.050
a. Belanja Barang                             24.704.500
b. Biaya Operasional                        90.820.550
c. Biaya Program/Kegiatan               12.909.000
4. Dana Margin Bagi Hasil Bank                                1.193.519
a. Administrasi dan Pajak zakat            421.901
b. Administrasi dan pajak infak            771.618
                                                                                            912.999.859
C. SURPLUS/ (DEFISIT)                                                            95.540.791
D. SALDO AWAL                                                                     362.816.252
E. SALDO AKHIR                                                                     458.357.042


Sedangkan laporan sementara pada tahun 2014 per-Januari sampai bulan Maret.
 BAZNAS KABUPATEN GARUT
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Konsolidasi
Januari sd. Maret Tahun 2014
B.     SUMBER
1.      Dana Zakat                                                                   18.193.100
2.      Dana infak dan sedekah                                             168.129.000
3.      Dana pengelola                                                                             -
4.      Dana margin bagi hasil bank                                              905.432
187.227.532
B. PENGGUNAAN
1. Dana Zakat                                                                         4.800.000
a. Fakir Miskin                                3.300.000
b. Muallaf                                                   -
c. Riqab                                                      -
d. Ibnu sabil                                                -
e. Fisabilillah                                               -
f. Gharimin                                                 -
g. Amil UPZIS Instansi                  1.500.000

2. Dana Infak dan Sedekah                                        97.078.000
a. Fakir Miskin                                  47.960.000
b. Muallaf                                           1.070.000
c. Riqab                                                      -
d. Ibnu Sabil                                       1.863.000
e. Fisabilillah                                     30.896.000
f. Gharimin                                                 -
g. Amil UPZIS Instansi                    15.289.000
3. Dana Pengelola                                                       32.963.200
a. Belanja Barang                               1.375.000
b. Biaya Operasional                        19.988.200
c. Biaya Program/Kegiatan               11.600.000
4. Dana Margin Bagi Hasil Bank                                271.087
a. Administrasi dan Pajak zakat            112.851
b. Administrasi dan pajak infak            158.236
                                                                                            135.112.287
C. SURPLUS/ (DEFISIT)                                                            52.115.245
D. SALDO AWAL                                                                     458.357.042
E. SALDO AKHIR                                                                     510.472.287


3.      Bidang Penelitian dan Pengembangan
1.      Penyusunan Policybrief ‘Urgensi mekanisme pengumpulan ZIS bagi PNS di Kabupaten Garut’ yang disampaikan kepada Bapak Bupati Garut
2.      Konsepsionalisasi format penyusunan database BAZNAS kerjasama dengan Sekolah Teknologi Garut dalam penyusunan database muzaki dan mustahik dan pengelolaan website www.baznasgarut.org
3.      Pembentukan tim regulasi pengelolaan zakat di daerah melalui upaya revisi PERDA zakat, konsepsionalisasi perbup maupun SK Bupati tentang mekanisme pengumpulan dana zakat bagi PNS di lingkungan PEMDA
4.      Penjagaan konsepsionalisasi kelembagaan BAZNAS sebagai badan layanan umum daerah
Berdasarkan laporan sumber dan penggunaan dana di BAZNAS Kabupaten Garut pada bulan Januari sampai dengan maret 2014. Sumber Dana zakat sebanyak 18.193.100, dana Infak dan shadaqah sebanyak 168.129.000 dan margin bagi hasil bank 905.432 jadi jumlahnya adalah 187.227.532.
Sedangkan dalam penggunaannya dana zakat diberikan kepada delapan asnaf totalnya Rp. 4.800.000, dana infak dan shadaqah Rp. 97.078.000, dana pengelola Rp. 32.963.200 dan dana margin bagi hasil bank Rp.271.087 jadi total saldo akhir Rp. 52.115.245.

C.    Pembahasan Hasil Penelitian
Sejatinya Kabupaten Garut menjadi salah satu daerah penopang zakat Provinsi di Jawa Barat turut berpartisipasi dalam penanggulangan potret kemiskinan melalui gerakan sadar zakat. sehingga sanggup mengurangi beban pengeluaran masyarakat fakir miskin, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil, mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lainnya.
Spirit otonomi daerah merupakan salah satu wujud upaya ‘desentralisasi’ pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab yang perlu disikapi dengan potensi dan kearifan lokal yang dapat diandalkan kemandiriannya. Karena sumber ekonomi potensial yang perlu dikaji dan digali adalah potensi zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dikalangan masyarakat Muslim khususnya sebagai mayoritas masyarakat Kabupaten Garut.
Dengan diberlakukannya undang-undang no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang baru, sekaligus sebagai revisi undang-undang no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, terkait dengan PERDA no 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah di Kabupaten Garut telah menjadi acuan dalam mengeloa Badan Amil Zakat dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat, infak dan shadakah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama para mustahik, karena BAZNAS Kabupaten Garut diberikan wewenang oleh pemerintah daerah dalam mengelola dana zakat melalui distribusi zakat untuk diberdayakan kearah pengembangan ekonomi produktif yang berjangka panjang.   
Implementasi program kegiatan pendistribusian di BAZNAS Kabupaten Garut telah menerapkan model manajemen yang terdiri dari empat komponen yaitu: merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengawasi terhadap aspek pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infaq dan shadaqah berikut rinciannya :
a.      Perencanaan Pendistribusian Zakat
Dalam merencanakan Pendistribusian di BAZNAS Garut Menyusun strategi dan mekanisme penyaluran dana ZIS secara berkala dan produktif setiap tiga bulan sekali dan satu tahun sekali bertepatan dengan momentum bulan Ramadhan atau kegiatan insidensial dalam situasi darurat dan mendesak.
b.      Pengorganisasian Pendistribusian Zakat
Dalam mengorganisasikan distribusi zakat di BAZNAS Kabupaten garut mengintensifika pendistribusian bekerjasama dengan BAZ kecamatan, BMZIS dan UPZIS Desa atau Kelurahan serta Lembaga-lembaga terkait.
c.       Pelaksanaan Pendistribusian Zakat
Dalam melaksanakan pendistribusian zakat dilakukan dengan dua cara yaitu setiap satu tahun sekali (konsumtif) dan tiga bulan sekali (produktif) . BAZNAS Kabupaten Garut melakukan kegiatan yang bersifat konsumtif seperti :   
1.      Santunan Fakir miskin meliputi :
a.       Santunan anak yatim dan jompo bekerjasama dengan BAZNAS, baitul mal muamalat dan yayasan bakrie amanah dan stakeholder karitas lainnya.
Kegiatan Santunan ini diadakan setiap satu sekali yaitu bertepatan pada bulan suci Ramadhan. Adapun mekanisme pendistribusiannya yaitu dengan cara melakukan kerjasama dengan lembaga atau pesantren yang ada di sekitar Kabupaten Garut. Sasarannya yaitu memprioritaskan peserta yang memang belum pernah mendapatkan santunan dan memang patut untuk diberikan. 
2.      Bantuan pengobatan dan khitanan masal di lingkungan kantor BAZNAS Garut.  
3.      Bantuan pendidikan dasar Agama
4.      Santunan anak jalanan
5.      Peduli guru ngaji perempuan
6.      Bantuan kemanusiaan yang bersifat Insidensial
Pada tahun 2010-2013 tercatat ada beberapa kejadian-kejadian yang mendapatkan bantuan langsung dari BAZNAS Garut seperti kejadian bencana longsor godog, kebakaran kampung dukuh, banjir bandang pameungpeuk, banjir cimacan cimanuk.
7.      Layanan Ibnu Sabil dan Sabilillah
Layanan ini diberikan setiap tiga bulan sekali. Mekanisme pendistribusiannya yaitu bekerjasama dengan penyuluh agama Islam di Kabupaten Garut.
Sedangkan pendistribusian yang diberdayakan atau bersifat produktif diantaranya :
1.      Pemberdayaan Pelaku Usaha Mikro melalui qordul hasan sebanyak 21 mustahiq potensial.
2.      Pemberdayaan Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah sebanyak 700 mustahik potensial tersebar di 30 Kecamatan 100 Desa/Kelurahan
3.      Pendayagunaan Kandang Domba Garut (KANDAGA) Kerjasama BAZ Kecamatan-Ponpes Nurul Falah Cinta rakyat Samarang
4.      Penjajagan pembentukan Cluster masyarakat Hutan Desa dengan PERHUTANI dalam pemanfaatan lahan hutan rakyat
5.      Penjajagan jaminan kesehatan bagi Mustahik Sabilillah (Asatidz Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, Mubaligh, Khotib dan Pemakmuran DKM) melalui asuransi syariah kesehatan.
6.      Penjajagan peningkatan SDM Guru Agama dan keagamaan melalui Beasiswa, Pelatihan dan kursus sesuai kebutuhan.
d.      Pengawasan Pendistribusian Zakat
Dalam hal ini komisi pengawas BAZNAS Kabupaten Garut melakukan pengawasan terhadap rancangan program kerja dan pelaksanaan program kerja pada bidang pendistribusian.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang no 23 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan bahwa ketentuan mengenai perencanaan penyusunan peraturan daerah Kabupaten/Kota yang memiliki keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang meliputi latar belakang penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan diatur serta jangkauan dan arah pengaturan.
PERDA zakat dan Undang-undang zakat yang berlaku untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan dan berbenturan satu sama lain perlu ada penyesuaian ketentuan peraturan yang berlaku. Adapun sinkronasi, harmonisasi dan gagasan regulasi pengelolaan zakat tersebut dapat dilihat pada Lampiran.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      BAZNAS Kabupaten Garut dalam pengelolaanya senantiasa mengimplementasikan konsep manajemen. Hal ini terbukti dengan adanya Undang-undang nomor 23 tahun 2011 dan PERDA no 01 tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat di Kabupaten Garut.   
2.      Manajemen Distribusi Zakat di BAZNAS Kabupaten Garut dilakukan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, yakni perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan hasil penelitian dan pendataan kebenaran mustahik delapan asnaf. Mendahulukan orang-orang yang tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3.      Pelaksanaan Distribusi zakat di BAZNAS Kabupaten Garut dilakukan dengan cara kerjasama pada lembaga/instansi yang terkait dan juga BAZ Kecamatan serta BMZIS Desa/Kelurahan. Setiap melaksanakan pendistribusian dilihat dari skala prioritas hasil dari pendataan dan penelitian kebenaran mustahik. Selain itu BAZNAS Kabupaten Garut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat menciptakan pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui dana ZIS, dapat terlihat dari program pengembangan ekonomi, program yang dilakukan BAZNAS adalah berupa pemberdayaan Usaha Kecil Berbasis Kelompok Masyarakat melalui optimalisasi shadaqah bagi mustahiq potensial tersebar pada 30 Kecamatan (sekitar 130 Desa/Kelurahan), Pendayagunaan Kandang Domba Garut kerjasama BAZ Kecamatan dan Pondok pesantren, Pembentukan Cluster Masyarakat Desa Hutan memalui budidaya tanaman hortikultura dengan kelompok masyarakat desa hutan dan UPTD Dinas Kehutanan pada pemanfaatan lahan desa hutan.
B.     Saran-Saran
Setelah melalui penelitian yang dilakukan di BAZNAS Garut, maka penyusun dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1.      Substansi peraturan daerah sebagai payung hukum pengelolaan zakat di Kabupaten Garut sebagai evaluasi pengelolaan zakat sesuai dengan PERDA nomor 01 tahun 2003 tentang pengelolaan zakat, infak dan shadaqah perlu adanya penyesuaian dengan diberlakukannya UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. secara substansial ada perbedaan baik dari aspek kelembagaan dan mekanisme lainnya, sehingga ada konsekuensi hukum bahwa apakah PERDA no 01 tahun 2003 perlu dicabut atau direvisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berlaku dan tuntutan aspirasi warga masyarakat.
2.      Perlu adanya kejelasan dan ketegasan hubungan organisasional antara pemerintah daerah dengan institusi zakat yaitu BAZNAS Kabupaten sebagai lembaga nonstruktural dan mandiri, sehingga BAZNAS Kabupaten dapat memposisikan sebagai organisasi yang dapat melakukan upaya revitalisasi kelembagaan sesuai dengan tuntutan dinamika perubahan konstitusi dan harapan warga masyarakat yang membutuhkan kepercayaan stakeholder ZIS.
3.      Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, baik untuk pengembangan wawasan bagi peneliti selanjutnya guna memperdalam tentang manajemen ZIS dan sebagai bahan studi komperatif guna mengadakan penelitian tentang manajemen ZIS dari aspek lainnya. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memicu peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih jauh mengenai manajemen ZIS.  





  
  

       



   

0 komentar:

Posting Komentar